Empat Desember adalah tanggal ketika Sehun menyatakan kami sepasang kekasih.
Aku belum pernah menjalin hubungan dengan lelaki mana pun. Jadi, aku tak punya gambaran atau rekaan akan seperti apa ke depannya. Yang pasti, untuk sekarang Sehun terus membuat jantungku berdetak tak karuan. Hatiku sesak, tetapi sesak yang menyenangkan.
Napasku memburu meski Sehun telah turun dari tubuhku dan kini sedang telentang di sampingku. Dia pun sama. Kami berdua tersengal-sengal.
Kutatap langit-langit kamar yang terbuat dari kayu cokelat agak keemasan hasil pernis. Masih dengan detak yang cepat, pikiranku melayang pada mama. Kira-kira, apa yang berada di kepala mama ketika selesai "bekerja" di ranjang ini?
Aku tak pernah bertanya apakah mama melakukan itu terpaksa, sedih, atau biasa saja. Kuusahakan semua tindakan tidak menyinggung mama. Aku menutup mata pada jenis pekerjaan mama. Bagiku, bertahan atau berhenti dari pekerjaan tersebut sepenuhnya hak mama. Aku tidak berhak meminta. Toh pada akhirnya uang yang dihasilkan untukku juga.
"Apa yang kau pikirkan?"
Sehun mengecup pipiku. Lengannya yang berada di bawah punggungku menarikku ke dalam pelukan. Aku tersenyum sembari membalas ciumannya.
"Aku memikirkanmu," jawabku setengah menggoda. Sehun tidak perlu tahu aku sering membandingkan kehidupanku dengan mama.
Dia menaikkan satu alisnya sebelum menempelkan dahinya ke keningku.
"Untuk apa memikirkanku kalau aku ada di sini?"
Aku terkekeh geli karena dia meniup udara ke bibirku. Wajah kami nyaris tak berjarak. Tangannya mencengkeram lembut bahuku, menahan tubuhku tetap berdekatan. Mungkin aku tidak akan begitu risi kalau saja kami memakai baju. Saat ini, tidak ada sehelai benang pun yang menjadi sekat. Aku berhenti tertawa di saat Sehun memenuhi rongga mulutku. Lagi.
Meski minim pengalaman, kurasa Sehun adalah pria yang hebat dalam persoalan ranjang. Dia paham situasi untuk bergerak lembut atau kapan harus terburu-buru. Aku suka afeksi yang diberi lewat sentuhannya. Dia membuatku merasa diinginkan.
Sehun berhenti mencium, melepaskan tautan bibir kami. Namun wajahnya masih berdekatan. Napas kami berirama cepat, saling mencuri udara di setiap embusan.
"Apa yang kau pikirkan tentangku?"
Dia bertanya tetapi tak membiarkanku menjawab sebab bibirnya melumatku kembali. Aku tertawa dalam cumbuannya. Kudorong dadanya pelan berusaha mengambil napas.
"Kau harus berhenti menciumku supaya aku bisa menjawab pertanyaanmu."
Aku mengabaikan tangan Sehun yang membelai pinggul kemudian meremas bokongku berulang kali. Aku juga mengabaikan kakinya yang mengepit kakiku. Dia sedang mencoba mengacaukan akal sehatku.
"Meski aku lebih suka menciummu, tapi kau bisa mendapatkan yang kau mau. Silahkan ajukan pembelaan Anda."
Sesaat aku menahan nafas kala Sehun mendesak pinggulnya. Otakku tiba-tiba tumpul kehilangan fungsi. Dia bertanya apa tadi? Aku mencoba mengingat di tengah keusilan Sehun. Oh, iya. Apa yang kupikirkan tentangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiksi || Hunrene [Completed]
Fanfiction[Completed] Mama pernah bilang, cari sesuatu yang bisa melindungimu agar hidup aman. CW: Mature content ©Lunabycrown