Rencana telah disiapkan sempurna. Sesuai undangan hari ini, Asher telah tiba di kediaman Count Bernard, pamannya.
Asher menoleh ke arah penjaga. "Kalian masuk saat kuberi sinyal. Aku membawa batu kecil, akan dilemparkan ke jendela. Bila mendengar suara itu, bergegaslah ke ruangan itu," jelas Asher.
Penjaga yang beranggotakan empat orang menyamar, setuju akan rencana Asher.
"Akan tetapi, jangan langsung membuka pintu ruangan tersebut. Aku akan berteriak. Saat itulah kalian membuka pintu."
Asher memantapkan niatnya bahwa hari ini dia akan menang dan kembali ke sisi Ivy serta keluarganya sebelum berjalan masuk. Para penjaga bersiaga di luar.
Pemandangan yang Asher lihat adalah kediaman yang cukup kosong. Padahal Jam yang tertulis di surat undangan adalah petang.
Sore harusnya waktu para pelayan berlalu-lalang mempersiapkan makan malam. Akan tetapi, keadaan mansion Count Bernard benar-benar sepi. Seakan tidak ada satu pelayan pun di sini.
"Paman sepertinya sudah bulat akan keputusannya hari ini sesuai dugaan," gumam Asher kecil.
"Selamat datang, Tuan." Asher tersentak saat mendengar suara seorang pelayan. Pelayan itu keluar dari sisi lain lorong.
"Saya kepala pelayan yang melayani Count Bernard. Count sudah menunggu. Mari saya antarkan," ucap pelayan tersebut membungkukkan badan.
Asher mengangguk. Pelayan itu menaiki tangga. Tampaknya ruangan berada di lantai dua. Asher hanya mengikuti tanpa banyak bicara lagi. Tidak terasa mereka berhenti di depan sebuah pintu tempat Count berada.
"Hanya sampai di sini saya bisa menemani. Silakan masuk ke dalam, Tuan," salam pelayan tersebut sebelum pergi.
Asher meneguk ludah. Dia mengecek bahwa batu dan belati berada di balik jasnya. Kemudian gagang pintu pun dipegang olehnya.
Asher mengetuk pintu terlebih dahulu. "Paman, ini aku. Asher."
"Masuklah," sahut suara dari balik pintu.
Yang pertama kali Asher lihat adalah pamannya sedang duduk di kursi persis mengarah pintu menatapnya dalam-dalam.
"Terima kasih sudah datang ke sini keponakanku," ucap paman dengan wajah tersenyum. Asher bahkan tidak tahu jenis senyum apa itu.
Asher membalas senyumannya dan duduk di hadapan paman. "Tumben sekali paman memanggilku ke sini."
"Ada suatu hal yang ingin kubicarakan."
"Apa itu, paman?"
"Kau tahu …." Paman Asher memutus kata selanjutnya yang akan dia katakan. Tangan sang paman perlahan merogoh suatu benda dari balik rompinya.
Asher yang mempunyai daya tangkap cepat lantas melemparkan batu dengan kencang ke arah jendela. Ada bunyi kaca retak dan menyisakan bulatan kecil yang akan tampak jelas dari luar.
"Apakah otakmu sudah menghilang!" umpat pamannya itu memperlihatkan benda yang diambilnya dari balik rompi. Sebuah belati dengan ujung yang mengkilap. Sekali lihat, Asher tahu.
Belati itu pasti dapat menggores permukaan kulitnya walau terkena hanya sedikit saja.
"Semoga saja para penjaga langsung bergegas ke sini dengan sinyal yang ku berikan," batin Asher.
"Paman mengatakan itu padaku meskipun tidak perbuatan paman yang lebih gila?" sarkas Asher balik kepada paman yang mengumpatnya. Asher juga mengeluarkan belati miliknya.
Paman Asher menyeringai. "Oh, berani juga kau?"
"Tentu saja, paman. Paman pikir aku takut?" Asher tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Identity of Asher
Historical Fiction"Seharusnya, hari itu kamu mati ...!" Asher adalah seorang anak yang tinggal di panti tidak jauh dari Desa Lacock, Inggris. Pengadopsiannya mengharuskan Asher pergi. Hidup yang sulit membuat Asher pupus harapan hingga akhirnya roda kehidupan memper...