"Siapa itu?" Belum sepenuhnya tubuh Calla masuk dikejutkan dengan suara berat nan desisan sengit dari balik pintu.
"Jawab sialan!!" Sentaknya membuat Calla terjengit.
"Dia kakak tingkat Calla." Jawab Calla dengan kepala tertunduk.
Kenapa dia masih saja ketakutan, padahal ini sudah jadi makanan sehari-harinya. Harusnya dia tidak lagi takut. Harusnya dia sudah terbiasa dengan ini.
"Ngapain?" Masih saja geraman benci tersimpan disana.
"Nganterin Calla." Calla masih terdiam kala tubuh tegap itu berdiri di hadapannya.
"Baru dua hari sekolah disana, sudah bergaul dengan lelaki." Lelaki paruh baya itu terkekeh, "Kau sekolah apa jual diri?"
"Yah!" Calla bosan setiap hari harus seperti ini.
Plak!
"Berani kamu menyentak!" Dan lagi. Tamparan, pukulan, cacian, bentakan selalu Ia dapat. Tidak bisakah Ia mendapat hak selayaknya seorang anak.
Mengabaikan perih di pipinya Calla hanya menatap sang Ayah datar, "Bisa gak? Ayah sehari aja gak hina Calla? Gak mukul Calla? Ayah mau dihormati, dihargai tapi sama sekali Ayah gak menganggap Calla ini mahluk hidup." Senyum getir terbit di bibir Calla. Tidak lagi dengan suara gemetar, tidak lagi ada air mata. Calla lelah. Ia ingin bicaranya didengar. Hanya itu.
"Kau-"
"Apa? Sialan? Tidak tahu diri? Jalang? Murahan? Nyusahin? Gak berguna? Apa lagi, Yah? Sebenarnya Calla anak Ayah bukan?" Dengan berani Calla menatap mata sang Ayah membuat sang Ayah merasa diremehkan.
Plak!
Lagi. Kini lebih keras, membuat tubuh Calla terjatuh di bawah tubuh sang Ayah yang menjulang di atasnya.
"Semua umpatan itu tidak cukup mendeskripsikan mu." Ucap lelaki itu dingin dengan tatapan lurus kedepan.
"Kau tidak seharusnya ada di dunia ini. Kau tidak diharapkan. Kau kira ibumu pulang karena apa?" Suara itu melemah di akhir kalimatnya, "Dia mengakhiri hidupnya, tidak kuat mendengar cacian yang terlontar dari mulut orang karena sudah melahirkanmu." Hanya sebentar lalu suara berat itu kembali meninggi.
Dada Calla terasa dihimpit, nafasnya sesak. Fakta apa lagi ini?
"Fiona. Dia satu-satunya keluarga yang ku punya. Hanya dia yang menganggap ku manusia disaat yang lain menganggapku makhluk yang tidak berguna." Siapa yang tau dibalik suara dan sikap keras seorang Falro ada kesakitan yang terselip di hatinya.
Calla masih terdiam posisinya tidak berubah secentipun. Sebenarnya apa yang tidak Ia ketahui? Bundanya mengakhiri hidup? Dia tidak diharapkan? Apa ini? Tolong beri Calla penjelasan. Otaknya berbelit, semua berbelit.
"Sudah ku peringatkan Fiona untuk menggugurkan kandungannya, namun Fiona kukuh ingin mempertahankannya. Mempertahankanmu. Dia selalu berkata bayi ini tidak bersalah, yang salah orang tuanya." Calla bisa merasakan sakit dari sura Falro.
"Jika kau bertanya Kau anakku atau tidak? Jawabnya Tidak." Mata tajam itu menatap Calla yang juga tengah menatapnya. "Aku Falro Raksena kakak kandung Fiona Raksena." Nafas Calla terasa berhenti di tenggorokan. Bagaimana bisa...
"Dan Kau!" Falro menatap tajam Calla. "Kau hanya anak dari lelaki brengsek yang sudah mengotori adikku." Falro berdecih berjalan memutari Calla.
Tuhan... apa lagi ini? Ini pasti hanya mimpi. Tidak mungkin. Bagaimana bisa orang yang selama ini Ia anggap Ayah ternyata Pamannya sendiri? Bagaimana bisa lima belas tahun Ia tidak sadar dengan ini? Bagaimana bisa ini terjadi? Mengapa... mengapa takdir ini tertulis untuknya?
KAMU SEDANG MEMBACA
GALENDRA [COMPLETED]
General Fiction[Follow terlebih dahulu untuk membaca] Tampang rupawan nan sempurna bak sesosok dewa mempuat setiap wanita yang melihatnya terpikat, dia Galen Ralph Bharaspati. Tak ada yang tahu siapa dia sebenarnya, Dia selalu berhasil menutupi apa saja tentang d...