Bab 11

14.8K 1K 12
                                    

Happy Reading!!!

Langkah kaki Delia memacu dengan cepat ke dalam kafe, meninggalkan laki-laki yang berjalan dengan santai mengikutinya dibelakang. Ukuran langkah kaki Delia yang bertubuh pendek tentunya tidak sebanding dengan langkah kaki Damar yang bertubuh jangkung. Walaupun dia melangkah dengan cepat laki-laki itu tetap bisa mengimbanginya.

Bisa dirasakan oleh Delia lirikan dari beberapa pasang mata perempuan yang berada di kafe tersebut. Tentunya sosok yang menjadi perhatian mereka bukan pada Delia, namun pada lelaki yang berada dibelakangnya. Delia menoleh sekilas untuk menatap tajam laki-laki itu. Memperingati agar laki-laki itu tidak tebar pesona. Damar membalasnya dengan menaikan sudut bibirnya serta mengangkat sebelah alisnya. Tindakan yang justru membuatnya tampak lebih tampan. Hal itu membuat Delia semakin kesal, suaminya itu sepertinya tidak peduli dengan perempuan di sekitarnya yang terpesona. Damar selalu seperti itu.

Delia memilih mempercepat laju langkah kakinya mendekati kedua temannya yang tampaknya sedang asik berbicara sehingga tidak menyadari kedatangannya. Ketika sampai dia langsung menarik kursi di samping Ajeng, lalu duduk dengan sedikit membanting tubuhnya, hal itu membuat kedua orang yang asik berbincang tersebut langsung menyadari kehadirannya. Damar juga menarik kursi di samping Leo, duduk sambil menyandarkan tubuhnya dengan santai.

"Loh mas Damar juga ikut, Nggak sibuk, mas?" Ajeng tidak menyangka Damar akan ikut dalam acara kumpul-kumpul mereka.

"Nggak, saya punya cukup waktu kalau cuma untuk menemani Delia." Jawab Damar cukup panjang. Padahal biasanya Damar cuma akan menjawab singkat saja.

Ajeng mengernyit melihat penampilan Delia, "Lo pakai lipstik belepotan amat. Nih rapiin pakai tisu."

"Hah?" Mata Delia membelalak, wajahnya pun semakin memerah. Lirikan tajam diarahkannya pada pelaku yang membuat bibirnya seperti ini. Namun yang ditatap justru hanya terkekeh kecil.

"Gue ke toilet bentar." Delia meraih tasnya, memilih merapikan riasan nya di toilet.

Damar tidak mengalihkan perhatiannya dari Delia yang berjalan dengan terburu-buru.

"Biasa aja kali lihatnya Mas, Delia nggak bakal hilang kok." Ucapan Ajeng membuat Damar berhenti menatap Delia.

"Mas Damar terlihat sangat peduli pada Delia sama seperti saat kami masih SMA. Saya jadi penasaran bagaimana kalian bisa menikah. Setahun yang lalu saya rasa Delia belum punya hubungan apapun dengan mas Damar." Ucap Leo dengan santai namun tatapan matanya seperti menyiratkan keraguan akan hubungannya dengan Delia.

"Hubungan antara laki-laki dan perempuan bisa terjadi hanya dalam beberapa bulan."

Leo menampilkan senyum sinis, "Setelah lebih dari 10 tahun mengenal tanpa ada perasaan, tiba-tiba saja terjadi hubungan pria dan wanita?"

Tatapan Damar menajam, "Kenapa itu tidak bisa terjadi?" Suasana tegang menyelimuti mereka.

"Bisa dong, kan cinta bisa tumbuh karena terbiasa." Ucap Ajeng mencoba menghentikan perdebatan ini.

Namun sepertinya Leo belum menyerah, "Lalu apakah mas Damar mencintai Delia?" Ucapnya main-main namun ada keseriusan dalam matanya.

"Haruskah saya menjelaskan mengenai perasaan saya terhadap orang asing?"

Ajeng benar-benar ingin kabur sekarang. Dia melirik kesana kemari, ketika melihat Delia sudah sampai Ajeng menghela nafas lega.

"Lo lama banget sih! Nggak ngajak-ngajak gue lagi." Ajeng melampiaskan kekesalannya pada Delia.

Delia menganga, heran karena dimarahi secara tiba-tiba, "Gue kan udah bilang mau ke toilet. Lagian nggak sampai 10 menit." Bibirnya cemberut karena dimarahi tanpa alasan.

Damar & DeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang