Bibirku semakin tertarik untuk membentuk senyum lebar, ketika dari kejauhan aku melihat Ares yang tengah berjalan sendirian ke arah yang berlawanan denganku. Bisa ku tebak, cowok itu akan pergi menghampiri Jordan yang kebetulan sedang mabar di kelas kami.
"Hai Ares!" sapaku, menghentikan langkah cowok itu.
Ares terlihat diam, sebelum mengangkat tangan kanannya sebagai jawaban. Aku terkekeh dibuatnya, cowok itu selalu saja membuatku terpesona dengan tingkahnya yang terbilang aneh dan tidak sopan.
"Semalam kamu tidurnya cepat ya?"
Lagi, Ares menjawab dengan anggukan tanpa repot-repot mengeluarkan suaranya. Aku tersenyum maklum, kalau boleh jujur tingkahku memang sedikit memalukan sih hahaha.
"Yaudah, aku pergi dulu yaa. Semangat Ares, nanti aku mau ngirimin sesuatu di WA, jan lupa dilihat yaa!" final ku, hendak beranjak dari hadapan Ares.
Tiga langkah di belakang Ares, aku merasakan cowok itu masih menatapku. Bukannya geer, aku bisa tahu karena pantulan bayangan Ares pada kaca mading.
"Bianca!" panggil cowok itu, lantas berdiri di hadapanku, membuatku mengurungkan niat untuk berjalan ke kantin.
Tangan Ares terulur seolah meminta sesuatu, membuat aku menatapnya heran. Apa yang ia minta?
"Ck! Siniin tangannya!" titah cowok itu, sebelum meraih paksa tangan kananku.
Aku semakin kaget dengan tingkahnya. Bukan karena caranya bicara yang terkesan kasar. Tapi,karena bagaimana ia meraih tanganku.
Ares mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Biar ku tebak, itu adalah kertas pembungkus sedotan yang memang selalu ada di kantin.
Cowok itu mulai meraih jari manisku kemudian mengikatkan kertas tadi sehingga membentuk cincin.
Deg
Jantungku berdetak lebih kencang, melihat wajah tampan cowok idamanku, dengan jarak sedekat ini bahkan tingkahnya yang terbilang lumayan romantis berhasil membuatku terlena.
"Kam—" belum sempat aku menyelesaikan pujianku, cowok yang sering disapa Es oleh teman dekatnya itu memotong.
"Jangan geer, itu cuman tanda biar gue menjauh dari lo," usai berkata seperti itu, Ares segera beranjak dari hadapanku. Cowok itu berlalu pergi ke arah kantin, meninggalkanku yang masih terdiam dengan perasaan dongkol namun sedikit bahagia sambil menatap cincin alakadar buatan Ares pada jari manisku.
"Bi, apa ga sakit rahang lo senyum dari tadi?"
Ku Tatap Jordan yang baru saja bertanya, sedikit menggeleng karena sudah bosan menjawab pertanyaan yang sama dari cowok itu. Aku memang sudah kembali ke kelas untuk memamerkan cincin buatan Ares pada Amanda, cewek itu terlihat kaget walau akhirnya mendengus ketika aku menceritakan detailnya.
"Biasalah, lagi kasmaran!" timpal Amanda, usai menyudahi panggilan videonya dengan sang pacar.
Bimo dan Jordan yang sedang fokus mabar, sontak menatapku penuh tanya. Yah, dampak dari perubahan sikapku memang berhasil meracuni dua orang itu. Bagaimana tidak, aku selalu jadi cewek yang hanya memikirkan kerja dan uang sebelumnya, tiba-tiba menyukai seseorang pasti membuat kedua brotherku itu khawatir bukan?
"Kenapa sih? Natapnya gitu banget!"
Jordan menyimpan ponselnya, begitu juga Bimo yang kini sudah menarik kursi agar lebih dekat denganku. Kedua cowok itu terlihat aneh dan sedikit menakutkan, walau sebenarnya mereka tetap terlihat lucu.
"Siapa orangnya Bi?" tanya Bimo, mewakili Jordan yang terlihat mengangguk setuju.
Aku menghela napas pelan. Jujur, malas sekali harus menjelaskan dari awal pada kedua curut itu. Kulirik Amanda yang terlihat enggan membantu, cewek itu justru memeletkan lidah ke arahku. Sial, aku lupa kalau dia tidak mendukungku menyukai Ares.
"Ares," jawabku, mencoba setenang mungkin.
Bimo membulatkan matanya, sama seperti Jordan yang menutup mulutnya saking kaget mendengar jawabanku. Hell, yang benar saja!
"Ares temen gue kan?!" pekik Jordan, mulai berdiri dari duduknya.
Aku mengangguk, "Emang selain dia ada gitu yang namanya Ares di sekolah ini?" balasku dengan kesal.
"Huaaa, bisa gila nih Bim. Bianca kita udah gede," kata Jordan, memeluk Bimo dramatis.
"Iya Ndan, harus jadi nih kalo yang kayak gini. Beruntung banget Es dapat cewek modelan sister gue! Huwaa Bi gue udah ga flat lagi hidupnya," balas Bimo, tidak kalah absurd.
Aku menatap heran tingkah keduanya. Apa aku seaneh itu sebelumnya? Sampai-sampai jatuh cinta membuat diriku terlihat seperti melakukan hal ajaib?
"Lo berdua niatnya mau bahagia apa ngeledekin sih? Segala pake bawa-bawa flat lagi, ga tau aja yah kalo Bianca kita ini ukurannya 34 D!"
Aku spontan melotot melihat Amanda yang ikut-ikutan meledekku, gadis itu bahkan sudah bergabung dalam pelukan Bimo dan Jordan. Dasar!
***
Haloo gess
Yuhuuu update lagi nih
Author seneng bgt bisa dpt ide buat nulis cerita ini sampai udh bab 6 aja heheheSemoga kalian juga suka yaa
Jan lupa vote sama komen
Cu
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVER
Teen FictionMenurut kalian apa level tertinggi dari mencintai? Banyak yang bilang level tertinggi dari mencintai adalah mengikhlaskan, tapi, itu tidak berlaku untuk Bianca. Gadis biasa yang tidak begitu populer di SMA Harapan itu punya anggapan sendiri tentang...