Aku bukan orang baik. Aku pendendam tetapi pengecut. Aku memaki tetapi dalam hati. Aku sama buruk dengan manusia lainnya. Bedanya, aku hanya pandai mengendalikan dari luar. Mengunci rapat semua akses agar tidak seorang pun bisa masuk menyelinap. Kubiarkan semua orang menganggap sesuai apa yang terproyeksi di otak mereka.
Aku punya keyakinan bahwa tidak ada orang baik di dunia ini. Kalau pun ada, mereka tidak ikhlas dan berujung meminta imbalan. Aku paham risiko ketika meminta bantuan pada seseorang. Setelah dipikir-pikir, mungkin aku membiarkan Sehun menciumku sewenangnya sebagai imbalan.
Sekarang, pria yang menolongku dari kejaran Margarit sedang mengobati lecet di wajahku. Kutebak, dia salah satu mahasiswa kedokteran sebab punya akses ke ruang unit kesehatan. Dia juga pandai membersihkan luka.
"Kau mahasiswi apa?"
Sehun mendudukkanku di ranjang kecil sementara dia berdiri dengan membungkuk ketika mengobatiku. Wajahnya terlalu dekat. Jantungku menjadi berdetak tak karuan.
"Sastra Korea."
Dia ber-oh ria.
"Kau tadinya punya utang apa pada Margarit?"
Tangannya menekan pipiku agak keras. Jemariku saling tertaut menahan ringisan sakit. Kugelengkan kepala sebagai jawaban. Aku pun bertanya-tanya alasan Margarit begitu membenciku padahal kami berbeda fakultas. Secara teknis, sebenarnya tidak ada jalan yang menghubungkan hingga kami bisa saling mengenal. Margarit seolah-olah datang dari dimensi lain untuk menyiksaku.
"Margarit, dia tidak akan melepaskan begitu saja meski hari ini kau kutolong."
Ucapannya membuatku cemas. Aku memang tidak kenal dengan Sehun, tetapi sepertinya lelaki itu mengenal betul perihal Margarit. Pandanganku memperhatikan Sehun yang membereskan peralatan ke kotak semula. Dia berdiri di depanku lagi.
"Apa Margarit takut padamu?"
Aku bertanya, Sehun membalas dengan tawa. Jemari besarnya menyampirkan rambutku ke belakang telinga. Entah mengapa atmosfir saat ini membuatku tegang.
"Semua orang takut padaku."
Mudah penasaran adalah salah satu kelemahanku. Aku tidak dapat membendungnya ketika mulutku bersuara.
"Mengapa?"
Mungkin, seharusnya aku tidak perlu bertanya. Harusnya aku sadar dari pembawaannya saja Sehun memang menyeramkan hingga patut ditakuti. Aku memundurkan kepala ketika wajah Sehun perlahan mendekat. Aku tidak mungkin salah paham ketika maniknya tertuju sepenuhnya pada bibirku.
"I'm dangerous. I can destroy anything. Everyone comply me."
Bibirnya hampir menyentuh milikku kalau aku bergerak sedikit. Aku mengerjap. Berusaha mendorongnya agar menjauh tetapi wajahnya tiba-tiba maju hingga aku refleks mundur dan jatuh terbaring di ranjang. Sehun memerangkapku. Aku tidak bisa bergerak karena dia membungkukkan tubuhnya. Dia masih memberi jarak dengan wajahku. Aku sadar Sehun sedang mempermainkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adiksi || Hunrene [Completed]
Fanfiction[Completed] Mama pernah bilang, cari sesuatu yang bisa melindungimu agar hidup aman. CW: Mature content ©Lunabycrown