Dalam hidup Mahesa yang mendekati sempurna itu, terkadang dirinya selalu berpikir apa yang lebih tinggi dari kata bersyukur. Semua hal yang ia mau pasti akan mudah ia dapatkan. Namun, entah kenapa terlepas dari itu semua ada sesuatu hal yang menurut dirinya hidup bukan tentang materi saja.
Mahesa tidak pernah mencintai perempuan sebelumnya—selain Mama dan Kinara adiknya. Ketertarikan terhadap gadis mungkin pernah, tapi sampai tahap ingin melindungi Mahesa belum bisa.
Tapi, hati manusia tidak ada yang tahu. Apakah besok akan mencintai orang atau bahkan akan membuat patah seseorang. Mahesa kini menemukan dia yang mampu mengubah pola pikir Mahesa tentang perempuan.
Karena dia, Mahesa bisa merasakan apa itu cinta di masa remaja. Hanya dia yang ingin Mahesa lindungi selayaknya seorang kekasih. Maira telah membuatnya merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya, jantung yang sering berdetak kencang ketika keduanya saling dekat.
Mahesa berjanji pada dirinya sendiri, ia akan melindungi perempuan itu.
Namun kejadian ini membuatnya hanya merutuk dan kecewa terhadap dirinya. Mahesa gagal dalam menjaga Maira.
"Mahesa!"
Laki-laki itu sedang berjalan dengan tergesa sambil menarik sebuah tangan seorang gadis di belakangnya, terpaksa berhenti karena panggilan dari gadis itu.
"Gue bisa atasin semuanya sendiri," lanjutnya.
"Kenapa cuman lo yang kena masalah, Ra? Kenapa harus lo dapet ini semua, kenapa enggak gue aja." Ujar Mahesa dengan suara cukup keras. Ia tidak marah dengan Maira, ia marah atas dirinya.
Maira hanya mengatupkan bibirnya, menunduk dalam dia tak berani menyahut.
"Oke. Yang terpenting obatin dulu luka lo," Mahesa kembali menarik lengan Maira untuk menuju UKS.
Disinilah mereka, Maira sudah duduk di sebuah ranjang UKS, sementara Mahesa duduk di kursi menghadap pada Maira.
"Lo bisa? Lo bukan anak PMR ya!" ucap Maira.
Mahesa berdecih. "Gue bisa, lo percaya aja sama gue!"
Keduanya bergeming sesaat. Mahesa mengobati luka di wajah Maira dengan telaten, sementara gadis itu hanya memandang wajah Mahesa.
"Maafin gue, Mahesa."
Mahesa menghentikan aktivitasnya, kedua tatapan mereka bertemu.
"Gue udah rusak image baik seorang Mahesa Fahrenza. Fans lo bakal berkurang gak ya?"
Mahesa terkekeh setelah mendengar penuturan itu. "Masih sempet mikirin gue, setelah yang lo alami?"
Maira menipiskan bibirnya. "Ya gue sih paling dapet hatters banyak, gak peduli juga gue. Mungkin setelah ini, temen-temen gue pada jauhin. Tapi gak masalah."
"Lo masih punya gue, Maira."
Gadis itu tertegun sesaat, air matanya jatuh begitu saja.
"Lah kok nangis? Kasian lukanya nanti kena air mata tambah perih." Ujar Mahesa sambil menyeka air mata itu. "Liat gue Maira, disaat semua orang benci lo, gue jadi orang terdepan yang akan selalu bela lo. Itu gunanya pacar hehehe."
Mereka berdua tertawa pelan.
"Kalau mereka udah tahu kita pacaran, bagus dong ya!" ucap Mahesa.
"Bagus?"
"Kita bebas mau umbar kemesraan di depan mereka. Sekalian ngasih peringatan kalau Maira itu punya Mahesa seorang titik!" ujar Mahesa.
Maira tersenyum geli.
![](https://img.wattpad.com/cover/309660832-288-k945854.jpg)