Suasana koridor ruang operasi terasa mencekam. Memang benar adanya, bahwa rumah sakit adalah tempat segala doa yang sangat sungguh-sungguh dipanjatkan.Seperti yang dilakukan oleh Ares saat ini, entah sudah berapa kali ia melakukan doa novena yang ditemani oleh Jordan, Jovan dan kedua teman cowok itu, Amanda dan Bimo.
Tidak ada pembicaraan selain doa yang terus mereka panjatkan. Berharap keajaiban dapat terjadi di dalam ruangan yang tertutup rapat di depan sana. Ruangan yang menjadi tempat Bianca mempertaruhkam hidup dan matinya demi sang buah hati.
Persalinan pada penderita hemofilia bukanlah hal biasa. Baik melalui persalinan normal maupun operasi sesar, resiko pendarahan akan tetap terjadi.
Ares harap-harap cemas, meskipun Jordan dan Tiffani sudah mendonorkan banyak darah mereka untuk Bianca, tetap saja ia takut terjadi sesuatu pada kesayangannya itu.
"Ares, tetap berdoa yah nak," itu suara Papi Jo. Pria yang juga tidak ingin kehilangan putrinya untuk yang kedua kali. Pria yang menjadi panutan Ares, sekaligus pria yang sama keras kepalanya dengan Ares untuk tetap menyelamatkan anak dan cucunya.
Hening masih mendominasi, terhitung sudah hampir tiga jam, namun perawat maupun dokter belum memberikan tanda-tanda adanya titik terang. Hanya lima menit yang lalu, tiga perawat nampak berlarian membawa kantung darah tambahan. Hal itulah yang jadi alasan kelima orang itu berdiri tidak tenang.
Oek... Oekk... Oek..
Suara tangisan bayi baru saja terdengar, membuat kelimanya sedikit lega. Namun, kembali tegang ketika dokter keluar dari ruangan itu.
"Ibu dan anaknya berhasil kami selamatkan. Tapi, keduanya butuh pemantauan lebih lanjut, mengingat bayi lahir prematur, sedangkan ibunya mengalami pendarahan dan butuh waktu untuk menghentikannya. Sementara ini, bapak bisa menggantikan ibunya untuk bertemu anak kalian," penjelasan dokter barusan membuat Ares rasanya makin tidak kuat saja. Ia memang senang, karena anaknya lahir dan selamat, namun, apakah Bianca benar-benar selamat? Atau itu hanya akal-akalan sang dokter saja.
Usai diberikan pengertian oleh Jovan, Ares akhirnya mau beranjak ke ruangan khusus bayi. Ditatapnya bayi yang tertidur dalam inkubator itu dengan senyuman haru. Setitik airmata bahkan sudah lolos membasahi pipinya.
"Hai jagoan papa. Kamu kuat kan dek?" ucapnya, sebelum mengelus lembut jari-jari mungil kemerahan milik anaknya.
Anaknya tidak banyak bergerak. Hanya gerakan kecil ketika tidak nyaman dengan posisi tidurnya. Mungkin karena dilahirkan secara prematur, jadi pergerakannya tidak seaktif bayi yang lahir tepat waktu. Untuk ASI, beruntung Bianca sudah memompa ASInya sebelum ke ruang operasi tadi. Jadi, anak mereka tidak kelaparan jika nanti ia belum sadar.
Ares menerawang, apakah Bianca akan dapat terus berada di sisinya atau tidak. Mengingat pertengkaran mereka beberapa hari lalu, karena Bianca menolak lamaran cowok itu, bahkan bertunangan saja wanita itu tidak mau.
"Kenapa sayang? I mean, ini aku beneran ga main-main lagi sama kamu, aku mau seriusin kamu. Itu aja," Ares berkata dengan mati-matian menahan emosinya saat itu.
"Ga bisa Ares. Aku beneran ga bisa. Aku ga mau kamu nyesel ketika aku ninggalin kamu nanti," jawaban Bianca saat itu, justru membuat Ares tidak habis pikir.
Mungkin waktu itu, Ares tidak tahu alasannya. Cowok itu bahkan merasa kesal pada kekasihnya. Ternyata, selama ini wanita kesayangannya itu menutupi banyak hal yang harus ia tanggung.
***
Annyeong!
Hayoloh siapa yg kaget?
Jan lupa vote dan komen yaaBtw klo nanti ada cerita baru yg debut, u guys prefer hwarang' series yg ada anak gengnya atau nggak? Please let me know yaa komen disini!!!
CU
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVER
Teen FictionMenurut kalian apa level tertinggi dari mencintai? Banyak yang bilang level tertinggi dari mencintai adalah mengikhlaskan, tapi, itu tidak berlaku untuk Bianca. Gadis biasa yang tidak begitu populer di SMA Harapan itu punya anggapan sendiri tentang...