GALENDRA |27

311 7 0
                                    

Netra bak sebilah pedang itu mengerjap. Menyesuaikan cahaya tiba-tiba yang menyerangnya. Ditatapnya sekeliling, dimana Ia berada? Bangunan apa ini?

Sebuah bangunan bergaya roma kuno dengan banyak ukiran klasik dan asitektur mewah. Sepertinya Ia ingat tempat ini tapi kapan dan dimana?

Berusaha bergerak namun tubuh pahatan dewa miliknya seolah di bandol bahan berat, semua pergerakannya begitu lambat tak bisa cekatan seperti biasanya. Ada apa dengannya?

Terlalu sibuk melihat tangan dan kakinya hingga kedatangan sesosok makhluk cantik membuatnya hampir berteriak.

"Sialan. Dari mana Lo dateng?" Tanyanya pada seorang yang kini tengah mengalungkan lengan ranting di leher kokohnya. Wajah secantik aphrodite itu menampilkan kurva naik yang begitu cantik mampu melemahkan syaraf sang lelaki.

"Kakak sih sibuk makanya nggak tau Aku dateng wuu . . " Suara itu. Mengalun lembut bak nyanyian indah beriring masuk ke pendengarannya.

Dengan perlahan pria itu menggerakan lengannya yang tiba-tiba sudah kembali ringan. Apa-apaan ini?

Lengan berotot itu terangkat, meletak pada pinggang ramping yang terlapis dress selembut sutra.

"Maaf ya sayang." Ucapnya dengan suara serak. Netranya memejam kala sang pujaan memijat tepat di belakang telinganya. Tidak! Ia mohon jangan diteruskan, Ia tidak ingin kembali merusak sang tercinta.

Kepala yang pening seketika, Ia jatuhkan pada bahu sempit sang gadis. Netranya memejam kian rapat kala hidungnya menangkap aroma sang gadis yang Ia rasa hari ini semakin memabukan.

Gila! Ini gila! Dia gila! Otaknya gila! Berfikir akan menggagahi sang tercinta di tempat antah-berantah yang Ia tak tahu ini di belahan dunia mana.

"Kenapa mukanya merah?" Suara sang gadis terdengar mendayu di telinganya. Pijatan di belakang telinganya berhenti. Jemari lentik itu berganti mengelus tengkuk dan punggung tegapnya secara acak.

"Callandra. Berhenti sayang! Kakak gak mau makin brengsek." Di rengkuhnya tubuh indah itu erat. Kalbunya cemas berharap tindakan gadisnya berhenti.

"Kak Galen nggak brengsek kok." Hembusan nafas sang wanita menubruk kulitnya. Membuat kelakiannya ingin terlepas sekarang juga.

Cup

Perlahan namun dalam ciuman itu tercipta. Kecipak basah akibat bertemuan dua belahan daging tak bertulang itu semakin detik semakin bergairah. Permainan dari keduanya memabukan.

Sang lelaki menggeram bak serigala kala lidahnya di gigit kecil oleh sang gadis. Tangan itu sudah menjalar buas mencari bagian yang Ia suka.

Grrugh!

Pagutan panas itu terlepas kala kaki kokohnya merasakan getaran kecil pada tempat yang Ia pijak.

"Kenapa?" Ditatapnya sang gadis yang tengah meraup banyak oksigen.

"Kerasa gempa?" Tanyanya dipandang lembut oleh si gadis.

Grrugh!

Kali ini datang lagi namun terasa lebih hebat.

Brak!

Satu ukiran besar jatuh dari atap. Terjatuh tepat di sebelah sang wanita. Galen menutup matanya dengan lengan berusaha menghalau debu yang ikut dengan reruntuhan.

"Callandra, kita harus pergi!" Sang lelaki berujar, berusaha menarik lengan sang kasih namun terhenti sebab tubuh sang gadis tak bergerak barang se-centi.

"Pergilah!" Ujarnya dengan suara lembut nan menenangkan.

"Tunggu! Apa maksudnya? Lo buta! Bangunan ini mau runtuh!" Galen berucap setengah berteriak sembari berusaha menangkis reruntuhan kecil yang menimpanya.

GALENDRA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang