8

70 13 12
                                    

Kulangkahkan kakiku menyusuri jalanan kecil menuju tempat pujaan hatiku tertidur. Anehnya, rasa takut karena menyusuri tempat horor ini sirna.

"Ares, bangun," ucapku, menepuk pelan punggung cowok itu.

Tidak ada reaksi dari Ares, malahan aku mendengar dengkuran halus yang menandakan bahwa ia benar-benar tertidur pulas, dengan bersandar pada nisan yang bertuliskan "Arlan Emanuel Horizon" itu.

'Sodara Ares? Tapi kok ultahnya sama?' batinku, sebelum merasakan adanya pergerakan pada jemari Ares yang ternyata tengah menggenggam tanganku.

"Udah bangun? Kok bisa ketiduran sih?" tanyaku, menatap cowok tinggi dengan muka bantal itu, yang kini tengah berdiri tepat di hadapanku.

Ares mengangguk sebagai jawaban, tanganku masih dalam genggaman Ares. Entah cowok itu sadar atau tidak, sepertinya ia enggan melepas tautan tangan kami. Sial, aku jadi deg-degan dibuatnya.

"Kita mau kemana?" tanyaku, ketika Ares mulai memberikan isyarat agar aku segera naik ke motornya.

Ares enggan menjawab, sepertinya mood cowok idamanku itu sedang tidak bagus. Sehingga, aku memutuskan untuk mengalah dengan cara menuruti kemauannya.

"Punya jam malam ga?" tanya Ares, sebelum menyalakan mesin motornya.

"Punya, tapi biasanya kalo telat balik bisa juga walau harus minta izin dulu," jawabku, sedikit melirik ke arah kaca spion yang langsung menampilkan wajah tampan Ares.

Cowok itu nampak mengangguk pelan, sebelum menarik tanganku untuk melingkar pada perutnya.

"Malam ini izin dulu," ucap cowok itu, sebelum melakukan motornya, dengan aku yang mati-matian menahan pekikkan karena salah tingkah.

Sepanjang perjalanan, tidak ada obrolan diantara kami. Baik aku maupun Ares, kami sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing, bahkan hingga motor dengan bunyi yang lumayan berisik milik Ares terparkir di depan salah satu cafe.

Sama seperti sebelumnya, Ares kembali menggandengku menuju ke dalam cafe. Masih tidak ada ucapan apapun yang keluar dari mulutnya bahkan hingga kami duduk di salah satu bangku yang berada di bagaian pojok.

"Mau makan apa?" tanya Ares, menatapku dengan tatapan teduh yang justru berbeda dengan biasanya.

Aku menggeleng pelan. "Aku udah makan tadi," jawabku.

Ares menghentikan kegiatannya membolak-balik buku menu, beralih menatap datar ke arahku yang juga tengah menatapnya.

"Yakin? Kamu beneran udah makan?" tanya cowok itu, dengan satu alis terangkat.

'shit!' aku mengumpat dalam hati, bisa-bisanya aku salting hanya dengan pertanyaan Ares barusan. Padahal, nada bicaranya tidak ada lembut-lembutnya.

"Iya, tadi beneran udah makan kok. Di tempat kerja ada jatah makan buat yang karyawan, jadi tadi udah makan malam," jelasku, mencoba membuat cowok di hadapanku ini percaya.

Tidak bohong, tempat kerjaku memang menyediakan makanan untuk para karyawan, entah itu karyawan full time hingga part time. Jadi, aku bisa berhemat untuk urusan makan.

Ares mengangguk paham, sebelum menyebutkan pesanannya pada pelayan, tidak lupa memesankan ice cream untuk aku.

"Kamu ngapain malam-malam di kuburan?" tanyaku, karena sedari tadi cowok itu hanya diam sambil memainkan jemariku yang masih bertautan dengannya.

"Kepo!"

Mendengus kesal, aku mencoba untuk bersabar menghadapi tingkah Ares. Entahlah, dia sedikit terlalu membingungkan untuk ku mengerti.

"Tumben akunya ga diusir. Biasanya kamu kalo liat aku bawaannya galak mulu," lagi, aku berceloteh seolah kami sudah seakrab itu. Padahal, chat ku saja sering dibalas cuek oleh Ares.

"Emang mau?"

Aku spontan menggeleng, dasar! Bisa-bisanya dia begitu jujur. Untung sayang.

"Jangan banyak nanya, Bianca. Kamu cukup temani saya, lagian senang kan?""

Seolah tersihir, aku mengangguk patuh usai mendengar perkataan Ares barusan. Entahlah, suaranya ketika memintaku untuk berhenti bertanya kelewat lembut dan nyaman di pendengaran ku.

"Kamu sendiri, kenapa masih pake seragam gini? Mana udah malam," tanya Ares, mulai tertarik dengan penampilanku.

"Aku kerja, baru balik memang udah sering sih jam segini," jelasku, sebelum perbincangan kami terhenti akibat kedatangan pelayan.

Ares terlihat tenang, mengatur pesanan yang sudah tersedia di hadapan kami. Cowok dengan seragam yang sudah terbalut jaket denim itu, kini menggeser sebuah mangkuk berisi dessert agar lebih dekat ke arahku.

"Gue ga tau lo ada pantangan makan jam segini apa nggak, tapi, lo harus makan ini seenggaknya biar capeknya terobati," ucap Ares, menyodorkan sendok kecil kepadaku.

Aku mengangguk patuh, menerima sendok pemberian cowok itu dengan senang hati. Jarang-jarang kan, melihat Ares memperlakukanku seperti ini?

"Padahal tadi udah bagus lho pake aku-kamu," jawabku, melihat tingkah Ares yang kini sibuk membuka kertas pembungkus sedotan.

***
Annyeongg!!!

Yuhuu author up lagi nihh

Semoga suka part ini yaa, thank u so much untuk 30k+ readernya untuk cerita papanya Ares semoga kalian juga suka cerita ini yaaa

Jan lupa voment

Love u

LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang