"Stop it, I beg you! I need a glass of water."
Rintih kesakitan tentu tak di gubris oleh mahluk di belakangnya. Ini lah yang Ia terima, setelah Ia berani meninggikan suara seraya berserah supaya seseorang yang sedang berada disebelah ruangannya ini selamat.
"Kau gila! Kau benar-benar gila! Dia adikmu! Dia keluargamu! Kenapa kau tega melakukan itu padanya?" Jemarinya mengacung tepat pada hidung bangir sang lawan.
"Dia harus tau kalau kakaknya ini selalu serius dengan perkatannya." Sambut sang lawan dengan suara tenang, dirinya turun membasuh jemarinya yang terdapat sedikit bercak darah pada wastafel dapur. Tak lupa dengan sosok wanita yang mengikutinya dengan raut penuh benci yang begitu kentara.
"Tanpa kau buktikan pun dunia tau kalau kau tidak bermoral." Dengan berani sang wanita menarik lelaki tinggi itu lalu kembali mencaci di depan wajahnya.
"Yes, I'am. Lalu apa yang akan kamu lakukan hum?" Dengan kurang ajar jemari panjang lelaki tinggi itu merambat, meremas gundukan daging kenyal tak bertulang milik wanita. This is my favorite spot marking, batin si lelaki mendeklarasikan.
Sialan!
"Sembuhkan Evans, El!" Dirinya tak menepis tangan kurang ajar El, toh Ia berfikir inilah yang bisa Ia berikan sebagai imbalan untuk permintannya.
"Apa yang akan kau beri padaku jika aku menuruti kemauanmu?" Dirinya berlalu meninggalkan sang wanita di dapur dengan kesendiriannya.
"Akan aku puaskan kelainanmu."
"Apa?" Sang lelaki sontak menghentikan langkahnya.
"Akan aku puaskan hasrat gilamu." Ujar sang wanita penuh tantang. Iris arangnya bersitatap dengan iris sewarna lautan disana.
"Tch." Decih sang lawan bicara, dari sorotnya begitu kentara meremehkan ucapan sang wanita, "Sebaiknya kau tarik kembali perkataanmu sebelum kau menyesal, sweetheart."
"Aku tak main-main dengan perkataanku asal kau mau menyembuhkan Evans dari apa yang sudah kau lakukan padanya." Mantab. Sang wanita berujar mantab. Tanpa ada keraguan pada ucapannya. Tak peduli dengan apa yang akan Ia terima nantinya.
"Seorang budak tak pernah menyuruh Tuannya, dear." Dan inilah yang Ia terima. Budak. Iya, itulah panggilan yang cocok untuk dirinya kali ini.
Sexual Sadism Disorder, Eleardo adalah satu dari sekian banyak orang penderita sexual sadism, yakni tindakan menyakiti pasangan baik secara mental atau fisik guna mendapat kepuasan. Meski dirinya tidak lulus SMA, tak susah bagi Callandra mengetahui penyimpangan yang disimpan rapat oleh sang pria. Otak Callandra tidak bodoh untuk menyimpulkan dari tindakan Eleardo saat beberapa kali berhubungan sexual dengannya dan tentu dengan lancang Ia juga bertanya pada dokter pribadi Eleardo yang beberapa kali datang ke rumah ini. Beruntung sang dokter mau memberitahu dirinya meski dirinya harus banyak merengek.
Tiga puluh empat hari dirinya mewujudkan segala fantasi liar nan kejam sang lelaki. Tak ayal tubuhnya kini terlihat semakin rusak. Bekas memar, sabetan senjata tajam, kulit yang mengelupas sebab kerasnya cambukan gesper milik sang lelaki yang semakin hari semakin bertambah.
Untuk hari ini entah sudah berapa lama milik Eleardo bersenggama dengan miliknya. Dirinya sudah sempat pingsan, namun Eleardo tak menggubris itu. Bahkan mungkin jika dirinya matipun Eleardo tak terkejut sebab yang sekarang Ia fikirkan adalah kepuasan sexual-nya.
Tak ada kata nikmat yang Ia terima, hanya rasa sakit yang sangat Ia rasakan. Darah merembes dari miliknya sebab gesekan yang terlalu keraspun tak Eleardo perdulikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALENDRA [COMPLETED]
General Fiction[Follow terlebih dahulu untuk membaca] Tampang rupawan nan sempurna bak sesosok dewa mempuat setiap wanita yang melihatnya terpikat, dia Galen Ralph Bharaspati. Tak ada yang tahu siapa dia sebenarnya, Dia selalu berhasil menutupi apa saja tentang d...