"Ayahanda."
Raja menoleh ketika mendengar putra sulung kesayangannya itu memanggil dirinya. Dia tersenyum sambil menggerakkan tangannya seolah menyuruh Yaku mendekat untuk melihat pemandangan malam kerajaan Dread yang cukup tenang itu.
Yaku yang paham pun sontak mendekat dan berdiri tepat di samping sang Raja.
"Ada apa Yaku? Apakah kau memerlukan sesuatu?" tanya sang Raja sambil meneguk wine yang ada di gelasnya.
Yaku menggeleng dan ikut menatap keindahan kerajaannya itu.
"Tidak ada, aku hanya.... Sedikit merindukan Ayahanda."
Raja tertawa renyah mendengar itu kemudian merangkul bahu anaknya dan menepuk-nepuknya sesekali.
"Hahaha, Ayah akan selalu ada di sini bersamamu. Tidak perlu merindukan Ayah." ucapnya yang sudah setengah mabuk.
Yaku tersenyum tipis mendengar itu. Dia kembali memperhatikan kerajaannya yang sangat tenang dan damai. Tidak seperti dulu yang selalu ricuh akibat perang.
"Ayahanda, jika perang terjadi lagi. Apa yang akan kau lakukan?" tanya Yaku tanpa mengalihkan pandangannya.
Raja yang tadinya sedang tertawa renyah seketika berhenti dan menatap gelas yang berisikan wine itu. Dia menggerakkan gelasnya pelan. Menyaksikan air yang terpontang panting mengikuti gerakan tangannya.
"Ayah akan berjuang sekuat tenaga agar kita menang dalam perang itu." sang Raja menjawab dengan tatapan lembutnya.
"Apakah Ayah akan mengorbankan nyawa demi kerajaan Dread?"
Raja itu terdiam sejenak kemudian menatap Yaku dan mengangguk. "Jika itu bisa membuat kita menang dalam peperangan, Ayah akan melakukannya." Raja berkata sambil tersenyum lebar, sehingga membuat matanya menghilang.
Yaku terpaku mendengar itu perlahan dia mendekat pada sang Ayah dan memeluknya dari samping.
"Ayah sangat baik dan peduli pada kerajaan, ya?" ucapnya sambil memeluk Raja dengan erat.
"Iya, dan ketika kau menjadi Raja. Kau juga harus melakukan ini, ya!"
Yaku mengangguk mendengar itu dan sedikit berjinjit untuk membisikan sesuatu pada Ayahnya.
"Ya, maka dari itu. Mati lah."
CRAKKK
•••••
"Raja tewas!"
"Raja mati! Ku dengar ada yang menusuknya menggunakan sebilah pedang!"
"Mayatnya di temukan di balkon kerajaan!"
"Pukul berapa dia mati?"
"Bagaimana bisa? Bukankah Raja itu kuat? Tidak mungkin dia mati!"
Kenma hanya bisa terdiam mendengar para prajurit dan juga dayangnya yang mengatakan itu.
Pagi hari yang biasanya dia lalui dengan tenang.
Kini berubah menjadi penuh dengan hiruk pikuk manusia yang berlari ke sana kemari untuk menyiapkan pemakanan sang Raja. Tentu saja dengan diiringi rasa panik dan terkejut yang besar karena Raja yang terbunuh secara tiba-tiba.
Padahal mereka yakin bahwa semalam tidak ada penyusup atau pun orang asing yang memasuki kerajaan ini.
Lantas, siapa yang membunuh sang Raja?
Kenma tidak tahu akan hal itu.
Bahkan dia terlihat tidak begitu memperdulikannya. Tidak ada raut sedih atau pun terkejut. Wajahnya hanya menampilkan raut datar dan lempengnya.
Dia berhenti melangkah ketika telah tiba di ruangan besar yang sudah terisi dengan ramai orang yang tidak Kenma kenali. Hanya sedikit dari gerumunan orang itu yang Kenma kenali.
Dia terus melangkah memasuki lautan manusia yang berjejer rapih itu. Mencoba mengambil posisi paling depan untuk melihat Ayahandanya yang sebentar lagi akan di masukkan ke dalam peti mati.
Setidaknya dia harus ada di posisi paling depan, meskipun dia tidak merasakan kesedihan sama sekali atas kepergian sang Ayah.
Entah mengapa hatinya malah sedikit lega.
"Kasihan sekali Pangeran Yaku."
"Ya, padahal dia baru bertemu Raja sebentar tetapi Raja sudah pergi meninggalkannya."
"Huh.... Semoga dia akan baik-baik saja ketika Raja pergi."
Kenma yang mendengar itu segera mengedarkan pandangannya menatap kearah peti mati yang ada di hadapan banyak orang itu. Di sebelah peti mati itu terdapat Yaku yang sedang menangis tersedu-sedu serta seorang pengawalnya yang bernama Lev.
"A-ayahanda... Me-mengapa kau pergi begitu ce-cepat?" Yaku berkata di sela-sela tangisnya.
Kenma tidak berbicara atau bahkan bergerak dari tempatnya. Dia malah menatap lekat Yaku yang sedang menangis itu.
Entah Kenapa....
Yaku seperti sedikit memaksakan dirinya untuk menangis?
Alisnya bertaut memikirkan hal itu. Dia makin memfokuskan penglihatannya pada Yaku yang perlahan mulai mundur dari peti mati yang akan di tutup itu.
Tak
Peti mati itu tertutup rapat.
Dan tepat setelahnya, beberapa Penyihir kerajaan merapalkan mantra dan tiba-tiba saja peti itu menghilang.
Kenma tidak perduli akan hal itu, itu hal wajar yang di lakukan ketika salah satu anggota kerajaan mati. Mayatnya tidak akan di kubur atau pun di bakar. Melainkan di simpan di dalam sihir dimensi ruang dan waktu.
"I-iya... A-ayahanda mengatakan bah-wa akulah yang akan menjadi penerusnya.. Hiks."
Ya, tanpa bertanya pun semua orang tahu itu.
"Baiklah Pangeran, nanti siang kami akan segera melakukan upacara pengangkatanmu sebagai Raja baru."
Yaku yang mendengar itu mengangguk kecil sambil menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Mencoba menyembunyikan wajahnya yang penuh dengan air mata.
Namun, sesaat sebelum tangan itu menyentuh wajahnya. Kenma melihat sesuatu.
Sesuatu yang membuatnya terkejut dan juga merasa heran.
"Dia... Tersenyum?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ouji To Majo • Kuroken[✔]
RandomPangeran dan Penyihir tidak bisa bersatu, dan semua orang tahu itu.