"APA MAKSUDMU?? Coba katakan sekali lagi Teon. Kamu tidak bercanda, 'kan?" Asher mengusap wajahnya kasar.
"Tidak, Tuan. Saya mendengar kabar dari Emer, pelayan nona Ivy. Dia mengirimkan surat ini melalui seseorang secara terburu-buru.
Teon memberikan surat yang telah ditulis Ivy mengenai detail hari dimana dia mendatangi bar. Asher segera membuka surat tersebut.
Dia menggertakkan giginya. Kertas yang semula tanpa lipatan sedikitpun berubah sedikit kusut akibat pegangan Asher yang kuat. Urat-urat di lehernya terlihat jelas.
Teon tidak pernah melihat sisi Asher yang seperti. Siapa pun yang berada di hadapan Asher pasti akan tahu bahwa pria itu marah besar.
Asher keluar ruangan. Teon mengikuti Asher dari belakang.
"Teon, tolong katakan pada ayah bahwa aku akan pergi ke kediaman Baron Bartzen. Siapkan juga kuda untukku. Aku akan langsung pergi sekarang."
"Baik, Tuan Muda," jawab Teon patuh.
"Asher? Kenapa wajahmu seperti itu?" panggil seseorang dari lorong saat berpapasan dengan Asher.
"Maaf, paman. Aku akan menjelaskan detailnya nanti. Saat ini aku harus pergi." Asher menundukkan kepala kepada pamannya dan langsung pergi.
Tersisa pamannya berada di lorong memandangi bayangan Asher yang mulai menghilang.
***
Sakit. Sakit. Sakit! Panas sekali. Apa saja yang baru saja terjadi? Dimana ini? Semuanya gelap. Ivy tidak bisa melihat apa-apa. Sejauh manapun Ivy pergi, tidak ada habisnya.
Pasti ada jalan keluarnya. Ivy tidak akan menyerah. Gadis itu terus berjalan dan berjalan. Pikiran yang awalnya positif lama kelamaan menjadi pesimis. Sudah berapa dia berjalan?
Ivy tersandung sesuatu. Dia pun terjatuh dalam posisi telukup.
"Apa sih yang kulakukan dari tadi?" Ivy mengepalkan kedua tangan dan menghantamkannya ke lantai. Air matanya bergelinang diujung mata berjatuhan sedikit demi sedikit."Aku mau kembali. Aku mau bertemu ayah, ibu, dan kakak. Aku mau bertemu Emer. Aku juga mau bertemu ...." Kilas balik momen Ivy dengan Asher muncul satu demi satu seperti runtutan gambar berputar.
"Cantik." Asher membalas senyuman Ivy hingga garis-garis pipinya jelas. Ivy terpana akan senyum Asher kecil yang berhiaskan mahkota bunga.
Gambar itu menghilang.
"Permisi, acara dansa akan segera dimulai. Maukah Lady menjadi pasangan dansa saya?" ajak Asher mengulurkan tangannya, menunggu Ivy untuk meraih genggamannya.
Gambar itu pun menghilang.
"A-Ah ..., Asher. Aku sungguh merindukanmu."
"Ivy!" panggil seseorang. Walau panggilan itu kecil, Ivy masih dapat mendengarnya.
"Ivy!" Ah. Itu suara yang begitu Ivy rindukan saat ini.
"Asher! Asher! Dimana kamu?" Ivy bangkit. Dia berlari ke arah asal suara datang.
"Ivy!!" Sebuah cahaya menyilaukan membutakan mata Ivy. Kesadaran Ivy sudah kembali. Akan tetapi, kelopak mata gadis itu tidak mau terbuka sama sekali.
Tangan sebelah kiri Ivy digenggam kuat oleh Asher yang terus berdoa akan keselamatan Ivy.
Ivy sangat ingin bangun dan memeluk laki-laki itu saat ini. Akan tetapi, dia tidak bisa. Tubuhnya sangat berat. Bahkan untuk menggerakkan jari sedikitpun.
"Tuan Muda Rognvaldr." Count Aretha meletakkan tangannya di pundak Asher dengan wajah khawatir.
Pintu kamar tersebut terbuka. "Tuan! Pelayan yang meracuni nona Ivy telah ditemukan, tapi...," ucap pelayan itu sedikit terhenti. Dia tampak ragu memberitahukan informasi tentang pelayan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Identity of Asher
Historical Fiction"Seharusnya, hari itu kamu mati ...!" Asher adalah seorang anak yang tinggal di panti tidak jauh dari Desa Lacock, Inggris. Pengadopsiannya mengharuskan Asher pergi. Hidup yang sulit membuat Asher pupus harapan hingga akhirnya roda kehidupan memper...