"Kak Naren?" Langkah gadis itu berhenti seketika ketika melihat sang kakak sudah terduduk di atas motornya.Maira kembali melanjutkan langkah dan menepuk bahu Naren yang memebelakanginya. "Kak? Ngapain?"
Yang di panggil menoleh ke belakang, menatap sang adik dengan cukup terkejut. "Jemput kamu lah,"
"Gak biasanya..." mata Maira memicing sinis, seakan berpikir kenapa Naren yang selama ini cuek, boro-boro ngejemput, Maira minta tolong saja dia ogah-ogahan.
"Kakak abis dari sana, gak sengaja ngelewat sekolah kamu yaudah sekalian aja buat nunggu."
"Dari sana dari mana?"
Naren memutar netranya malas. "Kenapa bawel? Ayok buruan, kita makan di luar aja ya. Kakak gak bawa makan malam, mama papa juga gak pulang lagi."
Maira menurut dan naik ke atas motor sang kakak. "Kenapa gak Mbak Yani suruh masak aja sih?"
Naren melajukan motornya membelah jalanan kota sore yang sangat ramai. "Mbak Yani kerjanya cuman buat bersih rumah sama nyuci. Dia juga pulang jam dua siang, karena punya anak yang masih kecil."
Mair mengerucutkan bibirnya tanda kesal. "Padahal aku kepengen banget makan masakan rumah, kak!"
Naren memelankan gas motor, dan berhenti di jejeran kendaraan lain karena lampu menunjukkan warna merah. "Kita langsung pulang aja ya."
Maira dibuat kebingungan, bukannya tadi kakaknya mengajak makan di luar, gadis di belakang Naren memilih diam tak berbicara sampai rumah.
Setelah sampai, Maira meletakkan helm yang ia pakai dipinggir rak sepatu lalu berjalan mendahului untuk masuk ke dalam rumah.
"Maira!" Panggil Naren.
Gadis itu menoleh dan mengangkat sebelah alisnya menandakan ia bertanya kenapa.
"Bantu kakak masak ya,"
Maira tertegun sesaat. "Kakak mau masak?"
"Katanya kamu kangen masakan rumahan? Yaudah kakak buatin."
Gadis itu tersenyum dan mengangguk. "Makasih kak!"
Naren tersenyum tipis pada sang adik. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain membuat adiknya senang. Hanya itu kebahagiaan Naren. Mungkin suatu saat ia perlu meminta maaf, karena Naren dulu tidak bisa menjadi sosok kakak yang baik untuk Maira.
"Ayok kak!"
Keduanya melangkah menuju dapur, lalu mencuci tangan mereka masing-masing, sebelum Naren mengeluarkan beberapa persediaan masakan mentah dari kulkas.
"Kamu bisa potong sayur kan?"
Maira mengangguk, dan melakukan apa yang diperintah sang kakak. Namun, seketika Maira berhenti sebab sebuah notifikasi masuk di ponselnya.
Ia membelalakkan matanya ketika melihat apa isi notif itu. Rasanya kali ini Maira bahagia berkali lipat dari biasanya.
"Kamu kenapa?"
Maira segera menggeleng. Naren kebingungan melihat sang adik sedari tadi berusaha menyembunyikan senyumnya, pasti ada sesuatu yang Maira rasakan saat ini.
Hesafahrenza_ : hai Maira! I have crush on you
Hesafahrenza_ : maaf tadi di bajak
Seketika senyum Maira luntur. Hanya selang satu menit sebuah notifikasi kembali muncul. Kecewa ia rasakan. Dan sudahlah, daripada memikirkan dia, lebih baik menyelesaikan potongan sayuran di hadapannya.