Setahun kebelakang, dimana Mahesa kini menginjakkan kakinya di Sekolah Menengah Atas.
Dengan seragam putih abu yang ia gunakan, rambut rapi, atribut lengkap. Lelaki itu menoleh ke luar kaca mobil, ternyata pagi ini di hari pertama ia masuk SMA disambut dengan rintik hujan.
"Belajar yang bener, jangan macem-macem. Awas aja kalau kamu ikut tawuran lagi!" terdengar suara berat pria paruh baya yang kini duduk di samping pengemudi. Mahesa berdecih mendengarnya, berusaha tidak menghiraukan omongan sang Papa.
Setibanya mobil itu di depan gerbang sekolah, Mahesa membuka pintu mobil, namun pergerakannya terhenti ketika Sang ayah membuka suaranya lagi. "Enggak mau cium tangan saya?"
Mahesa menurut, mencium tangan Papanya. "Besok, Mahesa izin berangkat bawa motor."
"Bagaimana saya bisa percaya kamu, pasti mau balapan liar lagi?"
Mahesa yang sudah berdiri di depan pintu mobil yang masih terbuka hanya menghela napas jengah.
Helaan napas pria itu terdengar. "Yaudah boleh, asal janji—"
"Ya Mahesa janji." Potong Mahesa cepat, setelah itu melenggang pergi berjalan memasuki area sekolah.
Disisi lain, pria paruh baya itu mengerlingkan matanya sambil menarik napas dalam. "Salah ibunya, selalu memanjakan Mahesa terlalu berlebihan. Lihatlah, betapa tidak pantasnya dia berlaku terhadapa Papanya sendiri. Sudah cukup perbuatan dia sebelumnya membuat saya malu!"
"Mas Hesa sudah berjanji akan mengubah sikapnya, Pak." Sahut seseorang yang tak lain adalah supir pribadi pria itu.
"Saya tidak percaya anak itu."
Mobil melaju meninggalkan area sekolah.
Kembali lagi pada lelaki tinggi yang kini berjalan menyusuri koridor yang sudah cukup ramai. Sebenarnya ini bukan hari pertama sekolah, lebih tepatnya hari pertama di mulainya KBM, setelah kemarin tiga hari masa orientasi.
Sepanjang perjalanan menuju kelas X Mipa 1, ternyata banyak yang menyapa Mahesa. Lelaki itu hanya membalas dengan senyuman, beberapa ada yang memanggil namanya tapi tak ia sahut, lagipula Mahesa tidak tahu siapa mereka.
Kalau tidak dipaksa kakak osis pembimbing gugusnya kemarin, yang menyuruh Mahesa menyanyikan lagu ketika pentas seni, mungkin sekarang ia menjadi murid biasa saja, alih-alih famous seperti sekarang. Sungguh, menjengkelkan bukan. Tapi dengan itu, ia dapat mudah mendapatkan teman.
Ketika sampai di sebuah pintu bertuliskan X MIPA 1, Mahesa hendak membuka knop pintu itu namun tertahan dengan sesuatu yang mengalihkan perhatian nya untuk menoleh pada seseorang yang sedang berjongkok di depan kelas tetangga.
"Nama kamu siapa meng?" tanya seorang gadis yang bisa terdengar oleh Mahesa dalam jarak beberapa meter dari tempat gadis itu berjongkok.
Mahesa bisa melihat gadis dengan rambut hitam panjang yang sengaja tergerai bebas tengah mengelus kucing abu-abu di depan kelas X MIPA 2.
Meong...
"Nama kamu meong? Heheh?" tanya gadis itu diakhiri tawa manisnya.
Tak di sangka, Mahesa yang tadinya hendak masuk kelas harus ia urungkan, karena pemandangan pagi ini lebih indah. Gadis dengan seekor kucing. Awal hari yang bagus bagi Mahesa. Senyum terbit di wajahnya.
"Itu ada ibu kamu, nanti main ke kelas aku lagi ya meng! Daaahh!" kata gadis itu kala kucing kecil berlari menghampiri ibunya.
Gadis tadi berdiri, lalu menoleh ke samping yang tak lain ke arah Mahesa yang sedang memperhatikannya dari tadi. Ketika mata mereka bertemu, Mahesa bisa melihat wajah gadis itu. Mereka membiarkan kedua mata mereka saling menatap beberapa detik, sampai pada akhirnya gadis itu memutuskan kontak mata untuk masuk ke dalam kelasnya.