Mendapat se buket bunga dari seorang pemuda adalah hal yang tidak pernah Hana duga sebelumnya. Perasaan aneh menggelitikinya sejak kemarin sore. Tepat saat kedua tangan Rafi terulur untuk memberikannya bunga. Senyum Rafi belum juga luntur, menanti sambutan tangan Hana untuk menerimanya.
Sesuatu berdesir di dalam benak Hana ketika melihat bunga itu. Hanya saja perasaan itu ia tepis, menganggap itu hanyalah sesuatu yang mengejutkan atau memang angin dingin sore itu merasuk membawa desiran rasa yang asing.
Dilihatnya bergantian antara buket bunga itu dengan wajah Rafi. Wajah pemuda itu terlihat tidak canggung sedikitpun seperti sebelum-sebelumnya terutama saat hanya ditatap datar oleh Hana.
Tak membiarkan tangan Rafi menggantung hampa di udara, diambilnya buket bunga itu dengan ragu-ragu. Sedetik setelahnya Rafi dapat bernafas dengan lega.
"Kenapa kau memberikan ini ke aku?" tanya Hana penuh selidik.
Namun, Rafi belum juga menjawab sampai beberapa detik setelahnya. Entahlah tangannya berinisiatif sendiri, tetapi pemikirannya memang sejak awal sejalan dengan inisiatif tangannya.
"Awalnya aku membeli bunga ini karena ... Jujur saja aku seperti tengah kesepian, kosong, atau mungkin ... Rindu. Entahlah, aku tidak tau pasti." ucap Rafi seraya mengendikkan bahu.
"Apa ini juga kebiasaanmu? Membeli bunga? Untuk mengekspresikan perasaan?"
Pandangan Rafi tertuju pada bunga anyelir di pelukan Hana. Sama indahnya saat almarhumah ibunya memegang bunga yang sama.
"Kau tau ... Almarhumah ibuku sangat menyukai bunga ini dan sering membelinya untuk ditaruh dalam vas di beberapa ruangan. Jadi, saat aku melihat bunga ini tadi, aku teringat ibuku. Aku merasa seolah ibu berada di sampingku.""Lalu, kenapa kau malah memberikannya padaku, bukannya dibawa pulang ke rumah?"
"Tidak ada salahnya memberi, kan?"
"Omong-omong dimana pak Zainal. Tidak menemanimu?" Hana mengedarkan pandangan ke sekitar.
"Pak Zainal di tempat parkir." Rafi menunjuk sebuah lahan yang berjarak tiga bangunan dari tempatnya berdiri. "Aku ingin berjalan-jalan sendiri dulu di sekitar sini."
Berhubung hari sudah. semakin petang, dan ditambah lagi Rafi terlihat ingin segera jalan-jalan, Hana berniat untuk segera pulang.
"Terimakasih bunganya." ucap Hana. "Aku duluan."
Hana masih saja memandangi buket bunga yang tergeletak di atas coffe table. Rencananya, bunga itu akan ia keringkan hari minggu nanti untuk dijadikan hiasan atau pembatas buku. Biar tidak mubadzir.
Setelah selesai sarapan Hana pergi ke rumah Rafi untuk mengambil tugas kelompok. Tadi pagi sekali Rafi mengirimi pesan singkat, jika ia mungkin agak telat untuk datang ke kampus atau malah tidak mengikuti kelas pertama. Sedangkan tugas masih dibawa oleh Rafi dan rencananya akan dijilid hari ini sekaligus akan dikumpulkan.
***
Rasa kagumnya masih sama seperti pertama kali datang ke kompleks tempat Rafi tinggal itu. Setiap sisi dijaga estetikanya juga kerapihan yang membuat para perfeksionis tak akan mengalihkan pandangan begitu saja.
Tetapi, rasanya asing untuk sekadar memasuki kompleks tersebut. Apalagi memasuki rumah kediaman Mahardika itu.
Setelah ditemani satpam sampai di teras, Hana melangkah untuk mengetuk pintu.Pintu itu dibuka lebar oleh salah satu asisten rumah tangga dengan rambut panjangnya yang dikepang. Wajahnya terlihat ramah dan menyenangkan. Dihiasi senyuman yang seakan-akan abadi di sana. Wanita itu mempersilakan masuk dan berjalan mendahului untuk mengantarkan Hana menuju kamarnya Rafi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Me In Your Old Diary
Teen FictionHana yang mempunyai kemampuan mengingat yang buruk. Bertemu dengan seorang pemuda bernama Rafi, yang beberapa hari terakhir nampak memperhatikan dan mengikutinya. "Find me in your old diary," kata pemuda itu. Meninggalkan rasa penasaran di benak Han...