Riak bel bergema di penjuru sekolah, membuat sedikit perasaan lega muncul akibat drama peras otak dengan guru sebagai peran utamanya telah selesai kini tinggal drama kehidupan dengan diri sebagai peran utamanya.
"Oh jadi itu cewek gatel yang Lo maksud?" sayang beribu sayang telinga yang tadinya dingin tenang sedikit memanas akibat suara yang kurang sedap di dengar.
"Iya itu tuh ganjen." Suara lain menyahut lebih sengit, "Tadi dia pura-pura lemah gitu sok ketakutan. Lo tau tadi dia dianter ke ruang kesehatan sama Bang Galen, Bang Gardha terus balik nemplok dia di Danzel sama Raga."
"Kak Sasya aja geram ama dia, pantes sih orang ganjen gitu. Hiihh..."
"Iya lah kalo gue udah gua jambak kalo perlu gue cakar tuh muka sok polos."
Sementara gadis yang dibicarakan diam membisu menahan gejolak hati, rasa terhimpit di dada membuat nafasnya sesak.
"Lagi ngomongin apa sih seru banget?" Suara lelaki dari arah belakang membuat dua gadis yang tadinya tengah bergosip ria itu terdiam.
"Eh.. K-kak Galen. Hai!" Sapa salah seorang gadis dengan suara yang dibuat selembut mungkin, dengan gerakan gugup menyelipkan surai hitam panjangnya kebelakang telinga.
Galen menampilkan senyum miring khasnya, "Kalian gak capek?" Galen bertanya dengan senyum masih tercetak di wajahnya.
"Hah? Capek kenapa?" Tanya salah seorang gadis.
"Engga dong, liatin cogan mana mungkin capek." Timpal gadis satunya.
"Saat pake make-up di dua muka sekaligus, gak capek?" Senyum Galen memang masih tercetak disana namun suara itu terdengar tajam menyindir.
"Mana mungkin, Bang." Dari arah seberang, Raga dan Danzel datang dengan Calla yang dibawanya.
"Mereka berdua tuh kayak uang koin, Lo tau?" Danzel menyeringai sementara Calla bingung, mengapa Ia dibawa-bawa kesini? Dia ingin segera pulang saja.
"Kenapa tuh?" Raga bertanya sambil berjalan kearah Galen, kini posisinya Galen ditengah dengan Calla di sampingnya ada Raga dan Danzel. Empat manusia itu menatap dua gadis yang tengah memandang mereka bingung.
"Punya dua muka tapi sayang recehan." Danzel dan Raga high five dan tertawa senang. Galen menyugar rambutnya sembari terkekeh kecil.
Dua gadis itu mengeraskan rahang, menatap tiga lelaki itu bergantian lalu menatap gadis yang berada diataranya tajam. Calla menahan tawa melihat muka memerah dua gadis itu.
Tanpa mengucap sepatah kata, dua gadis itu berlalu meninggalkan keempat manusia. Membuat tawa Raga dan Danzel kian keras.
"Savage banget, anying." Raga menepuk pundak Danzel dengan tawa yang mulai mereda.
"Jangan selalu diem, kalo ada orang ngomong gitu jawab aja." Galen berpesan pada gadis mungil di sampingnya.
"Diam tidak tentu kalah kan?" Calla bertanya.
"Tapi setidaknya jawab aja sama kata yang bisa ngebuat omongan sampah itu berenti." Galen menyentil kening Calla pelan.
Calla mendengus lalu menunduk, Galen berlalu.
"Yok ikut dia!" Danzel merangkul pundak Calla.
"Eh tapi kan Calla mau pulang." Calla berusaha menahan tubuhnya namun apa daya tenaganya jauh dari Danzel.
"Ntar ae pulangnya, Gue kenalin Lo ke temen-temen Bang Galen." Sahut Raga ikut menarik tubuh mungil itu.
Mau tak mau Calla mengikuti permintaan dua temannya ini. Calla menurut saja saat Raga menyuruhnya naik ke atas motor, lalu keluar mengikuti Galen yang sudah hilang dari jangkauannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALENDRA [COMPLETED]
Fiksi Umum[Follow terlebih dahulu untuk membaca] Tampang rupawan nan sempurna bak sesosok dewa mempuat setiap wanita yang melihatnya terpikat, dia Galen Ralph Bharaspati. Tak ada yang tahu siapa dia sebenarnya, Dia selalu berhasil menutupi apa saja tentang d...