SEPULUH

1.5K 228 28
                                    

Sehingga siang ini Nanon gagal menjalani makan siang berdua saja karena Mark Pakin yang rewel membuatnya kelelahan.

"Cepat habiskan lalu balik ke kantor. Kasihan Ford kalau harus menunggu lama-lama makan siangnya yang tidak diantar-antar." Nanon berkomentar dengan tangan kiri yang menusuk kulit babi panggang dengan garpu sementara mata tidak berhenti mendelik kesal ke arah Mark yang duduk di seberangnya.

Mark tidak merasa terganggu hanya memilih melanjutkan makan siangnya dengan khidmat. Mencoba tidak peduli pada sisi lain dari meja yang sama terlihat tenang seperti dirinya. Padahal diam-diam dia tidak berhenti melirik ke sana karena sedikit curiga.

"Yang membelikan makan siang Ford kan kau. Kenapa aku yang harus mengantarkan." Mark berkata.

"Kau kan calonnya." Nanon membalas.

"Sembarangan." Mark menyahut. Melirik tajam pada Nanon. Dia tidak suka dijodoh-jodohkan seperti ini. "Aku tidak suka Ford."

"Sekarang tidak suka. Tapi nanti siapa yang tahu." Nanon menyahut. Memasukkan sendokan terakhir makan siang sebelum mendorong piring kosongnya ke sisi lain untuk diganti dengan piring berisi tart tiramisu.

"Memang suka seseorang bisa semudah itu?" Mark bersungut. Masih tidak suka dengan pokok bahasan makan siang ini.

"Bisa. Aku suka dia sejak pertama kali kita bertemu."

Mark mengalihkan pandangan. Memperhatikan pada orang yang baru saja berucap. Dia terdiam dan mengernyit.

"Aku benci dia setengah mati waktu pertama kali bertemu. Tapi lihat." Nanon mengangkat tangan kanannya yang tergenggam erat oleh tangan sang pacar. "Kita bersama sekarang."

"What?" Mark memekik kemudian mendekatkan tubuh pada pinggiran meja. "Sebentar... Jadi maksudmu... Jadi, maksudmu bagaimana?" Mark bertanya kebingunhan.

Nanon nyengir. Melirik ke arah laki-laki yang dia akui sebagai pacarnya sebelum kembali menatap Mark yang terlihat bodoh di hadapannya. "Jangan jadi bodoh seperti itu. Kau mengerti maksudku." berkata. Dengan sengaja menyinggung Mark yang masih terlihat bingung.

Wow!

Mark sedikit mengubah posisi duduknya. Mengerjap beberapa kali mencoba memahami ucapan Nanon barusan.

"Kau dengan dia pacaran?" Mark mencoba menegaskan.

"Yep!" Nanon membalas.

Mark menyenderjan tubuh pada kursi. Menghela pelan dengan kedua mata menatap pada langit ruangan. "Aku merasa dikhianati." Mark lantas menggumam.

Rasanya ingin pulang ke rumah saja.

🔹🔸🔹

"Lalu ini akan menjadi berdebu dan tidak ada artinya. Kenapa kau membuang adik bayi seenaknya!" Ibu menjerit seraya terjun payung mendudukkan diri di lantai. Memukul-mukul betis Mark yang berdiri dengan wajah tidak ada sedih-sedihnya.

"Kembalikan adik bayi..." Ibu kembali merengek sembari memeluk baju bayi yang sejak awal masih dia pegang.

Mark menghela.

Pusing dengan Ibu yang tidak berhenti membicarakan adik bayi. Padahal dia pulang karena berniat menjernihkan pikiran setelah mendapati pengakuan mengejutkan dari Nanon. Tapi Ibu memang tidak mau memberi kedamaian sedikit padanya. Beban hidup bukannya berkurang justru bertambah menjadi dua kali lipat. Sebuah strategi menenangkan diri yang salah untuk pulang ke rumah. Sangat tertekan!

"Adik bayi sudah dengan papa kandungnya. Kalau ibu mau adik bayi tunggu aku menikah." Mark berkata. Menahan rasa kesal, marah, lelah yang bercampur menjadi satu saat ini.

Cup! Cup! Adik Bayi - MarkFordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang