Disinilah aku berada, di kamar dengan nuansa monochrome khas laki-laki, dengan rambut basah akibat kehujanan bersama Ares.
Yah, tepat setelah kami berkunjung ke makam, hujan deras turun dan tentunya membuat kami terpaksa harus menerpa hujan untuk bisa sampai di mansion. Aku pikir, kehujanan ketika berboncengan dengan orang yang kita suka itu menyenangkan, ternya tidak sama sekali. Sepertinya Dylan dan Milea terlalu berpatokan pada cerita fiksi romantis, sehingga mereka mengabaikan rasa perih akibat menerobos hujan deras.
"Ini bajunya kamu pake dulu, oh iya, mandi sekalian aja yah. Udah aku siapin air hangat," ucap Ares, mengganggu kegiatanku yang sedari tadi sibuk meneliti isi kamar cowok itu.
Aku mengangguk kaku, sebelum menerima sebuah handuk baru serta sepasang baju yang diberikan Ares. Sedikit menyergit, karena cowok itu juga memberikan sebuah paper bag padaku.
Seolah mengetahui kebingunganku, Ares tersenyum tipis walau terlihat sedikit canggung.
"Itu daleman," ucapnya, sontak membuatku berbalik untuk segera ke kamar mandi karena malu. Sial! Jadi dia keluar lagi hanya untuk membeli ini? Bisa-bisanya kepikiran.
Aku mandi dengan cepat, juga keramas menggunakan shampoo Ares karena masih terlalu malu untuk sekedar meminta shampoo lain lada cowok itu. Untungnya, rambutku tidak pernah bermasalah entah ketika aku menggunakan shampoo khusus pria maupun wanita.
Selesai dengan kegiatan mandiku, alu keluar dan mendapati Ares tengah duduk di tepi ranjang dengan ponsel yang dimiringkan, apa lagi kalau bukan main game?
Berdehem sejenak, aku akhirnya melangkah juga mendekati cowok itu karena mendapat isyarat berupa tepukan pada sisi kosong kasur di sampingnya.
Mataku membola sempurna, ketika dengan telaten, Ares membantu mengeringkan rambutku yang masih lumayan basah. Cowok itu memberikan senyuman paling teduh yang pernah kulihat.
"Makan dulu yah, abis itu baru aku anterin balik. Tadi, udah aku ambilin sup biar hangat," ucap cowok itu, usai menyimpan handuk yang tadi ia gunakan untuk mengeringkan rambutku.
Aku mengangguk kaku, masih enggan berbicara karena kebingungan dengan semua tingkahnya. Walau, sebenarnya aku sudah bisa mengerti arti sikapnya selama ini.
"Bi, kok bengong?"
Aku gelagapan, kemudian beralih menatap Ares yang kini juga sedang menatapku. Cowok itu memang menawarkan untuk menyuapiku saja.
"Lo kenapa tiba-tiba berubah?"
Pergerakan Ares terhenti, ketika aku bertanya. Cowok itu masih saja terlihat tenang seolah tak terusik dengan pertanyaan barusan. Malah, ia sibuk menyimpan semangkuk sup yang baru kumakan seperempat saja, di atas nakas.
"Aneh ya? Atau, kamu ga nyaman?"
Aku mengangguk mantap. Dua alasan itu memang benar adanya. Aneh, karena Ares yang kukenal sejak awal tidak seperti Ares yang sekarang. Kurang nyaman juga, karena cowok itu tiba-tiba saja berperilaku semanis ini. Seperti sedang bermimpi.
"Gue ga tau harus mulai dari mana. Mungkin, penjelasan gue waktu di makam tadi juga masih abu-abu. Tapi, boleh ga kal—"
Belum selesai ucapan Ares, kemi harus dibuat terkejut karena kedatangan Bimo dan Jordan, yang kini sama-sama mematung di depan pintu.
"ES! LO LANGGAR PERATURAN MANSION KALO GINI!" pekik Jordan, yang mulutnya langsung dibekap Bimo.
"Diam setan! Lo mau semuanya tau?" kesal Bimo, usai memastikan bahwa Jordan tidak lagi berteriak.
Kini, atensi kedua sahabatku berpindah pada aku dan Ares. Seolah mereka baru saja memergoki kami melakukan sesuatu yang terlarang.
"Gue bisa jelasin, Ndan," ucap Ares, disambut tatapan sinis Jordan serta lirikan maut dari Bimo.
"Jelasin apa lagi? Ah nggak! Jelasin yang mana dulu Es?"
Aku dan Ares, spontan menatap ke arah Bimo. Cowok yang terkenal dengan kepribadian ceria itu terlihat berbeda kali ini. Lebih seram (?)
Mengerti dengan wajah bingung Ares, Bimo kembali bersuara.
"Ya jelasin maksud dan tujuan lo apa? Lo harus milih dulu mau jelasin yang mana. Jelasin kenapa so-soan cuek sama Bianca pas awal kenalan, jelasin kenapa selalu menjauh dan nolak Bianca mentah-mentah, jelasin kenapa lo nyium dia tanpa ngasih kepastian, dan jelasin semua perlakuan lo ke dia sampai sekarang. Bisa ga?"
***
Yuhuu
Author up lagi dong
Kalian suka ga?
Btw jan lupa vote sama komentnya yaaAUnya juga jan lupa dibaca lho
Love u guyss
CU
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVER
Teen FictionMenurut kalian apa level tertinggi dari mencintai? Banyak yang bilang level tertinggi dari mencintai adalah mengikhlaskan, tapi, itu tidak berlaku untuk Bianca. Gadis biasa yang tidak begitu populer di SMA Harapan itu punya anggapan sendiri tentang...