"Maaf, Aku gak sempat memberitau mu waktu itu. Aku dulu belum terlalu mengerti situasinya, dan hanya mengikuti apa kata ayahku."
"Singkatnya, kedua orangtua ku berpisah. Aku ikut ayahku pergi ke luar kota."
"Kau tau, waktu itu aku mencari-carimu." Hana tertawa kecil, diikuti sorot sendu matanya.
"Aku terus menunggumu di luar rumah. Tidak ada kabar apapun, karena itulah.... Ah, itu semua sudah berlalu."
"Pokoknya aku minta maaf, ya. Tiba-tiba ngilang gak ada kabar."
Perjalanan selama kurang lebih 15 menit itu mereka lalui dengan saling bercerita. Pengalaman mereka selama Sma sampai kuliah, suka duka yang mereka rasakan, dan cerita cerita tidak penting lainnya seperti kucing peliharaan Murti yang kembali setelah hilang setahun lamanya dan cerita Hana ketika ia tiba tiba nimbrun percakapan orang lain mengenai debat politik.
Mereka turun di halte bus warna kuning dengan tempelan poster-poster di tiang nya. Lalu, berjalan di atas jembatan menyusuri sungai. Dari kejauhan, bazaar yang dimaksud Murti sudah nampak. Bukan hanya bazaar yang ada di sana, ternyata ada penampilan live music dan modern dance juga. Sehingga, suasana di sana sangat ramai ditambah hulu hilir pengunjung. Cuaca hari itu juga mendukung, langit bersih tanpa awan, cerah, dengan panas yang cukup menyengat. Jajaran stand penjual es pun dipadati pembeli.
Keduanya berjalan menuju stand kerajinan tangan yang dimaksud oleh Murti. Akan tetapi, Karena suatu hal, stand tersebut belum dibuka. Pemilik stand tersebut masih mempersiapkan dan mengecek barang dagangannya. Murti dan Hana memutuskan untuk mengisi perut mereka terlebih dahulu. Penjaja ketoprak menjadi pilihan mereka.
Hana ingat pernah berjalan jalan bersama Murti sebelumnya semasa kecil. Waktu itu, Murti bersikeras pergi ke pasar malam untuk menonton tong stand dan membeli permen kapas. Namun, ayahnya tidak mengizinkannya lantaran Murti perlu tidur awal karena esok ia harus sekolah. Ayah Murti akhirnya membiarkan Murti yang nampak murung untuk pergi ke pasar malam untuk membeli permen kapas saja. Selebihnya, ia bisa melihat pasar malam yang gemerlapan itu dan gelegar suara tong stand dari pinggiran jalan saja. Senyumnya terbit dan langsung berjingkrak sambil menggandeng Hana.
Ah, sewaktu kecil tinggi Hana melebihi Murti, sehingga ketika berjalan beriringan, Hana dapat melihat puncak kepala Murti yang rambutnya di sana tidak pernah rapi.
Namun, kali ini, Hana hanya dapat melihat pundaknya saja dari samping. Perlu mendongak sedikit untuk mencapai wajah Murti.
"Han, aku bersyukur bisa kembali kemari walau sebentar saja. Tahun tahun selanjutnya belum tentu bisa seberuntung ini mendapat liburan yang bebas dari tugas penelitian. Kata professor, ini tahun luang terakhir sebelum tahun tahun mendatang yang akan penuh riset." Murti menghela nafas. "Ah, apa ini pertanda akhir masa mudaku?"
Hana memandang Murti. Tampak dari samping wajah pemuda itu, dahinya berkerut karena terik matahari, serta matanya menyipit. Anak lelaki yang dulunya pendek, kurus dan terlihat lemah itu kini sudah berubah menjadi lelaki dewasa yang matang. Otak briliannya saja yang tetap sama seperti dulu.
Menunggu beberapa menit, ketoprak pesanan mereka sudah mendarat di meja lalu disusul dua gelas besar es teh. Murti segera saja meletakkan sedotan dan meminumnya.
Menyadari wajah Murti yang seketika masam seperti anak kecil yang tengah makan lemon, Hana menanyainya.
"Kenapa, Murti? Es tehnya kemanisan, ya?"
Murti mengangguk kecil. "Aku terkejut kamu masih ingat kalau aku nggak doyan minuman atau makanan yang terlalu manis."
"Bagaimana bisa lupa? Hal yang paling aku ingat tentang kamu pasti berhubungan dengan makanan sama minuman manis. Aneh aja, kamu tidak bisa makan yang manis manis tapi selalu membelinya dan akhirnya aku yang memakannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Me In Your Old Diary
Teen FictionHana yang mempunyai kemampuan mengingat yang buruk. Bertemu dengan seorang pemuda bernama Rafi, yang beberapa hari terakhir nampak memperhatikan dan mengikutinya. "Find me in your old diary," kata pemuda itu. Meninggalkan rasa penasaran di benak Han...