16 | Butterfly in My Stomach

17 1 0
                                    

"Apa itu?" Tanya Hana sembari menatap 2 kotak bekal jumbo yang dipamerkan Rafi.

Iya, Hana tau itu kotak bekal. Tetapi yang menjengkelkan adalah betapa senangnya Rafi dengan benda itu.

"Kotak bekal." Kata Rafi dengan sumringah.

"Aku tau itu kotak bekal. Kau juga tidak perlu sampai memperlihatkannya di depan mukaku. Mataku tidak minus."

"Ahh... Maaf, maaf. Ayo makan bersama!" Ajaknya.

"Bi Minah membuatku membawa bekal sebanyak ini tadi. Aku tidak bisa menghabiskannya sendirian. Lauknya cukup enak."

Hana mengangguk setuju. "Baiklah. Tapi, sedikit saja. Aku baru saja sarapan."

Ayam goreng, salad tomat ceri, tumis teri, sup ayam tersaji di depan Hana. Rafi menata bekalnya di meja taman dengan rapi, lalu menyodorkan alat makan pada Hana.

"Bagaimana? Lauknya lumayan enak, kan?"

"Luar biasa. Gizimu pasti selalu terpenuhi." Tanggap gadis itu.

"Jangan bilang kau bawa susu juga?"

"Tidak. Tapi aku membawa jus jambu."

"Tumben kau tidak bawa roti? Kupikir itu makanan utamamu." Celetuk Hana. Diambilnya sendok dan mangkuk sekali pakai yang dibawa Rafi.

"Makanan utamaku nasi, Han."

"Baiklah. Selamat makan." Ucap Hana sembari menyendok sup ayam yang masih hangat itu.

Di tengah kegiatan makan, suara Windy terdengar dari kejauhan. Dilihat dari manapun, Windy terlihat begitu heboh sampai orang di sekitarnya menatap lekat kepadanya.

"Malam minggu pekan ini?" Windy berbicara dengan orang di seberang telepon. "Hmmm... Coba gue pertimbangin lagi. Soalnya lagi banyak banget tugas." Wajahnya terlihat bimbang.

"Apa?! Lo beli tiket ke Wonderland!! Ya ampun, Arya. Lo tau banget gue pengen ke situ. Kalau gitu, hayuklah!" Windy berjingkrak senang.

"Apa?! Lo salah beli tiket buat double date? Duuhh..."

"Lo ajalah yang cari--" Windy melihat Hana dan Rafi yang tengah makan dan terpikir sekelebat ide yang menarik.

"Ga jadi deh, aku udah ada kandidat. Bye, sweetie." Sambungan telepon itu ditutupnya.

Windy bergegas menghampiri keduanya. "Heyyo my bro, my sis. Waaauw ada ayam." Tanpa babibu, diambilnya satu paha ayam dari bekal Rafi.

"Btw kalian lagi nge date ya di sini?" Celetuk gadis bercepol itu.

Rafi seketika tersedak. Buru-buru mengeluarkan botol minumnya.

Windy memandangi tingkah Rafi yang begitu lucu. "Bwahahaha! Raf, plis lo lucu banget!" Godanya. "Sori, sori Han. Kadang suka kelepasan."

Hana memandangi Rafi dengan saksama. Ia terkekeh kecil.

Walau hanya sepersekian detik. Wajah Hana yang dihiasi senyum kecil itu sangat berkesan bagi Windy maupun Rafi.

Rafi terpaku pada apa yang dilihatnya. Mengejutkan, pikirnya. Baru kali ini Hana menunjukkan sisi lain dirinya selain kepada Windy dan teman masa kecilnya.

Bagi Rafi ini seperti penemuan terbaru dalam hidupnya. Seperti ini kah bila sebuah senyum bisa tertular? Baik Windy maupun Rafi ikut tersenyum.

"Uh! Jadi lupa kan gue!" Windy memegangi kepalanya. Memecah suasana langka yang baru saja terjadi.

"Kalian senggang pas malam minggu, nggak?"

Perhatian keduanya tertuju pada Windy dengan rasa penasaran. Pertanyaan seperti ini biasanya dilontarkan orang ketika ingin mengajak ke suatu tempat atau mungkin membantu mengerjakan sesuatu.

"Kenapa?" Tanya Hana penuh selidik.

"Gue pengen kalian berdua ikut gue sama Arya ke Taman hiburan. Gimana?"

"Kenapa?" Kini giliran Rafi bertanya.

"Ck, astaga. Gini amat punya teman. Kalian soul mate apa gimana sih? Pertanyaan kok sama." Gerutunya.

Windy sangat bersemangat untuk pergi ke Wonderland, taman hiburan yang baru saja dibuka dengan mengusung tema cosplay. Sesuai temanya, pengunjung bisa menyewa berbagai kostum sambil mengelilingi taman hiburan.

"Gue pengen cosplay sama Arya di sana, terus foto-foto."

"Terus?" Tanya Hana sekali lagi.

"Masalahnya, Arya salah beli tiket khusus buat double-date. Dasar Arya, kalau lihat diskonan langsung gercep nggak lihat lihat dulu." Jawabnya gemas, memikirkan kecerobohan Arya.

Hana dan Rafi saling pandang, menunggu reaksi yang akan dilontarkan dari masing-masing pihak.

"Gimana, Han?" Tanya Rafi.

Hana masih mempertimbangkan. Sebenarnya, Hana berencana untuk mulai merapikan gudang di sabtu siang, dan akan mengeluarkan beberapa kardus berisi diari untuk dibawa ke ruang tengah. Ia masih penasaran dengan ucapan Rafi kemarin.

Windy juga terlihat sangat berharap. Jadi, ya apa boleh buat. Kesempatan bermain dengan teman secara gratis adalah hal langka. Sebaiknya setuju saja, itu pilihan yang cukup rasional.

Hana akhirnya mengiyakan ajakan Windy. Rafi sendiri terkejut sampai-sampai tidak berkedip.

Apa ini artinya?...

"Tentu ini hanya dating palsu. Bisa kan begitu?"

Tentu saja! Apa yang dipikirkan Rafi.

"Bisa, kok! Mau beneran juga boleh boleh aja." Celetuk Windy.

Rafi berdehem mencoba menghilangkan harapan bodohnya.

"Ada apa denganku ini?" Batinnya.

"Ini ayamnya enak. Makasih loh!" Kata Windy sambil berjalan pergi meninggalkan keduanya.

"Gue masuk kelas dulu, daaah!"

Setelah Windy benar-benar menghilang. Keduanya masih diliputi diam.

"Windy sangat bersemangat, ya." Ucap Rafi.

"Benar, ia anak yang jujur dalam berekspresi." Sahut Hana masih asyik menyendoki isi sup di hadapannya.

"Kau juga cukup jujur," lanjut Hana. "Setidaknya matamu tidak pernah bohong."

"Benarkah? Itu melegakan karena kamu menilaiku demikian."

"Kau senang?" Tanya Hana.

"Tentu."

Rafi diam- diam tersenyum senang. Seperti ada banyak kupu-kupu yang beterbangan di perutnya. Ah, peribahasa itu begitu tepat menggambarkan perasaan Rafi saat ini.

"Setelah ini aku mau mampir ke perustakaan. Tolong bawakan kotak bekalku, ya."

"Ya. Kelas masih dimulai 20 menit lagi. Tapi sepertinya dosen kita akan telat. Aku baru saja mengecek di grup."

"Kalau begitu masih ada banyak waktu."

Rafi ingin meminjam beberapa novel di perpustakaan. Akan memakan sedikit banyak waktu menelusuri tiap-tiap rak di sana. Ia ingin mencari inspirasi untuk lagu barunya. Seperti biasa ia membaca buku untuk memperbarui suasana hatinya.

Find Me In Your Old DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang