DUA BELAS

1.1K 173 18
                                    

Kacau sudah kalau begini terus jadinya.

Mark bisa saja lulus uji kualifikasi sebagai pembalap legendaris. Ketika dia berhasil mengendarai aston martinnya dengan kecepatan penuh di jalan perkotaan yang lumayan padat merayap tanpa mengalami minimal serempetan sedikit. Di situ, Mark sudah tidak ada kepikiran apa-apa lagi selain bisa mencapai rumah sakit sesegera mungkin.

"Keluhannya apa?" dokter segera bertanya saat Ford berhasil ditidurkan di atas kasur.

"Dia bilang seperti ditusuk-tusuk." Mark menjawab begitu cepat. "Dia tidak sakit parah kan dokter?" lanjut bertanya dengan tangan saling meremat tidak sabar. Mark terlihat kalut dengan mata menatap ke arah dokter penuh cemas. 

"Terakhir makan jam berapa?" dokter bertanya seraya menempelkan stetoskop pada pertengahan perut Ford.

Ford dengan sisa kekuatan mencoba menjawab, "Tidak inga—" 

"Dia skip makan siang dok! Kenapa memangnya dok? Apa gara-gara tidak makan siang?" Mark memutus ucapan Ford begitu cepat. "Ford masih seperti ditusuk?" dia beralih bertanya pada Ford yang kemudian menganggukkan kepala.

"Apa yang terakhir dimakan?" dokter kembali bertanya.

"Oh, yang terakhir dimakan Ford?" Mark repetisi seraya kembali memperhatikan Ford yang berkeringat dengan dahi mengerut jelas.

"Ford terakhir makan apa?" Mark sekali lagi bertanya pada Ford.

"Di cafe Prom. Puding." Ford membalas singkat.

"Kopi?" Mark bertanya ulang.

Ford menggeleng.

"Bukan kopi dok." Mark menatap ke arah dokter yang kini balas menatapnya agak emosional.

🔹🔸🔹

"Asam lambungnya naik karena itu perutnya menjadi sakit. Ditambah dengan makan terakhir di pagi hari dan riwayat memiliki penyakit asam lambung serta bekerja terlalu larut, stress, semuanya menjadi mungkin jika asam lambungnya kumat."

Mark berhenti menjadi panik selesai perawat menyuntikkan obat pada Ford. Dia kemudian bernapas lebih ringan dan mulai duduk dengan tenang. Sementara Ford yang berada di atas kasur terlihat terdiam dengan kedua mata sesekali dibuka. Mengecek pak bosnya.

"Pak—"

"Ford—"

Eh! Bersamaan.

Mark tidak tahu kenapa jadi salah tingkah. Tangannya dibawa menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak gatal. Sementara Ford yang tiduran di kasur kini memilih mendudukkan tubuhnya. Menarik turun selimut yang sebelumnya disampirkan hingga menutupi dadanya oleh Mark. Ford diam-diam menahan tawa karena Mark terlihat sekali kebingungan.

"Pak bos boleh bicara terlebih dahulu. Saya akan mendengarkan." Ford berkata. 

Mark dari keterdiamannya lantas kembali menatap pada Ford. "Eh, kenapa duduk." memrotes dengan tubuh melonjak cepat dari duduk, berniat untuk membantu Ford untuk tiduran kembali, tapi Ford buru-buru menolak. 

"Saya cuma sakit perut biasa." Ford menyahut.

"Oh, oke." Mark membalas.

"Sebenarnya sudah sering terjadi." Ford kembali bersuara.

"Oh." Mark menyahut.

"Obatnya juga punya." Ford melanjutkan. "Tapi tadi sepertinya agak tidak mempan."

"Apa sangat sakit?" Mark bertanya.

"Hari ini terima kasih, Pak." Ford berkata malu-malu. Merasa tidak enak karena lagi-lagi dia membuat atasannya itu terlibat dalam masalah kecil hidupnya. "Maaf membuat panik, bapak. Sebenarnya saya tidak kenapa-napa."

Sementara Mark yang mendengar ucapan Ford barusan justru lupa dengan pertanyaannya sendiri. Seketika dia ikut tersenyum malu.

Seperti sesuatu baru saja menyiram tubuhnya dengan kesegaran.

"Besok lagi jangan mangkir makan siang." Mark berpesan yang lantas diangguki oleh Ford.

"Kau itu masih sangat muda. Jaga kesehatan baik-baik. Jangan keseringan begadang. Skip makan juga jangan. Apalagi ada adik bayi. Kalau masih muda tapi tidak jaga kesehatan nanti cepat tua. Usia jadi hanya hitungan saja." Mark melanjutkan.

"Adik bayi!" Ford memekik.

Oh, iya. Lupa.

Bersambung.

Cup! Cup! Adik Bayi - MarkFordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang