Jika ingin menciptakan kenangan yang berharga, jangan hanya menunggu saja. Katakanlah "ayo" atau "iya". Sebab takdir tidak akan menunggumu selamanya tanpa ada aksi apapun.
Sekali lagi gerimis perlahan-lahan berubah menjadi hujan. Di jalan raya yang masih padat oleh kendaraan dan orang-orang, mobil hitam itu melaju dengan lambat tertahan oleh banyaknya lampu merah.
Tempias hujan menitik di jendela mobil yang penghuni di dalamnya tidak ada yang bersuara sama sekali kecuali suara radio yang menggema. Waktu terasa berjalan lebih lambat di dalam mobil itu. Pun kecanggungan yang terus menetap di antara mereka.
Mendung akan sirna jika sedikit saja sinar matahari menyelinap di antara padatnya awan-awan. Begitu pun kecanggungan akan sirna dengan sedikit saja percakapan.
"Kau kedinginan, Raf?"
Suara Hana mengalir memecah keheningan di mobil itu.
Pak Ervan yang mendengarnya, dengan sigap memberikan selimut kepada putranya.
Awalnya Rafi hendak menolak, namun ketika melihat Hana yang menatapnya tajam, ia bergeming dan dengan ragu mengambil selimut tersebut.
"Raf, Ayah nggak menyangka kamu punya pacar." Pak Erfan tersenyum.
"Hana dan aku hanya berteman, Yah."
Ucap Rafi menyangkal, merasa tidak enak karena Hana hanya diam saja."Tidak ada yang namanya pertemanan di antara laki-laki dan perempuan." Sangkal ayahnya lagi.
"Ayah..."
"Oiya Hana, bagaimana kalian bisa saling kenal?"
Penasaran.
Bukan hanya Pak Ervan yang penasaran, Rafi pun dipenuhi rasa ingin tau bagaimana Hana akan menceritakannya.
Rafi menggeleng.
Tidak, bukan itu. Lebih tepatnya apakah Hana mengingatnya?
Baik Rafi maupun pak Ervan menunggu sepatah kata keluar dari mulut Hana. Namun, gadis itu masih bergeming. Ia menatap tasnya, lalu hendak mengeluarkan buku harian. Tetapi, ia memasukkannya kembali.
"Rafi dan saya satu kelas, karenanya kami juga sering dalam kelompok yang sama dan beberapa kali mengerjakan tugas bersama." Ucap Hana.
Jawaban yang rasional dan sederhana.
"Putra bapak sangat sopan dan baik." Imbuh Hana.
Lagi-lagi, Rafi merasa sangat senang, seperti ada kepakan sayap kupu-kupu di perutnya. Juga perasaan hangat yang mengalir di sekujur tubuhnya.
Apa ini? Bahkan tanpa meminum teh chamomile, ia bisa merasakan kehangatan dan kelegaan itu.
Bagaikan pesulap yang melancarkan triknya.
Atau mantra ajaib?
Ah, di antara banyaknya kata, tidak ada yang tepat untuk mendeskripsikannya.
Sementara itu, lalu lintas menjadi ramai lancar. Perjalanan mereka menuju sebuah restoran keluarga pun tidak akan menyita banyak waktu lagi.
Di dalam mobil itu, tidak ada lagi kecanggungan. Berganti menjadi perbincangan dengan topik-topik sederhana antara Rafi, Hana, pak Ervan dan pak Zainal yang sesekali menimbrung.
"Saya suka sekali menonton acara debat di televisi."
"Wah, seleramu cukup nyentrik, ya." Kata Pak Ervan.
"Aku juga sempat terkejut awalnya, tetapi Hana memang kelihatan cocok dengan itu." Imbuh Rafi.
Netra keduanya saling bertemu.
Hana diam-diam senang melihat Rafi dan ayahnya yang saling menanggapi. Dilihatnya sorot mata pemuda itu nampak lebih cerah dan hangat. Ia sampai tidak percaya bahwa pemuda itu adalah pemuda yang sama saat di minimarket yang pernah dikatainya "menjijikkan", sebab seperti penguntit.
Hana berpikir bahwa Rafi merupakan tipe orang yang sebenarnya sangat ekspresif. Dia tidak menutupi emosinya dan apa yang dirasakannya. Walaupun terlihat dari luar ia hanya memasang tampang yang selalu ramah dan tidak lupa dengan senyum bodohnya.
Namun, kali ini senyumnya bukanlah senyum bodoh. Tetapi, Senyum yang rupawan.
Di restoran itu tidak banyak pengunjung. Pak Ervan sudah melakukan reservasi sebelumnya. Di dalam restoran itu sebagian besar interiornya terbuat dari kayu. Bahkan hiasan dinding dan pernak-pernik lainnya juga.
Warna coklat dan hitam yang mendominasi, membuat restoran itu terlihat hangat dan elegan. Adapaun restoran tersebut menggunakan konsep restoran terbuka. Dimana para pengunjung bisa melihat koki memasak makanan mereka secara langsung.Terlihat para pramusaji dengan seragam putih hitam berseliweran di area dapur.
Mereka satu persatu membawa nampan berisi hidangan ke meja dimana pak Ervan duduk.Di meja panjang itu, Hana dan Rafi duduk bersampingan, sedangkan pak Ervan berada di seberang meja.
Sedikit demi sedikit meja itu mulai penuh dengan makanan.
Hana terkesima dengan banyaknya makanan di depannya.
Pak Ervan melihat ke arah Hana yang nampak terkesan dengan banyaknya makanan, tersenyum kecil.
"Mari Hana, Rafi, makan yang banyak. Jangan sungkan sungkan!"
Hana mengangguk. "Terima kasih atas makanannya, Pak."
"Hana?" Ucap seorang berseragam putih hitam.
Seorang pemuda tinggi, berkulit terang, dengan iris warna gelap itu berdiri mematung di samping meja. Netra gelapnya berbinar melihat gadis berambut pendek di hadapannya.
"Benar Hana, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Me In Your Old Diary
Teen FictionHana yang mempunyai kemampuan mengingat yang buruk. Bertemu dengan seorang pemuda bernama Rafi, yang beberapa hari terakhir nampak memperhatikan dan mengikutinya. "Find me in your old diary," kata pemuda itu. Meninggalkan rasa penasaran di benak Han...