"Kau yakin tidak butuh bantuanku?" Prom dari luar mobil bertanya. Menahan Ford yang sudah siap menancap gas untuk pergi ke pusat perbelanjaan.
Ford mendengus menganggukkan kepala. "Aku bukan anak kecil. Paling kalau kenapa-napa, mobilmu yang lecet atau ringsek sedikit."
"Ford!" Prom menjerit.
"Bercanda." Ford menyahut. Terkikih dengan tangan bergerak mengusir Prom.
"Kau yakin tidak mau menitipkan adik bayi padaku?" Prom sekali lagi bertanya yang segera dibalas anggukan mantap.
"Adik bayi juga butuh hiburan sekali-sekali. Dia perlu dikenalkan dengan dunia perkotaan. Sudah jangan tahan aku terus. Sudah terlalu siang, aku tidak mau kena macet karena orang-orang juga keluar demi berburu diskon makan di restoran." Ford menjelaskan.
Prom dengan segala rasa khawatir untuk teman lamanya itu melepaskan dengan mundur satu langkah di akhir percakapan. Menatap sedikit was-was ke arah Peugeotnya yang mulai berjalan. Dia kemudian kembali masuk ke dalam cafe untuk mencari kesibukan lain. Mendatangi meja kasir untuk ikut serta bekerja di sana. Fourth tentu tidak keberatan, dengan ramah dia menawarkan kursi untuk bosnya duduki.
Sementara jalanan dirasa begitu menyenangkan untuk dilewati. Ford dengan segala perhitungan merasa bangga sudah memilih jalan yang sekiranya jarang dijamah oleh orang-orang. Membuatnya dapat melajukan mobil dengan tenang serta tidak membuat adik bayi rewel karena tekanan akibat macetnya jalan.
Oh ya tidak rewel. Mungkin!
Karena agaknya hal itu tidak bisa dijadikan sebuah deklarasi.
Namanya juga bayi. Mau seberapa lama adik bayi menjadi tenang dan menyenangkan, tetap saja ada waktu dimana dia menjadi tantrum. Seperti sekarang ini!
Sudah Ford tebak. Meski dia sempat merasa ini tidak mungkin terjadi. Tapi pada akhirnya terjadi juga. Ford sedikit emosi!
Alasannya karena adik bayi tidak berhenti menangis sejak memasuki pusat perbelanjaan. Tidak sama sekali berhenti hingga rasanya ingin sekali Ford mencekik diri sendiri. Ford mendecak. Mencoba memahami dengan menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dilakukan beberapa kali sehingga dia lebih tenang.
"Cup cup cup... adik bayi berhenti menangis ya... Tidak ada apa-apa... Tidak ada yang jahat." Ford berkata. Mencoba menghibur adik bayi agar berhenti dari tangisannya. Tangan dengan setia menepuk-nepuk punggung adik bayi. Tubuh digoyang ke kanan ke kiri untuk memberi ayunan pelan, think positively Papa Ford.
Sehingga Ford menarik keranjang dorong menepi. Berniat mengambil botol susu dari tas gendong dengan meletakkan adik bayi sementara waktu di keranjang belanjaan. Tapi, belum juga pantat adik bayi menempel, tangisannya kembali terdengar menarik perhatian sekitar. Ford jadi malu setengah mati, dengan rasa tidak enak meminta maaf dan kembali menggendong adik bayi.
"Adik bayi kenapa? Terlalu ramai ya?" Ford berujar sembari menghapus air mata adik bayi yang membasahi pipi. Menimang-nimang kembali agar adik bayi berhenti rewel. Kali ini, tangannya berusaha maksimal merogoh saku tas untuk mengambil botol susu yang tak kunjung dia dapat.
Sret!
"Biar aku gendong adik bayi."
"Tuhan! Berani kau merebut anakku—Pak bos..." Ford tercekat menahan layangan tinjunya.
🔹🔸🔹
Dunia ini benar-benar sesuatu. Dan percaya tidak percaya, pertemuan kali ini sama sekali tidak ada dalam rencana seorang Mark.
Setelah pertikaian kecil dengan Nanon di depan lift yang membuatnya merasa bersalah, Mark memilih bersembunyi di mobil dan mematikan handphone untuk menenangkan diri. Menghindar dari segala macam koneksi yang mungkin saja mengajaknya bertemu dan menghancurkan seluruh reputasi kerjanya. Mark mulai memijit pelan dahi sesekali menghela napas.
Dia tidak biasa. Benar-benar tidak seperti biasanya.
Tubuh dan pikirannya sekarang terasa seperti diobrak-abrik. Gambaran mengenai batasan-batasan dari suatu hubungan benar-benar hal paling tidak menyenangkan. Membawa Mark mengingat pada sosok kekasih terakhir yang mengubah mindsetnya habis-habisan. Karena Mark sadar, dia masih tidak siap untuk mengganti posisi Nanon di dalam hatinya pada siapa pun. Terbukti dari banyaknya mantan pacar yang dia miliki, bagaimana pun dia berusaha untuk sayang pada mereka, tapi tetap saja yang dia ingat hanya Nanon apa hari ini bahagia. Sebajingan itu dia tapi mencoba pura-pura.
Pura-pura tidak sadar. Padahal sadar.
Sehingga untuk yang kali ini, Ford masuk dalam batas pengecualian. Ford tidak boleh berada di dalam lingkar pelarian. Ford tidak boleh dimain-mainkan.
"Seorang ayah tunggal memiliki beban tanggung jawab hidup yang berat." Mark menggumam. Menegakkan jok mobil lantas menarik perseneling sebelum menginjak pedal gas mobil pelan-pelan.
Dan akan sangat kurang ajar jika menambahi beban pikiran yang seharusnya tidak perlu dipikirkan.
Mark dua puluh lima menit selanjutnya sudah tiba di salah satu mall tengah kota. Menyerahkan mobil pada petugas valet karena terlalu malas mencari tempat parkir. Mark tersenyum sekilas mengingat tujuannya datang ke mall lantas mulai melangkah masuk.
Ford perlu dibelikan bahan makanan agar tidak skip makan.
Mark mengambil satu keranjang dorong sebelum masuk ke dalam supermarket. Celingukan mencari area bahan makanan segar. Dahinya auto mengerut ketika melihat sesuatu yang familiar terlihat tidak baik-baik saja. Mark tidak lagi mencari-cari justru buru-buru menghampiri.
"Ford..." memanggil yang mana tidak digubris sama sekali. Mark semakin mencari cara untuk mendapat perhatian.
"Biar aku gendong adik bayi." Mark berkata seraya meraih tubuh adik bayi.
Ford yang tidak sadar ada orang lain di belakangnya segera menjerit berniat menghakimi, "Tuhan! Berani kau merebut anakku—Pak bos..."
"Cup... Cup... Adik bayi jangan nangis. Tidak ada yang jahat di sini." Mark menggumam menimang-nimang adik bayi sebelum kembali menatap ke arah Ford yang terdiam kaku. Keduanya terdiam cukup lama hingga Mark terkikih dengan tangan terjulur, "Boleh minta susu adik bayi? Tasnya juga biar aku yang gendong. Kita belanja bersama-sama. Tidak keberatan kan?"
"Pak anu..."
"Oh, tunggu! Apa belanjanya boleh kita tunda sebentar? Aku perlu membeli baju sekarang. Aku takut adik bayi kenapa-napa. Aku habis merokok. Tidak tidak! Ini sangat urgent. Ford maaf aku merokok. Aku tidak bermaksud. Maaf maaf. Bisa kau gendong adik bayi untuk sementara waktu. Aku tidak akan mengulangi lagi. Sumpah! Tidak tidak. Ibu juga benar. Bukan bukan! Nanon benar! Aku harusnya tidak merokok. Adik bayi bisa celaka! Kita beli baju untuk aku ganti terlebih dahulu, oke? Aku tidak mau adik bayi kenapa-napa. Keranjangnya kita titipkan penjaga saja. Ayo Ford!"
O—Ow! Pipi siapa yang memerah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cup! Cup! Adik Bayi - MarkFord
Short StoryApa salahnya jadi orang tua tunggal! ➖ Dimulai : 20230306 ➖ Berakhir : 20240212 Boy x Boy ©pipieeww_