Satu minggu sejak kehamilanku diumumkan, aku mengurung diri di dalam kamar.
Keputusan memberi tahu Sehun sudah mutlak. Kakek mengundang pria itu hari ini kemari. Aku menolak bergabung. Kukatakan bahwa aku hanya akan mendengarkan kesimpulannya saja. Kendati aku sudah mengetahui arahnya ke mana.
Aku ingin menangis, tetapi tidak ada air mata yang keluar. Sementara sesak di dada terus menggemuruh. Akan lebih baik jika aku menangis karena biasanya hatiku sedikit ringan. Aku tak dapat mengendalikan perasaan. Aku tak dapat mengendalikan tubuh.
Tungkaiku mondar-mandir ke toilet secara berkala. Hanya untuk memuntahkan udara. Gejala hamil ini menuntutku terus berada di sini. Aku membasuh mulut. Setelahnya, kutatap pantulan diri di cermin.
Perempuan berkulit pucat itu semakin kurus.
Jemariku meraba cela kosong yang ditimbulkan dari lengkungan tulang belikatnya yang menonjol. Aku tidak yakin perempuan itu dapat bertahan selama sembilan bulan ke depan. Dia teralu lemah untuk menanggung sebuah nyawa.
Aku tertawa. Miris dengan kondisinya. Ditambah lagi tidak ada yang memihaknya. Orang-orang di sekelilingnya cuma mementingkan reputasi. Tidak ada yang sungguhan peduli.
'Sudah kubilang, mati saja.'
Dengar, mereka berdebat lagi di dalam kepalaku.
'Mati tidak menyelesaikan masalah. Pikirkan baik-baik risikonya.'
'Kau mau membiarkan Sehun mengambil anakmu?'
'Kau hanya dijadikan tempat penampungan selama sembilan bulan. Setelahnya kau akan dibuang.'
'Kau mau melihat anakmu menderita?'
'Kau tidak siap mengandung.'
'Kau tidak siap mempunyai anak.'
'Kau tidak bisa membesarkan seorang anak.'
'Tapi kau punya keluarga.'
'Mereka palsu. Jangan percaya. Kau sendirian di dunia ini.'
Berhenti.
'Mati saja.'
Kumohon berhenti.
'Kau bukan hanya membunuh dirimu, bayi yang tak bersalah pun ikut kau bunuh.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiksi || Hunrene [Completed]
Fanfiction[Completed] Mama pernah bilang, cari sesuatu yang bisa melindungimu agar hidup aman. CW: Mature content ©Lunabycrown