Happy reading!Hanya terdengar suara sentuhan piring dan sendok yang terdengar, walaupun itu juga nyaris tak nyaring.
Si kepala keluarga dengan pakaian rapi meletakkan secangkir teh, setelah itu pria paruh baya tadi berdeham sebagai tanda kalau dirinya hendak memulai obrolan.
"Maira? Sekolah kamu gimana?" Tanya Papa.
"WiFi mati, Pa. Lupa bayar ya?" Ujar gadis itu alih-alih menjawab dahulu pertanyaan yang dilontarkan ayahnya.
Naren dan wanita paruh baya yang duduk di seberangnya pun ikut tertawa kecil melihat tingkah Maira.
"Papa gak mau bahas WiFi, sekolah kamu gimana?"
"Biasa aja."
Papa menghela napas dalam. "Iya nanti biar minta tolong Pak Ratno bayar WiFi." Lalu pria itu kini menoleh pada anak lelakinya. "Kuliah kamu gimana, Ren? IPK semester kemarin naik tah?"
Naren menggigit bibir bawahnya. "Turun, Pa!"
Papa memutar bola matanya seakan kecewa dengan jawaban si anak. "Ikutan demo mulu sih. Iya kan?"
Naren semakin mengatupkan bibirnya tak bisa menyahut. Terlebih, ia bingung apa yang harus dirinya jawab. Memang benar, menjadi salah satu aktivis di kampusnya rasanya kurang kalau tidak ikut serta dalam unjuk rasa tentang persoalan yang ramai kemarin.
"Maaf, Pa!"
Maira meminum habis susu di gelasnya pasti setelah ini gilirannya di bantai habis-habiskan perihal nilai oleh sang ayah.
"Maira—"
"LUPA!" Maira langsung berdiri dan berpura-pura mengecek arloji yang melingkar di tangan kirinya. "Aku ada piket. Mah? Pah? Kak? Aku berangkat duluan ya!"
Setelah memberi salam dan mencium tangan, Maira langsung berlari menuju depan rumah.
Gadis itu bisa mengembuskan napas lega, bisa kabur dari pertanyaan-pertanyaan idealis sang ayah.
Di teras, ia memakai asal sepatunya tak peduli belum disimpul rapi, yang penting dirinya harus cepat berangkat.
"Maira?"
Seseorang berdiri di atas motor yang berhenti di depan gerbang rumahnya, sambil melambaikan tangan dan melemparkan senyum pada Maira.
"Mahesa? Lo ngapain?" Maira melangkahkan kakinya menghampiri laki-laki dengan hoodie hitam yang menutupi seragamnya.
"Gue kan bilang mau jemput lo pagi ini,"
Maira makin mengernyitkan dahi keheranan. "Kapan lo bilang?"
"Di telpon semalem loh itu, lo kenapa putusin sambungan telepon?" Tanya Mahesa.
Maira terkekeh pelan. "Eh WiFi rumah gue mati."