Musik akustik mengalun lembut di kamar, menemani Arya yang kini tengah duduk di tepi kasur, menatap kosong dinding di depannya.
Dirinya semakin jatuh terbenam memikirkan Windy. Gadis itu mengambil alih pikiran Arya. Membuat pemuda itu kali ini lebih menunjukkan sisi perhatian sebagai seorang pacar. Ketimbang sebelum-sebelumnya yang lebih ke sikap egois dan kekanakan.
Jika Windy tau, gadis itu pasti senang bukan kepalang.Arya mengambil hp nya di atas meja belajar yang penuh gumpalan kertas itu. Dilihatnya daftar kontak satu per satu dan berhenti di kontak bernama mad girl. Lalu, terlintas di pikirnya untuk menghubungi Hana. Mungkin saja gadis itu tau bagaimana keadaan Windy sekarang. Baik-baik saja atau tidak.
Kontak Hana berada persis di atas kontak Windy. Arya masih menyimpan nomor milik Hana sejak Sma. Mereka dulu satu kelas, walaupun tidak terlalu dekat.
Tetapi, saat tahun terakhir mereka jadi lebih sering berkomunikasi lewat hp sejak peristiwa sekali seumur hidup yang menggelikan dan memalukan bagi Arya. Membuat pengakuan suka kepada Hana di ruang BK, tepat setelah gadis itu menyatakan Arya tidak bersalah pada insiden pengeroyokan adik kelas. Tentu saja Hana menolak dengan wajah datar penuh penolakan.
"Han, lo tau Windy dimana gak?"
"Aku tidak tau. Sudah coba telpon?"
"Udah tapi gak Diangakat. Duuhhh... Gimana dong kalo dia ngambek sama gue."
"Positive thinking aja. Mungkin hpnya di silent, kan dia kerja atau mungkin hp nya low bat. Tenang... Windy bukan tipe orang yang suka ngambek."
"Semoga aja bener, ya. Thanks ya, Han. Bye."
Arya melemparkan hp nya asal ke tempat tidur, lalu menjatuhkan badannya, menatap langit-langit. Lalu mengusap wajahnya kasar. Tik tok jam terdengar lebih nyaring seiring musik berganti memenuhi udara di kamarnya. Sudah pukul sebelas lewat sepuluh dan Arya masih dalam posisi yang sama. Sampai akhirnya ia terlelap dalam keadaan masih memakai sepatu dan belum mengganti pakaian.
***
Pengeras suara yang menyuarakan musik tadi malam baru saja dimatikan pagi ini, sebelum pemuda itu beranjak ke kamar mandi.
Arya sibuk menata penampilan di depan cermin sebadan di pojok kamarnya dekat dengan almari. Baginya penampilan itu penting. Sambil menyisir rambut dan sedikit menambahkan minyak rambut, dilihatnya ruang obrolannya dengan Windy.
Last seen yesterday 09.00
Arya mendecih seraya mematikan hp nya. "Kalo gak ngambek ya habis tuh kuotanya." Gerutunya.
Arya keluar kamar sesudah menyangklong tas ransel di bahu kanannya. Perutnya lapar dan sudah berbunyi sedari tadi. Ia mendapati ibunya tengah menata piring serta gelas di sana.
"Papa di mana, Mah?" Tanya Arya sembari menuangkan air putih di gelasnya dan ibunya.
"Tadi udah berangkat kerja. Katanya ada rapat di anak cabang perusahaan." Jawab ibunya membuat bibir Arya membentuk huruf o.
Selain obrolan kecil tadi, sarapan pagi itu hanya diisi keheningan, sebatas suara denting sendok beradu dengan piring. Setelah selesai sarapan, dengan senang hati Arya ikut membereskan alat makan di atas meja ke wastafel dan mencucinya. Sudah menjadi kebiasaan sejak kecil bagi Arya untuk membantu ibunya beres-beres alat makan.
Arya berjalan keluar dengan langkah tegas, setelah mencium tangan ibunya. Setengah pikirannya mengudara seolah mencoba menghubungi Windy lewat telepati.
Terkadang Arya memakai motor ninjanya untuk pergi ke kampus, kadang juga berjalan kaki. Jarak rumah dengan kampus cukup 15 menit jalan kaki, hanya perlu belok dua gang dan lurus di jalan raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Me In Your Old Diary
Teen FictionHana yang mempunyai kemampuan mengingat yang buruk. Bertemu dengan seorang pemuda bernama Rafi, yang beberapa hari terakhir nampak memperhatikan dan mengikutinya. "Find me in your old diary," kata pemuda itu. Meninggalkan rasa penasaran di benak Han...