Teriknya matahari dan hembusan angin jalan membuat gadis itu sedikit meringis. Mengalihkan pandang menatap punggung didepannya, meski terbungkus jaket denim tetap tak menyamarkan punggung yang tegap nan bidang ini.
Membenturkan keningnya pada punggung itu berulang, mata gadis bertubuh mungil ini menatap bayangannya bersama pemuda jangkung diatas aspal.
Mengangkat satu tangannya, membentuk finger love dari telunjuk dan jempolnya yang dirapatkan. Hampir sepanjang perjalanan gadis itu terus bermain dengan bayangannnya membuat pemuda yang tengah sibuk menyetir itu mengangkat sudut bibir membentuk senyuman dari balik helm fullfacenya.
"Loh ko jadi gelap?" Gumam gadis itu menengadahkan kepalanya menatap matahari yang tiba-tiba tertutup oleh mendung.
Gadis itu membuang nafas bosan, jalanan yang cukup ramai dan terkadang macet membuat rasa bosannya kian bertambah.
Merasakan setetes air jatuh menimpa kepalanya gadis itu kembali menengadahkan kepalanya.
"Eh?" Gadis itu tertawa kecil saat air lagi menimpa hidungnya disusul tetesan yang lain hingga gerimis datang lumayan banyak.
Merasa hujan semakin deras pemuda itu membelokan motornya di depan ruko yang tutup guna berteduh.
"Kok berenti?" Ujar gadis itu sedih.
"Lo mau demam Gue gak bawa jas hujan?" Balas pemuda itu setelah melepas helm dan mengusik surai gelapnya.
Sang gadis mengerucutkan bibirnya nampak menggemaskan.
Gadis itu turun berdiri di depan toko dengan pemuda jangkung disampingnya.
"Kak Galen tahu gak-"
"Gak." Potongnya sebelum sang gadis melanjutkan ucapannya.
"Ihh belum selesai ngomong!" Kesal sang gadis membuat pemuda itu tertawa kecil.
"Iya iya." Pemuda itu berbicara.
"Orang yang kayak hujan itu orang hebat." Lanjut sang gadis.
"Kenapa?" Pemuda itu bertanya.
"Iya, meski hujan itu jatuh berkali-kali ke bumi dan banyak orang yang menepi saat Ia datang tapi hujan tak pernah menyerah dan berhenti. Hujan tetep datang buat membasahi tanah dan mata air supaya manusia gak mati kekurangan air."
Pemuda itu diam mendengarkan ucapan gadis kecil disampingnya.
"Makanya kita itu harus kayak hujan gak gampang nyerah dan tetap bermanfaat untuk orang lain meski kadang apa yang kita lakukan gak dipandang." Gadis itu terdiam sejenak.
"Jangan jadi senja, emang senja itu bagus indah sampe dikagumi orang karena indahnya tapi cuma sebentar lalu senja indah itu pergi terganti sama gelapnya malam."
Pemuda jangkung itu menatap sang gadis lama, Ia rasa yang dikata gadis ini sepenuhnya benar. Kita harus meniru hujan jangan hanya senja, kita harus berguna bagi orang jangan hanya memanfaatkan sesuatu yang kita punya. Karena semua hanya titipan tuhan yang nanti bakal hilang.
Menatap air yang menetes deras dari atap gadis itu memeluk dirinya sendiri karena lama-lama udara dingin mulai menusuk kulit.
Melihat gadis di sampingnya kedinginan, pemuda itu melepas jaket denimnya lalu menyampirkan dibahu sempit sang gadis.
"Kalo dingin bilang." Ucap pemuda itu disambut tawa ceria dari sang gadis.
"Hehe,, baik banget Kak Galen."
Kembali terdiam, hujan masih saja deras tidak ada tanda akan reda.
Kruuk..
"Lo laper?" Galen bertanya saat mendengar bunyi yang tidak asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALENDRA [COMPLETED]
General Fiction[Follow terlebih dahulu untuk membaca] Tampang rupawan nan sempurna bak sesosok dewa mempuat setiap wanita yang melihatnya terpikat, dia Galen Ralph Bharaspati. Tak ada yang tahu siapa dia sebenarnya, Dia selalu berhasil menutupi apa saja tentang d...