Sean membangunkanku dari mimpi.
Aku menatap nyalang langit-langit kamar. Suasana sunyi membuatku bisa mendengar deru napasku yang cepat. Aku menutup wajah dengan telapak tangan.
Semenjak angkat kaki dari rumah sakit, aku berhasil menangkal mimpi buruk dengan menelan pil penenang sebelum tidur. Aku heran kenapa Sean kembali muncul. Oh, tiba-tiba memori tangis Sehun yang memelukku terputar. Kalau tidak salah, aku ikut menangis dan terisak di pelukan Sehun gara-gara visualnya terganti oleh sang kembaran.
Setelah itu ... aku tidak ingat. Apakah aku jatuh tertidur begitu saja?
Mengingat sekarang tubuhku berbaring di tempat tidur, apa Sehun yang memindahkanku?
Oleh karena kepalaku dijejali berbagai pertanyaan, aku bangkit, menyandarkan punggung di kepala ranjang lantas menengok ke nakas. Jarum di beker mengarah pada angka dua belas tepat. Artinya, aku tertidur baru dua jam. Atau mungkin lewat dari itu kalau saat ini pagi.
Aku mengalihkan tatapan ke gorden. Di baliknya masih gelap. Ketika pandanganku beralih lagi, aku melihat Sehun yang tidur dengan posisi duduk di dekat lemari. Kukira dia pulang. Kukira dia meninggalkanku.
Mengapa?
Mengapa dia masih ada di sini?
Tungkaiku turun dari ranjang. Aku mendekatinya berhati-hati agar tidak mengeluarkan suara berisik. Kemudian, aku duduk tepat di hadapannya. Aku memeluk lutut dan menumpukan dagu di atasnya.
Aku ingin membangunkannya. Namun urung sebab melihat raut tenang walau tertidur dengan posisi tak nyaman. Padahal akan lebih mudah jika dia langsung pergi atau setidaknya dia ikut tidur bersamaku. Karena dengan begitu, aku punya alasan lain untuk membencinya.
Entah kesopanan, moral, atau iba, yang pasti sikap Sehun ini membuatku merasa bersalah. Terlalu banyak yang dia korbankan untukku. Aku mengambil waktunya. Aku mengambil pikirannya. Aku mengambil jiwanya. Jika memang benar demikian.
Dia mengikutiku sepanjang waktu. Aku heran, bagaimana dia menjalani kesibukan dan kewajibannya sebagai mahasiswa? Aku tak mau dia melalaikan semua itu. Seandainya perilaku dia jebakan semata, itu terlalu totalitas dan hampir mendekati kebodohan. Dia tak perlu melakukan itu karena pada dasarnya aku sudah hancur.
Kalau kisahku dijadikan karya sastra, mungkin bakal laku keras. Apa lagi bila diberi embel berdasarkan kisah nyata. Orang-orang suka mengasihani. Orang-orang senang bersimpati pada kehidupan yang dilingkupi elegi. Sayangnya, aku tak memiliki niat menuliskannya. Terlalu personal. Walau aku bisa saja beralasan mengambil sumber dari anonim di Naver.
Sehun akan menjadi karakter dengan fisik yang sempurna. Dia adalah karakter yang disayangi oleh pembaca sekaligus dikritik Gary Stue bagi para pengkritis. Dan aku bisa membungkam mereka jika menampilkan satu potretnya.
Dia adalah wujud nyata dari dewa yunani. Dia adalah definisi dari ketampanan absolut yang tak bisa diganggu gugat. Dia adalah standar visual yang tak bisa dikalahkan. Bukan bermaksud mengangungkan. Aku sekadar berbicara fakta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiksi || Hunrene [Completed]
Fanfiction[Completed] Mama pernah bilang, cari sesuatu yang bisa melindungimu agar hidup aman. CW: Mature content ©Lunabycrown