Pemandangan kota besar yang terlihat dari balkon apartemenku saat malam memang begitu indah.
Kelap-kelip lampu bergantian menyemarakan kota metropolitan ini seolah menegaskan bahwa kota ini tidak pernah tidur.
Malam ini, berdiri di balkon kamarku sambil menikmati semilir angin malam dengan suara klakson yang tak pernah habis adalah salah satu caraku menghabiskan waktu selain ke rumah sakit dan laboratorium pak tua itu.
Jika aku mati nanti, aku harap aku bisa mati dengan pemandangan yamg damai.
Tidak muluk-muluk, hanya suatu tempat dimana aku diterima menjadi seorang wanita berusia 22 tahun dengan jantung mesin aneh yang bisa rusak dan berhenti kapan saja.
Tidak perlu merasa emosional, empat tahun ini aku jalani dengan mengasihani diriku sendiri. Aku tidak butuh rasa kasihan siapapun, termasuk kamu.
"Ansel, saat aku mati, kuharap aku sempat menggenggam tanganmu lagi," gumamku menatap sebuah foto di galeri ponselku.
***
4 tahun yang lalu,
"Nyx, udah kubilang naik gunung adalah pilihan liburan terbaik," seru Ansel sambil terus mendorong pundakku ke depan.
"Skip lah Sel, aku benci keringetan," balasku menolak sekuat tenaga.
"Ada yang pengin aku tunjukkin ke kamu," tutur Ansel lalu membukakan pintu mobil untukku.
Kali ini, lagi-lagi, ia mengajakku untuk mengikuti hobinya yang melelahkan.
"Makanya cari pacar, biar gak jadi jomblo ngenes yang gangguin aku mulu," ketusku ketika Ansel duduk di kursi kemudi.
"Kamu tahu? Aku bakal nembak dia malem ini, makanya aku ngajak kamu melihat tempat yang akan jadi saksi sejarah itu," timpalnya lalu melajukan mobilnya.
Anselino Helios Wijaya, mahasiswa jurusan seni musik ini adalah satu-satunya manusia tulus yang berani mendekatiku.
Bukan karena aku introvert, tapi aku paham betul manusia-manusia itu mendekatiku karena penemuan profesor yang dikenal sebagai ilmuwan dan dokter terkenal.
Ya, profesor itu adalah ayahku.
Sudah tidak bisa dihitung berapa kali para manusia musuh si pak tua yang mengganggu hidupku.
Mulai dari mencoba mendekatiku sampai berniat menculik dan membunuhku.
"Bagus, carilah pacar dan jangan ganggu aku," jawabku pada Ansel lalu memasang seatbelt.
"Kamu yakin? Abis aku punya pacar kayaknya kamu bakal jadi setan gentayangan gangguin aku," balas Ansel memanyunkan bibir.
Ah, memang aku tidak bisa marah pada Ansel.
Dia adalah laki-laki paling polos dan tulus yang pernah aku kenal.
Sangat mudah membuatnya takut dan merasa bersalah, namun tak semudah itu membuatnya menangis.
Dia adalah seseorang yang selalu ceria namun ceroboh.
Seseorang yang bahkan rela memberikan hidupnya untuk kebahagiaan orang lain.
"Terima kasih udah ngasih aku ide," timpalku tersenyum dan menatap keluar jendela.
"ENGGAK GITU MAKSUDNYA!" seru pemuda itu padaku, aku terkekeh pelan.
Namun tiba-tiba sebuah cahaya terang menyilaukan terpantul dari cermin mobil dan membuat kita berdua terkejut.
Terasa sebuah hantaman sangat keras berasal dari belakang mobil kami hingga membuat kami bersama kendaraan roda empat ini jatuh ke sebuah jurang yang dalam dan penuh batu.
Aku terbentur dashboard mobil dengan sangat keras, aku tidak bisa bergerak karena terjepit jok mobil.
Aku ingat jelas bagaimana rasanya saat itu dadaku terasa sangat nyeri dan basah.
Meski begitu, aku berusaha keras melihat kondisi Ansel. Paling tidak dia harus baik-baik saja.
"An.. Sel.. Sel.. bangun.." lirihku ke arah Ansel yang setengah wajahnya penuh dengan darah.
Kukerahkan sisa tenaga untuk menggerakan tanganku demi membangunkannya.
Usahaku berhasil, dia mulai membuka matanya.
"Nyx? Kamu nggak papa?" tanya Ansel sambil meringis memegang kepalanya.
"P-panggil ambulans.. D-dan.. Cari bantuan.." ujarku.
Aku menyadari, ada yang tak beres dengan dadaku saat ini, rasanya sangat perih.
"Nyx, darah kamu banyak banget?" tanya Ansel khawatir.
Sudah kuduga dia tidak akan memedulikan keadaan dirinya sendiri.
"P-ponselmu.. T-telfon ambulans.." ujarku menahan perih.
Jari kakiku mulai mati rasa kala itu, dan rasa sakit di dadaku bertambah 10x lipat setiap detiknya.
Tak lama setelah itu Ansel tampak mencari ponselnya dan mencoba mengaktifkannya menggunakan fingerprint, tapi jarinya dilumuri darah.
Tak lama kemudian dia menemukan ponselku dan memandangku, minta izin untuk membukanya.
"Password-nya tanggal lahirmu," gumamku.
Dia tampak bingung namun tidak bertanya lebih lanjut.
Berulang kali ia menelepon namun tidak tersambung.
Daerah dekat perbukitan seperti ini memang sulit untuk mendapatkan sinyal.
Kesadaranku pun mulai menurun, tubuhku kini sudah basah seakan penuh dengan darah.
Bahkan aku bisa merasakan tulang rusukku ikut berdetak dengan jantungku yang kian melambat.
"Sel, keluar, cari bantuan, aku tunggu disini," lirihku masih berusaha terjaga.
"T-tapi, kamu gimana?" ujarnya khawatir.
"Aku.. A-aku baik-baik saja. Cep..cepetan.. sebelum.. aku.. jadi setan.. beneran," tuturku berusaha keras menjawabnya.
Ansel pun mengangguk dan kembali menelepon nomor darurat sambil keluar dari mobil.
1.. 2.. 3.. 4.. 5.. 6..
Aku berhitung sebanyak yang aku bisa agar tetap sadar, karena jika aku tidur sekarang, artinya aku akan membuat pria yang sedang sibuk menelfon di luar itu merasa bersalah seumur hidupnya.
Sampai hitungan ke 117, aku mendengar suara orang mulai ramai mendatangi tempatku sekarang.
Aku sudah tidak bisa melihat Ansel lagi, sekarang tanganku pun mulai mati rasa.
Aku memejamkan mata.Tak lama kemudian saat antara sadar dan tidak, aku merasa badanku ditarik dengan hati-hati oleh seseorang keluar mobil dan tiba-tiba aku tidak merasakan apa-apa lagi.
***
Aku tidak mendapat kabar apapun tentang Ansel sejak saat itu karena aku sepenuhnya berubah menjadi kelinci percobaan pak tua berstatus ayahku.
Aku dengar ada masalah serius di kepalanya akibat benturan kecelakaan itu, kemudian ia ke luar negeri bersama orang tuanya untuk perawatan di Jerman.
Sejak saat itu pula, aku kehilangan satu-satunya sahabat dan orang terpenting dalam hidupku selain ibu.
"Paling tidak kamu berhasil membuat Ansel tetap hidup. Sekarang kamu hanya perlu menyelesaikan tugasmu menjadi kelinci percobaan," ujarku pada diri sendiri.
Bersambung~
Halo, terima kasih sudah mampir dan baca ceritaku sampai sini.
Maaf ya kalau ada kesamaan atau kekurangan, namanya juga masih belajar.
Tolong tulis komentar tanggapan juga ya untuk part ini.
Sampai jumpa di next part :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor For Nyx
General FictionPetrikor, angu, atau ampo (bahasa Inggris: petrichor) adalah aroma alami yang dihasilkan saat hujan jatuh di tanah kering. -Wikipedia Charlotte Nyx Hartono Abu-abu, gelap, penuh kabut, dan menyesakkan. Inilah hidupku. Kehadiranmu memberiku sedikit o...