Part 1, Life?

215 9 2
                                    

Apakah aku akan mati dengan penyesalan?

Pertanyaan ini selalu hadir minimal satu kali sehari di tengah kesibukan aktivitas dunia yang aku lakukan.

Jika banyak orang berjuang untuk mendapatkan hidup yang mereka inginkan, aku justru ingin segera mengakhiri hidup tidak berguna ini.

Rasanya akan lebih baik mati dengan mendonorkan beberapa organ milikku yang masih baik untuk orang yang sedang berjuang untuk hidup.

Dengan jantungku yang aneh ini, akan lebih baik organku digunakan untuk hal yang lebih penting daripada menunjang hidup seperti ini.

Sudah sejak 4 tahun lalu aku harus bertahan hidup dengan alat bantu aneh untuk jantung yang memuakkan itu.

"Sudah selesai kak, bisa langsung bertemu dokter Mikha," ujar perawat yang tampaknya baru pertama kali bekerja.

Tatapan perawat itu terlihat seperti melihat alien atau mesin yang menjangkit manusia.

"Santai aja, kamu akan sering bertemu denganku selama aku hidup dengan jantung sialan ini." ucapku sebelum meninggalkannya di ruangan khusus pemeriksaan jantung itu.

Kepergok menunjukkan sikap yang tidak pantas, perawat itu hanya menunduk dan menganggukkan kepala dengan tangan yang meremas bajunya dengan gugup.

Hanya dalam beberapa langkah, aku sudah tiba di depan ruangan dokter Mikha Orion Kartawirya, dia adalah sepupu dan sekaligus dokter yang bertanggungjawab pada tubuhku.

"Oke, sekarang tinggal berapa lama waktu aku akan mati?" tanyaku langsung saat memasuki ruangan yang tertata tapi bernuansa monokrom itu.

"HEH! Udah dibilang aku gak terima pertanyaan kayak gitu," jawab Mikha masih melihat map hitam dengan nama 'Charlotte Nyx Hartono' di depannya.

"Iya iya, aku tanya ulang nih. Gimana hasil tes kali ini dokter Mikha?" Ujarku sambil menyeruput jus anggur yang disediakan pria jenjang yang memiliki garis wajah tegas itu.

Bibirnya masih bungkam dengan alis berkerut sambil tetap fokus pada dokumen milikku.

"Kamu gak ada pengakuan nih?" tanyanya mengintimidasi.

"Aku kemarin pergi ke Karimun buat liburan," jawabku datar.

Perkataan Mikha mungkin manjur untuk pasien lain, tapi tidak untukku.

"Kan udah kubilang kamu gak boleh aktivitas berat sampe bulan depan, gak inget kejadian kamu maksa buat snorkling di Bali tapi malah nginep di rumah sakit dua minggu?" Cercanya dengan nada sebal.

"Aku udah mau mati kan? Mending aku ngelakuin hal yang aku suka sekarang daripada mati nyesel gak menuhin wishlist," jawabku cuek.

"Nyx, butuh berapa kali aku harus ngejelasin ini? Kamu mau aku bilang apa ke om Hartono?" tanyanya putus asa.

"Bilang aja, aku dari awal udah gak mau hidup. Papa aja yang pengen aku tetep bernapas," balasku santai.

Mikha tampak membelalak dan mulai membuka mulut untuk menceramahiku, tentu saja.

"Aku lagi gak pengen denger ceramah. Aku mau balik aja, makan ramen lebih enak daripada kupingku sakit dengerin ceramah orang pinter," potongku lalu berlalu meninggalkan pria yang usianya hanya berjarak 3 tahun denganku itu.

Sudah kubilang, mati adalah pilihan terbaikku saat ini.



Bersambung~


Halo, cerita ini hanya hasil dari mimpi aneh dan ditambah dengan inspirasi sana sini.
Semoga suka.
And feel free to give me comment about anything about the story.
Aku slow update btw, jadi tungguin ya.
Thank you!

Cr. Picture : Pinterest

Petrichor For NyxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang