"Makanannya." Sebuah mangkuk berisi sup sudah tiba membuyarkan Asher. Asher teringat akan sup tidak layak yang pernah dimakannya dulu. Asher terus mengingatkan dirinya bahwa sekarang sudah berbeda. Asher berhasil kabur dari count gila itu, jadi untuk saat ini karena perutnya sedari tadi sudah meminta untuk diisi makanan. Asher memutuskan untuk langsung menyicipi terlebih dahulu. Besok, dia akan mencari lebih lanjut informasi tentang Marquis.
***
Cahaya merembes masuk ke dalam ruangan. Nyanyian burung-burung menemani awal hari. Terangnya cahaya membangunkan Asher. Terpampang sebuah cermin yang berhadapan dengannya dari depan.
Penampilan Asher sangat berantakan. Rambutnya terangkat ke sana kemari. Lipatan-lipatan baju tidak rapi, serta matanya sayu setengah terbuka. Asher menguap. Dia sedang mengumpulkan nyawanya. Asher mengingat kembali apa saja yang telah dilakukan olehnya tadi malam.
"Permisi, Tuan-tuan," sapa Asher sambil menepuk pundak salah satu dari dua orang pria yang tadi berbicara sangat keras tentang Marquis Rognvaldr di sebuah gang kecil. Awal pertemuan, setidaknya Asher harus memberi impresi yang baik.
"Ha? Siapa pria bertudung ini ...?" sahut si teman pria itu. Wajahnya begitu merah. Jalan terhuyung-huyung. Jelas sekali pria ini mabuk.
Temannya menyadari kehadiran Asher yang tidak biasa. Dia mengangkat satu ujung bibir dan tertawa pahit, langsung menyumpal mulut temannya. Takut mengatakan hal macam-macam.
"Ha ... ha ... ya, ada apa, Tuan?" tanyanya. Nada ketegangan terasa. Keringat dingin membasahi dahinya. Tentu saja, apabila seseorang serba hitam berdiri di depan mereka yang tidak bukan adalah Asher, sungguh mencurigakan.
Asher berdeham pelan. "Maaf sebelumnya. Apakah kalian bisa menceritakan lebih jauh tentang Marquis tadi? Siapa dia?"
Dalam keadaan membopong teman yang mabuk, kedua alis pria itu mengerut. Lalu membuang napas kasar. "Pergilah. Buang-buang waktu saja." Dia lanjut berjalan.
"Tunggu," tahan Asher. "Aku bisa memberikanmu beberapa koin sebagai ganti informasi itu." Asher mengeluarkan kantong coklat lusuh dan sengaja menggerakkan naik turun hingga bunyi koin terdengar.
Ternyata cukup efektif. Mata pria itu tidak bisa lepas dari kantong Asher. Sikapnya langsung berubah 180 derajat. Ekspresi macam yang dia tampilkan kini sudah berganti senang.
"Oke. Berikan aku dua koin emas sebagai gantinya terlebih dahulu." Dia mendudukan temannya bersandar pada bangunan lain.
Asher membuka kantong miliknya. Koin dalam kantong tidak begitu banyak, tapi cukup untuk memenuhi permintaan orang itu.
"Ini, dua koin emas." Asher memberikan tanpa ragu sekalipun. Asal dapat ditukar dengan informasi.
Pria itu menerima dengan senang hati. Tentu saja kesempatan mendapatkan uang tidak akan datang dua kali.
"Ini adalah sebuah rumor yang beredar luas antar masyarakat. Disebarkan dari mulut ke mulut," mulainya sebagai pembukaan. Dia mengambil napas sejenak.
"Kisahnya, hampir 15 tahun lalu. Di wilayah Herefordshire, ada keluarga Rognvaldr tinggal. Marchioness, istri sang Marquis yang tengah mengandung akhirnya melahirkan seorang bayi laki-laki. Baru beberapa jam setelah kabar sukacita akan kelahirannya tersebar, anak itu menghilang. Entah ke mana dia, tidak ada yang tahu." Asher mengangguk. Dia mendengarkan dengan saksama.
"Memang, kebenaran tentang rumor ini masih dipertanyakan. Namun, bisa jadi hal tersebut benar, melihat dari selebaran poster yang tertempel pada beberapa tempat. Di sini, Tuan bisa menemukannya di papan alun-alun kota." tunjuk pria itu ke arah keramaian berkumpul.
Asher menatap jauh menuju arah yang ditunjuk. Dia tidak menyadari bahwa ada papan pengumuman di sana. Mungkin karena padatnya orang-orang bergembira. Asher akan mengecek hal itu besok saat keadaan sudah tidak terlalu ramai.
"Apakah sudah paham, Tuan?" tanya pria itu memastikan. "Saya sudah tidak punya banyak waktu lagi. Ada teman yang harus diantar."
Asher merasa sudah cukup jelas dengan penjelasan orang tadi. Dia membiarkan orang itu pergi. Pria pun kembali mengangkut temannya yang mabuk meninggalkan Asher.
Begitulah, informasi tentang Marquis, Asher dapatkan. Beruntung sekali kemarin Asher masih dapat tempat penginapan kosong di tengah ramainya kemeriahan festival.
Asher sudah cukup segar. Rasa tidur di atas kasur menyenangkan hatinya. Terakhir kali Asher hanya tidur di lantai kayu tanpa alas apapun. Dia berdiri dan meregangkan otot-otot.
Setelah itu, Asher merapikan tempat tidur yang digunakannya. Asher terduduk di pinggir kasur memastikan kelengkapan dalam tas. Kemudian menyempatkan diri untuk menikmati sarapan sebelum berangkat dari penginapan.
***
Asher telah sampai di depan sebuah papan kayu besar, masih mengenakan tudung hitam. Tempat yang kemarin begitu ramai sudah menjadi normal. Tidak bisa dihindari, sedikit orang di dekat sana menatap Asher aneh. Asher tidak bisa mengambil resiko dengan melepaskan tudung. Jadi Asher membiarkan saja mereka.
Asher harus menggali informasi kemarin secepat mungkin. Mungkin saja Count akan mengejarnya dalam waktu dekat. Dia tidak mau kembali ke masa-masa yang sangat menyiksa itu.
Mata Asher meneliti papan pengumuman. Sedikit sulit baginya menemukan poster yang diinginkan karena banyak sekali poster-poster lain tertempel.
Tidak lama kemudian, matanya tertuju pada pojok papan pengumuman, sebuah kertas berwarna kecoklatan dengan judul yang tertulis besar 'DICARI ANAK HILANG'. Walau tulisan sudah tidak begitu jelas akibat termakan waktu, judul itu begitu menarik perhatian. Jumlah imbalan yang akan diberikan apabila menemukan anak Marquis juga cukup besar.
Asher mendekat. Tertutupi oleh pengumuman-pengumuman besar lainnya. Tertulis ciri-ciri anak Marquis yang hilang.
"Kejadian hampir 15 tahun lalu ... Tanda tahi lalat di daun telinga kanan ... rambut pirang ...?" Asher berpikir sejenak. Umur Asher 14 tahun lebih. Rambut Asher saat ini berwarna coklat. Akan tetapi, terlintas satu ingatan milik Asher dan Ivy saat mereka masih cukup kecil.
Sudah lama sekali, Ivy pernah berkata padanya bahwa rambut milik Asher dulu berwarna pirang cerah mirip dengan Kyne. Sampai teman-teman lainnya mengira Kyne adalah kakak kandung Asher, tapi seiring Asher tumbuh rambut yang tadinya blonde menjadi kecoklatan. Hingga sekarang warna pirangnya hanya berada di ujung rambut.
Tanda tahi lalat Asher juga berada di daun telinga kanan.
Asher berusaha menyangkal hal tidak pasti. Namun, dia teringat fakta bahwa Suster pernah memberikan sepucuk surat kepadanya. Meskipun umur Asher belum memenuhi kriteria yang dikatakan suster, Asher yakin bahwa dia sudah mampu untuk menerima maksud di balik surat itu.
Asher berlari mencari tempat yang aman dan memiliki pencahayaan cukup. Surat putih yang masih lengkap tersegel tak tersentuh dikeluarkan dari dalam tas.
Jantung yang masih berdegup kencang ingin tahu isi dari surat itu. Tangan Asher juga ikut gemetar. Mengumpulkan keberanian, Asher perlahan membuka surat.
Akibat shock, surat yang tadinya berada dalam genggaman Asher sudah tergeletak di lantai. Asher tidak dapat mempercayai apa yang baru saja dibacanya.
Apakah mungkin selama ini Asher adalah anak yang Marquis cari-cari?
Untuk mencari tahu kebenaran itu, Asher harus berangkat ke Herefordshire secepat mungkin.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Identity of Asher
Historical Fiction"Seharusnya, hari itu kamu mati ...!" Asher adalah seorang anak yang tinggal di panti tidak jauh dari Desa Lacock, Inggris. Pengadopsiannya mengharuskan Asher pergi. Hidup yang sulit membuat Asher pupus harapan hingga akhirnya roda kehidupan memper...