Meet Him

528 66 0
                                    

Mama mati ketika aku kuliah semester tiga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mama mati ketika aku kuliah semester tiga.

Sebuah keajaiban sebenarnya karena dokter memvonis lima tahun yang lalu. Mama bertahan dan terus bertahan dari kanker payudara. Mama punya tabungan, aku membayarnya dengan itu.

Kami tidak punya uang. Hidup selalu dicukupkan tetapi kata mama dari tabungan itulah aku bisa sekolah serta biaya pengobatan mama. Sebelum pulang ke langit, mama menitip pesan bahwa aku boleh menggunakan tabungan itu sewaktu-waktu.

Mama mungkin berpikir aku tidak tahu apa-apa. Namun, aku tahu tabungan itu berasal dari lelaki asing yang menyembuhkan telingaku saat umur sepuluh.

Tidak banyak yang datang ke upacara pemakaman mama. Toh aku memang tidak punya saudara. Hanya tetangga usil yang hobinya menggosip.

Teman? Tidak ada.

Katanya mereka tidak mau tertular penyakit. Atau mungkin ada tetapi sekarang entah pergi ke mana. Lagi pula, aku tidak peduli. Aku senang sendirian.

Aku senang sendirian. Kalimat itu kurapalkan dalam hati ketika kembali ke rumah sederhana. Hanya ada ruang tamu yang terkadang beralih menjadi dapur, lalu kamar kecil yang menyatu dengan kamar mandi.

Mama biasanya sedang duduk di lantai sembari menyiapkan makanan. Dia tersenyum lalu melambaikan tangan menyuruhku cuci tangan kemudian makan. Sekarang, hanya ada ruang kosong yang bersih.

Aku senang sendirian.

Kulepas sepatu beserta kaus kaki untuk diletakkan di teras. Tungkaiku berjalan ke kamar. Aku tidak ingin mandi walau bau keringat. Kulepas ransel di atas meja. Kemudian, aku berbaring di ranjang yang muat satu orang.

Dulu, aku dan mama tidur berdua di sini. Sempit sih, tapi kami saling memeluk agar tidak terjatuh. Aku tersenyum mengenangnya. Mama dan aku kurus, tidak jadi soal juga walau berbaring sejajar.

Aku senang sendirian.

Kupejamkan mata perlahan. Bau lavender masuk ke rongga penciuman. Aroma mama masih membekas di sini. Kalau kucuci, apa baunya akan hilang? Tapi aku ingin selalu mencium bau mama. Mungkin, aku tidak akan mencucinya.

Aku senang sendirian.

Aku bertanya-tanya apakah mama juga senang sendirian. Dia sendirian di alam baka. Aku sendirian di dunia. Kami sendiri. Apakah mama kesepian di sana? Kalau aku menyusul, mama bakal marah tidak ya?

Tanganku terkepal. Dadaku sesak. Seperti ada sesuatu yang menghimpit saluran pernapasan. Hidungku sulit menghirup udara. Aku duduk lalu menutup wajah menggunakan kedua tanganku. Air mata sialan.

"Aku benci sendirian, Ma."

×××

Hidup harus tetap berjalan. Itu yang sedang kulakukan.

Mama sepertinya suka sendirian. Aku juga. Aku berangkat kuliah seperti biasa. Mandi, sarapan, dan berdandan. Meja rias mama tidak berubah. Masih penuh dengan kotak emas dan perak. Mama selalu membeli merk kecantikan yang sama. Dari perona bibir, foundation, bedak, dan lainnya. Aku mengambil parfum, menyemprotnya sedikit ke pergelangan tangan. Kucium, bau lavender. Aku tersenyum. Akan kucari parfum ini selepas pulang kuliah nanti.

Adiksi || Hunrene [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang