DELAPAN

1.2K 184 1
                                    

Pepatah dunia itu sempit ternyata tidak bisa disalahkan.

Sebagaimana Ford yang sekarang sibuk memeluk adik bayi dan tidak memberi kesempatan pada Mark barang memegang seujung helaian rambutnya. Di sini Mark menjadi sedikit kesal karena pergerakkan secara sepihak ditentang. Padahal niatnya baik tidak ingin membunuh adik bayi pula. Tapi Fordnya saja yang posesif.

Mark mendengus kesal. "Jadi kau tidak ada niatan meminta maaf secara sopan atau apapun itu mengenai tindakan sembaranganmu ini, maaf aku lupa, siapa namamu tadi?"

"Allan, pak." Ford buru-buru menjawab. Sedikit kikuk karena terlalu terbuai dengan keadaan. Kurang ajar juga dia malah mendiamkan atasan. Apalagi ini bukan sembarang atasan. Tapi chief executive officer perusahaan. Ford menepuk-nepuk kepalanya kencang menimbulkan bunyi pukulan yang kemudian menarik perhatian Mark.

"Wait! Wait! Tenang. Aku tidak berniat memecatmu." Mark berkilah setengah panik.

Oh, siapa pula yang terpikirkan hingga kena pecat. Ford padahal memukul kepala karena merutuki kebodohan.

"Eh!" Ford mengalihkan pandangannya. Seperti serangkaian listrik yang menarik getaran cepat dalam tubuhnya. Dia menatap Mark yang sejak awal duduk pada sofa panjang samping dia persis. "Pak bos saya minta maaf." Ford berkata. Membawa serta Adik bayi berdiri dan membungkuk di tempat. Merutuki semua yang terjadi.

Ford pikir salah sudah berburuk sangka pada orang yang dia titipi adik bayi waktu itu. Tidaklah tepat setelah dia memaki-maki dalam hati sosok yang membawa pergi adik bayi. Padahal bukan dibawa kabur, tapi diasuh sementara. Ford bodoh!

"Saya tidak tahu kalau itu pak bos. Waktu itu saya panik sekali jadi saya asal menitipkan Adik bayi. Saya sungguhan menyesal sudah memberatkan hidup Pak bos." Ford terlalu merasa bersalah sampai-sampai tidak berhenti membungkuk.

Mark yang melihat Ford bersusah payah membungkuk ke arahnya dengan adik bayi di gendongan jadi tidak enak.

Hmm ya... Bagaimana menjabarkannya.

Sesungguhnya dia berniat memaki si papa bayi ini. Apalagi hidupnya selama seminggu terakhir serasa dibuat seperti ban roda yang berputar kencang. Kadang di atas kadang langsung melonjak berada di bawah. Sungguhan eforia berkebalikan yang begitu kontras dan tak terduga.

Tapi Ford Allan ini sejak awal perangainya tidak bisa dia abaikan. Dalam artian; terlalu sopan, lemah lembut, setengah cengeng—mungkin—tapi tidak bisa dikatakan cengeng dengan bagaimana dia memiliki seorang bayi, dan naif.

Mark menghela, "Lupakan saja kalau begitu."

Ford seketika berhenti membungkuk. Ragu-ragu dia menatap bos besarnya itu. Semudah itu?

"Apa saya boleh bertanya sesuatu yang personal?" Ford kemudian memberanikan diri untuk bertanya yang dibalas dengan anggukan pelan.

Ford kembali duduk di sofa. Membenarkan posisi adik bayi yang agak melorot, dia kemudian bertanya, "Apa Adik bayi nakal selama seminggu ini?"

Mark tidak bisa menjawab. Tapi dia menyeringai membuat Ford mengerutkan dahi kebingungan. Tidak bisa menebak maksud dari mimik wajah pak bos.

"Sa... Saya memang pantas dimakzulkan." Ford menimpali.

🔹🔸🔹

"Jadi kau pacar Mark yang meninggalkan adik bayi di parkiran kantor?"

Ford mendelik ke arah Nanon. Suasana hatinya sedang buruk. Terlebih setelah mendapati kecerobohan besar yang dia buat. Ford serasa ingin bersujud dan memohon pengampunan dosa yang tak terkira pada pak bos yang sudah dia maki dalam hati sejak kemarin-kemarin. Ditambah sekarang dia berakhir ikut rapat pertemuan karena Nanon tidak membiarkannya pulang untuk mengurus adik bayi. Anaknya mau tidak mau harus dititipkan pada juru masak kantin kantor.

"Ford Allan kau tidak mau menjawab?" Nanon semakin menggebu. Menggeret kursi yang dia duduki hingga bertubrukan dengan kursi milik Ford. Ruang rapat terasa lengang setelah semua orang keluar.

"Siapa yang berani berpacaran dengan bosnya sendiri." Ford berujar. Mengumpulkan lembar coretan hasil rapat barusan. Kemudian dia beranjak berniat untuk keluar dari ruangan namun terhenti karena Nanon yang dengan cekatan menarik lengannya sehingga Ford jatuh terduduk kembali di kursi.

"Kau barusan menolak Mark?" Nanon bertanya. Memaksa Ford untuk tidak mendiaminya dengan memukul-mukul lengan sang bawahan.

"Siapa yang berani menolak?" Ford menjawab.

"Kau. Barusan." Nanon menyahut.

"Aku tidak." Ford berkata. Menatap atasannya ini dengan dahi mengerut, sedikit tidak senang.

"Kalau begitu ceritakan bagaimana adik bayi bisa berada di parkiran dekat mobil Mark." Nanon meminta.

"Cerita siapa itu yang meninggalkan bayi dekat mobil orang asing?!"

"Cerita Mark Pakin lah, siapa lagi kalau bukan dia yang membawa pulang anakmu."

Nah!

Bersambung.

Cup! Cup! Adik Bayi - MarkFordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang