GALENDRA |14

507 24 0
                                    

Mengulas kisah Bartam.

. . .

Dengan rasa resah, malas, tanpa semangat puluhan pemuda itu berjalan dari arah gerbang SMA Dhirgantara. Pukul 2.45 dini hari operasi Galen dinyatakan selesai. Itu pun sudah tidak sesuai dengan waktu awal yang di tentukan. Reaksi tiba-tiba dari tubuh Galen membuat semuanya panik terutama dari para dokter yang tengah menghadapi kondisi kritis pasien dan ditambah dengan amarah Tuan Muda pemilik rumah sakit tempatnya bekerja.

Tubuh besar pemuda itu tiba-tiba mengalami kejang dengan denyut jantung yang tidak normal. Bunyi alat pendeteksi jantung berdenging hingga ke luar ruangan, beruntung Azergan bisa ditenangkan jika tidak entahlah bagaimana nasib Dokter yang menangani Galen.

Gardha menepuk pundak Bartam lalu berjalan lebih dulu. Puluhan pemuda itu berhasil menyita atensi murid SMA Dhirgantara. Tidak menyangkan bahwa kelompok kini sebanyak itu, mereka kira circle Galen hanya beberapa orang yang setiap saat dengan Galen namun mereka salah. Begitu banyak siswa SMA Dhirgantara yang ikut dalam kelompok yang diketuai oleh Galen Ralph Bharaspati.

Tapi tunggu, dimana Galen?

Itu pertanyaan yang hanya bisa tersimpan di benak banyak orang disana. Tentu mereka tidak berani bertanya bahkan hanya untuk menyapa pun tidak berani karena ekspresi segerombol pemuda itu seolah berkata 'Lo halangi, Lo mati!'

"Kalian!" Suara dengan nada tinggi itu menghentikan segerombol pemuda yang kini memenuhi koridor sekolah.

"Jam berapa ini?! Sudah terlambat! Jalan pelan menuhin koridor, memangnya ini sekolah punya moyang kalian, iya?!" Suara orang asing itu terdengar marah menimbulkan kernyitan penuh tanya pada Gardha dan teman-temannya.

"Siapa anda?" Bartam bertanya tetap berusaha tenang. Ayolah suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja Ia malas kalau harus menahan amarah.

Plak!

Semua yang melihat kejadian itu terkejut melihat Bartam ditampar sampai suara itu terdengar ke penjuru akibat kerasnya tamparan yang Bartam terima.

"Sudah salah pakai ngejawab kamu! Ngelawan kamu sama Gurumu!"

"Anjing!"

Tanpa disangka Bartam membuang asal tasnya dan menerjang orang dengan kisaran usia 35 tahun itu.

Suasana akan runyam jika saja Gardha dan Zergan tidak memisahkan dua orang itu.

"Lepaskan saya! Sialan anak itu!"

"Lepasin gue anjing!"

Dua orang dengan tenaga yang tidak lemah itu tetap berusaha saling meraih.

"Ambrosius Bartam Anrez Lesmana!" Bartam tersadar. Tidak ada yang tahu nama Baptisnya kecuali teman dekatnya dan juga . . .

"Dacha." Bartam benar-benar berhenti bergerak saat gadis yang sangat Ia sayangi itu berdiri menghampiri dirinya dan orang asing yang katanya guru baru itu.

Gadisnya berjalan setengah berlari dengan kepala sekolah disana. Dari tatapan sang gadis Bartam sangat paham jika saat ini gadis itu tengah memendam perasaan kecewa untuknya.

"Apa-apaan ini?" Suara bass milik kepala sekolah terdengar namun Bartam tetap tak dapat mengalihkan pandangan dari Dacha yang kini mengalihkan pandangan seolah tak mau menatapnya.

Pak Tara -guru baru- mengibaskan pundaknya melepas cekalan beberapa siswa berandalan yang tengah menahannya.

"Ikut saya ke ruangan, sekarang!" Suara sang kepala sekolah terdengar otoriter dan tidak terbantahkan.

GALENDRA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang