Bab 29

16.4K 1.1K 23
                                    

Happy Reading!!!!

"Kok nggak bilang sama Ibu sih?!" Omel Mayang dengan raut khawatir, "Kalau tahu kan acaranya bisa Ibu undur, jadi kamu nggak perlu maksain pas lagi sakit datang ke rumah. Makan saja susah, ini malah jalan ke sini."

“Aku naik mobil Bu, disetirin Mas Damar kok.” Balas Delia.

“Kamu ini!!” Mayang tambah kesal.

Delia meringis, bukan pada Ibunya tapi pada laki-laki yang duduk di sebelah Ibunya, Ibunya ini tidak kenal tempat untuk mengomelinya.

"Bukan salahnya Delia, Bu. Ini salah aku, Bu, harusnya aku yang ngabarin Ibu, tapi malah lupa." Bela Damar.

Delia mengangguk, "Iya, Bu. Ini salah Mas Damar, bukan aku." Berlindung pada Damar memang lebih baik.

Mayang semakin menatap tajam anaknya yang meminta perlindungan pada suaminya.

"Sudah, May. Delia lagi sakit masa kamu omelin."

Delia menatap ibunya yang menghela nafas setelah mendengar ucapan Om Tio, laki-laki yang menjadi kekasih ibunya. Hari ini Ibunya memutuskan untuk memperkenalkan mereka, dan meski lengannya masih sulit digerakkan dia tidak menolak acara ini. Dia ingin memastikan siapa laki-laki yang sedang dekat dengan Ibunya. Lebih cepat lebih baik. Melihat caranya menatap Ibunya, tampaknya dia adalah laki-laki yang baik. Setelah bertahun-tahun sendiri Ibunya akhirnya membuka hatinya, Delia yakin Ibunya telah memilih laki-laki yang paling tepat untuknya.

"Gimana tangan kamu? Masih sakit?" Ucap Mayang khawatir.

"Nggak apa-apa, nggak terlalu sakit, Bu." Delia berbohong, Delia punya toleransi rasa sakit yang rendah, jadi luka di tangannya ini benar-benar menyulitkannya, untung saja lukanya di tangan kiri.

"Kok nggak hati-hati sih? Ngapain coba kamu datangin pelaku kejahatan begitu saja?" Setelah itu Mayang kembali mengomeli Delia.

Delia menahan diri agar tidak memutar matanya, "Aku kan pengacara, Bu. Lagipula sebelumnya aku nggak tahu, Buuu." Kalau tahu mana mungkin Delia akan terluka seperti ini.

"Dicari tahu toh, Damar loh selama ini nggak ada terluka kayak gitu. Kamu baru sebentar jadi pengacara sudah luka kayak gitu."

"Ini salah aku, Bu. Nggak bisa jagain Delia dengan baik. Maaf ya Bu, gara-gara aku nggak jagain Delia dengan baik, dia jadi terluka kayak gini." Damar mengusap tangan Delia, sedangkan Delia yang tadinya bisa bercanda dengan menyalahkan Damar hanya terdiam. Entah mengapa dia pikir Damar tidak hanya meminta maaf akan luka di lengannya.

"Ayo makan, nanti makanannya jadi dingin, kamu sudah masak banyak, sayang kan kalau nggak habis." Bujuk Tio kembali yang membuat Mayang menyerah, awalnya dia ingin memperkenalkan Delia pada Tio dengan suasana yang baik, namun melihat luka Delia dia tidak bisa menahan dirinya. Delia yang sudah tumbuh Dewasa dalam pandangannya masihlah putri kecilnya, mungkin karena dia banyak melewatkan pertumbuhan Delia karena kesibukannya sendiri.

Setelah itu mereka mulai makan malam dengan suasana yang cukup hangat. Delia menatap interaksi ibunya dengan Om Tio. Memperhatikan senyum ibunya, kali ini dia benar-benar berharap ibunya bahagia.

Mereka membicarakan banyak hal, tentang anak Om Tio yang hari ini belum datang, rencananya memang hanya memperkenalkan Delia dengan om Tio saja, sebelumnya Ibunya sudah bertemu dengan anak om Tio sekarang giliran Delia. Sosok laki-laki yang sedang dekat dengan Ibunya itu adalah seorang dosen di salah satu kampus swasta di Jakarta. Pembicaraan mereka lebih banyak didominasi dengan berbagai isu di masyarakat, walau Delia lebih banyak diam, hanya sesekali menimpali. Dia lebih memilih memakan masakan buatan Ibunya yang sudah lama dirindukannya.

Damar & DeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang