Waktu berlalu. Asher melepaskan Ivy. Dia sudah merasa jauh lebih baik.
“Ivy, maukah kamu bercerita kepadaku bagaimana bisa kamu berakhir sebagai anak Count Aretha?”
Ivy tersenyum kaku. Dia berusaha mengalihkan pandangan. Tentu saja Asher menyadari hal tersebut. “J-Jadi ceritanya begini ….”
***
Enam belas tahun lalu. Sejak kepergian Asher dari Panti, Ivy menjadi lebih murung. Keceriaan yang biasa tampil dalam dirinya perlahan pergi. Terkadang, Ivy mengunjungi ruangan membaca yang menjadi favorit bagi Asher. Dia juga sering mengecek kamar Asher, melihat apabila anak laki-laki itu berada di sana.
Kyne dan Evelyn turut sedih melihat sikap Ivy kecil. Mereka suka membawakan Ivy bunga-bunga, kue manis, segala hal yang disukainya dan memberi semangat. Akan tetapi, semua usaha mereka sia-sia. Ivy selalu saja menangis saat mereka memberikan bunga. Bahkan Kyne dan Evelyn juga tidak tahu apa yang menjadi penyebabnya.
Pada akhirnya, mereka berkonsultasi kepada Suster tentang apa yang harus dilakukan. Suster berjanji akan membujuk Ivy sekuat tenaga supaya tidak sedih lagi.
Beberapa hari ini, Ivy hanya berdiam diri di kamarnya tidak mau makan. Suster khawatir. Bila Ivy terus-terus berdiam diri seperti ini, dia akan sakit.
Suster membawa makanan dan mengetuk pintu Ivy.
“Ivy, Suster bawa roti dan susu kesukaanmu. Ayo makan. Nanti kamu bisa sakit kalau tidak makan, Ivy,” bujuk Suster.
Tidak ada jawaban dari balik pintu.
“Ivy, Suster tinggalkan makanan mu di sini ya.” Suster meletakkan piring berisi roti dan segelas susu disamping pintu Ivy, akan segera meninggalkan Ivy sendirian lagi. Mungkin Ivy masih butuh waktu. Namun, derit pintu samar-samar terdengar.
Ivy muncul. Bawah matanya merah, rambut Ivy acak-acakan. Masih tersisa air mata di kedua ujung matanya.
“S-Suster …, kenapa Asher pergi? Apakah dia akan kembali?” tanya gadis polos itu kepada Suster.
Suster berlutut sejajar setinggi Ivy, memegang pundak si gadis kecil. “Ivy …, Asher sekarang sudah bersama keluarga barunya. Kalian semua nanti pasti akan bertemu dengan keluarga kalian masing-masing pada waktunya.”
“L-Lalu, Apakah Asher akan sesekali berkunjung ke sini?”
“Bila Asher menginginkannya, dia akan segera datang lagi ke sini dan bermain dengan kalian.” Suster tersenyum. Wanita itu membelai rambut Ivy lembut.
“Nah, Ivy sekarang juga harus makan! Supaya Asher tidak sedih melihat Ivy murung, ya?” Suster mencubit gemas hidung Ivy. Wanita itu kembali meraih piring dan susu yang telah diletakkan tadi. Kemudian memberikan kepada Ivy.
Ivy kandang roti dan susu dalam-dalam. Dia menguatkan hati. Tangan mungilnya kuat menyeka air mata hingga bersih.
“Kalau begitu! Aku akan segera makan, Suster!” Ivy meraih roti dan susu yang diberikan kepadanya.
“Pintar, Ivy. Kalau begitu Suster harus pergi terlebih dahulu. Makan pelan-pelan ya, Ivy.” Ivy mengangguk. Kini mulutnya penuh dengan roti seperti tupai. Suster tertawa kecil melihat kelakuan Ivy.
Ivy selalu percaya bahwa Asher suatu hari nanti akan kembali ke panti untuk bermain bersama. Sayangnya, hari itu tidak pernah datang.
***
Musim silih berganti. Kini musim semi telah tiba lagi. Musim kesukaan Ivy. Sama seperti hari itu. Saat sore, Ivy duduk di ladang bunga. Tempat ini punya banyak kenangan bagi ia dan Asher. Sekaligus tempat mereka berbaikan setelah tengkar satu sama lain.
Tidak terasa, sudah tiga tahun lebih Asher meninggalkan panti. Ivy mengira bahwa tidak terbesit sedikitpun di benak laki-laki itu untuk mengunjungi panti sekalipun.
Seiring bertambahnya umur, Ivy baru paham maksud apa yang dulu dikatakan Suster kepadanya. Suster tidak ingin Ivy sedih, makanya dia mengatakan hal seperti itu.
Ivy sudah merelakan Asher. Asher pasti bahagia bersama keluarga barunya hingga lupa mengunjungi dia dan teman-teman di panti.
Ivy menyandarkan dagunya ke lutut kaki yang yang menekuk. Termenung dalam keheningan, ditemani alam.
Api membara dari dalam diri Ivy tiba-tiba muncul.
“Awas saja!! Aku akan memukulmu saat ketemu denganmu lagi, dasar Asher bodoh!!!” teriak Ivy di tengah lapang luas. Dirinya merasa lega setiap kali berteriak di tempat itu. Saat Ivy tidak bisa mengungkapkan isi hati kepada siapapun, tempat ini menjadi pendengar baik baginya. Begitulah selama ini Ivy menyandarkan dirinya.
Ivy berdiri. Dia membersihkan sisa rumput dan tumbuhan yang tertempel di gaun sederhana miliknya. Angin kencang menyibakkan rambutnya. Rok berlapis Ivy juga mengikuti arah kemana tiupan berembus.
Mata Ivy memandangi langit yang berubah warna menjadi gelap sedikit demi sedikit saat matahari terbenam. Disambut oleh bulan yang akan merupakan penguasa malam.
Ivy pikir, sudah saatnya dia kembali ke panti. Malamnya, Ivy menikmati makan di panti bersama teman-teman dan Suster.
Ivy merasa sangat mengantuk. Dia bergegas untuk tidur lebih awal. Waktu berjalan lebih lambat dari biasanya. Sekitar tengah malam, aroma kayu-kayu terbakar menusuk hidung Ivy. Ivy terbangun dari tidurnya.
Rumah kayu yang seharusnya tempat berlindung anak-anak panti kini tengah dilalap kobaran api. Ivy panik. Dia berlari menuju pintu keluar. Berpapasan dengan beberapa anak lain yang masih kecil, Ivy juga memutuskan untuk menggendong mereka.
Asap yang semakin tebal membumbung sungguh menyesakkan dada Ivy walau dia sudah berusaha mengurangi hirupan asap. Beruntungnya, Ivy berhasil keluar walau mendapat beberapa luka di tubuhnya akibat beberapa kayu yang mulai berjatuhan dari atas.
Tidak lama kemudian Suster terhuyung-huyung keluar sambil melindungi anak-anak lain. Suster terduduk di tanah tidak jauh dari rumah. Luka yang dialami Suster lebih berat daripada orang-orang yang lainnya. Tentu saja Suster memang mempunyai tugas untuk melindungi semua anak panti.
Banyak anak-anak terluka akibat kejadian ini. Kekacauan. Suara tangis dimana-mana. Walau Evelyn kuat, hatinya juga pasti ikut goyah karena keributan dimana-mana.
Kyne yang masih kuat langsung mengambil inisiatif untuk memanggil warga di bagian kiri panti. Ivy tidak bisa berdiam. Dia juga harus segera memanggil bantuan dari desa sebelah kanan panti.
“Evelyn, dengarkan aku. Aku akan pergi ke desa kanan untuk mencari bantuan. Kamu bantu anak-anak lain di sini sebanyak mungkin, oke? Aku akan segera kembali.”
Ivy berlari sekuat tenaga. Dada Ivy juga semakin sakit setiap kali menghirup udara. Sedari tadi kepalanya terasa berputar-putar. Ivy terus menjaga kesadaran Diri y agar tidak jatuh. Tidak kuat lagi, padangan matanya mulai kabur.
Dari arah berlawanan ada sebuah kereta kuda kebetulan melewati jalan tersebut. Ivy menghampiri mereka, berteriak sekuat tenaga.
“Tolong …! Tolong …! Bantu Suster di panti sana! Ada kebakaran. Teman-temanku juga terluka!” pinta Ivy. Keseimbangan tubuh gadis itu goyah. Dia tersungkur di tanah. Sebelum menutup matanya, bayangan dua orang pria dan satu wanita panik membekas di ingatan. Ivy tidak tahu apa yang terjadi setelah itu.
***
Note: Ada perubahan waktu saat Ivy menghilang. Di chapter 9 aku menyebutkan bahwa Ivy menghilang 16 tahun lalu. Revisinya 13 tahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Identity of Asher
Historical Fiction"Seharusnya, hari itu kamu mati ...!" Asher adalah seorang anak yang tinggal di panti tidak jauh dari Desa Lacock, Inggris. Pengadopsiannya mengharuskan Asher pergi. Hidup yang sulit membuat Asher pupus harapan hingga akhirnya roda kehidupan memper...