2 |This is Her Life

76 14 2
                                    

Windy berjalan gontai di samping Hana. Sedangkan Hana berjalan memandang lurus ke depan seakan cuek dengan titisan 'zombie' di sebelahnya.

Keduanya lelah setelah berjam-jam berkeliling mencari referensi untuk tugas makalah komunikasi dasar di perpus dan toko buku. Ini bukan tugasnya Hana melainkan Windy. Tugasnya belum selesai juga, padahal sudah diberikan oleh pak Halim --dosen jurusan DKV--semenjak satu minggu sebelum UTS tiba.

Untung saja hari ini sudah menemukan buku referensi yang dirasa cocok oleh Windy. Kalau tidak, bisa-bisa ditambahi tugas lebih banyak lagi.

Lampu-lampu sepanjang trotoar mulai berpendar. Sudah petang, langit melukiskan semburat oranye yang memanjang sampai timur. Banyak kendaraan lalu lalang, begitu juga pejalan kaki yang hampir memadati sepanjang trotoar.

"Han, mampir ke rumah makan, yuk." Windy mengelus-elus perutnya yang terasa lapar.

"Aku mau menghemat uang buat beli buku baru. Beli nasi kucing aja."

Windy memasang raut wajah memelasnya. "Gue traktir deh. Lo kan tadi udah nemenin gue. Mau ya? Mau ya?"

Hana mengangguk. "Dimana?"
Windy menunjuk-nunjuk rumah makan bernuansa tradisional dengan hiasan ukiran kayu di depannya. "Itu aja yang deket."

Memasuki rumah makan tersebut, keduanya disambut oleh aroma khas makanan rumah. Banyak hidangan yang disajikan secara prasmanan. Sehingga pengunjung bisa mengambil makanan sendiri dengan varian lauk yang beragam.

Hana memilih sambal goreng, gudeg dan tempe goreng sedangkan Windy memilih pecel lele serta tempe geprek untuk mengisi piringnya. Suasana di rumah makan tersebut lumayan ramai. Kebanyakan yang mampir di sini adalah mahasiswa maupun mahasiswi karena selain enak, makanan di rumah makanan ini terbilang ramah di kantong pelajar.

Meja di samping jendela, sebelah kiri dari pintu mereka pilih. Keduanya duduk berhadapan sembari menyantap hidangan masing-masing.

"Oh iya, lo kenal sama cowok yang tadi, Han?"

"Yang mana?" Hana mengernyit.

"Kayak ketemu banyak cowok aja. Tadi... Yang di kafetaria kampus," Windy menjelaskan.

"Ohhh.... Tidak juga."

Windy mendengkus, "btw, cowok yang tadi boleh juga." Windy tersenyum genit sambil mengerling. Sedangkan Hana masih sibuk menyendoki makanan ke mulutnya.

"Maksudnya?"

"Lo gak liat penampilannya tadi?"

Hana menggeleng dengan tatapan polos.

"Gue kasih tau, ya. Mulai dari pakaiannya. Bermerk semua tuh. Tas sama jam tangan yang dipake juga kelihatan mahal. Sepatunya juga. Plus dia tuh wangi banget," cerocos Windy.

Hana yang di seberangnya hanya melongo. Kemampuan Windy mengamati penampilan seseorang memang patut diacungi jempol. Empat jempol kalau perlu.

"Hebat banget kamu bisa tau sedetail itu. Padahal cuma sekilas." Hana bertepuk tangan.

"Kamu naksir? Tapi kan kamu udah punya pacar," Hana mengingatkan.

"Gue gak lupa kalik kalo punya pacar. Emangnya lo gak naksir gitu? Penampilannya oke loh."

"Aku tidak secepat itu tertarik sama orang. Lagipula aku tidak menilai seseorang dari penampilan aja."

"Oke oke." Windy mengangguk sambil mengunyah makanannya.
Setelah selesai makan, Windy menenggak habis es teh nya. Ini gelas kedua yang sudah diminumnya. Gadis berambut panjang ini memang gemar minum es teh manis dengan ekstra es.

Find Me In Your Old DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang