Terkadang aku penasaran, berapa banyak cobaan yang sedang menungguku.
Selama mengandung, aku sering membaca ataupun konsultasi perihal kondisiku. Anemia, bayi kembar, dua hal itu membuatku was-was sehingga aku rajin mencari informasi.
Satu kali aku pernah membaca risiko-risiko atas kemungkinan baik dari kehamilan dan persalinan. Dari sumber yang valid, perdarahan setelah melahirkan itu normal. Menjadi abnormal bila mana melewati batas standar.
Hal yang paling kutakutkan ialah perdarahan postpartum. Seorang ibu bahkan koma dan nyaris meninggal karenanya. Dokter kandunganku meyakinkanku untuk tidak memikirkannya. Aku sudah menurutinya. Meski hal itu justru menimpaku, aku mencoba tabah. Setidaknya aku masih hidup.
Setidaknya aku masih punya kesempatan melihat bayi-bayiku.
Mereka cantik dan tampan. Sungguh, mereka adalah anugerah terindah. Aku tak bisa membayangkan jika dipisahkan dengan mereka.
Aku penasaran, apakah Sehun merasakan hal yang sama?
Aku tahu dia menemaniku saat persalinan. Aku mengenali rengkuhan tangannya. Aku tak mungkin lupa pada suaranya. Namun, sejak aku bangun dari pingsan, pria itu belum menunjukkan kehadirannya sama sekali. Tidak ada yang menyinggung pria itu. Padahal aku menunggunya. Aku ingin mengucapkan terima kasih karena telah menyemangati.
Bagaimana pun, dia tetap ayah dari bayi-bayiku.
Rasa takut itu masih ada. Takut jika dia merenggut anugerah terhebatku. Namun, aku yakin papa dan kakek tidak akan membiarkan Sehun mengambilnya. Bukan berarti juga aku tega melarang Sehun menengok bayi kami.
Hatiku mencelus melihatnya yang tersenyum pasi di balik kaca ruang bayi. Tangannya terulur, seolah sedang membayangkan mengusap mereka. Aku merasa seperti manusia terkejam yang pernah ada.
Sebuah kebetulan yang langka. Di saat aku tidak mencarinya, dia muncul di depanku. Aku berterima kasih pada firasat yang merindukan anak-anakku hingga mempertemukan dengannya.
"Pa, aku ingin berbicara berdua dengan Sehun," pintaku pada papa yang berdiri di belakangku. Tidak ada jawaban darinya. Namun, kursi rodaku bergerak mendekati Sehun. Aku memang belum bisa berjalan sepenuhnya. Selain karena efek persalinan, juga efek operasi pemulihan perdarahan.
Sehun baru menyadari keberadaanku saat papa menepuk bahunya.
"Titip Irene sebentar."
Papa beranjak pergi, meninggalkan kami berdua. Aku tak menatapnya. Pandanganku tertuju pada dua bayi mungil milikku.
"Aku tak akan mengambil mereka, jika itu yang kau khawatirkan."
Suaranya masih tetap sama. Ini kali kedua mendengar vokal baritonnya semenjak, nyaris setahun yang lalu.
"Lalu kenapa kau ada di sini."
Mulut bodoh. Bukan itu yang ingin disampaikan. Dengar saja tawa pahitnya. Aku tak bermaksud membuat Sehun terpojok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiksi || Hunrene [Completed]
Fanfiction[Completed] Mama pernah bilang, cari sesuatu yang bisa melindungimu agar hidup aman. CW: Mature content ©Lunabycrown