SEBELAS

1K 173 6
                                    

Sebuah kebetulan yang benar-benar kebetulan. Mark tidak menyangka jika harinya akan berlalu seperti ini. Perasaannya tiba-tiba jadi gonjang-ganjing.

Bagaimana tidak! Permasalahan itu dimulai dari siang hari yang teramat menyakitkan untuknya. Ketika Mark memaksa untuk ikut makan siang dengan Nanon, di situ sebenarnya Mark tidak sedang mencari-cari akal untuk mengusili teman dekatnya itu. Karena Mark serius ingin tahu. Mengenai teman makan siang Nanon yang agaknya mentrigger rasa penasarannya lebih lanjut. Sebab Mark sama sekali tidak mengenal laki-laki temannya Nanon itu. Namanya sangat asing. Tapi Nanon menjelaskan padanya dengan sangat antusias. Sementara gelagatnya tidak main luar biasa bahagia. Mark tidak bisa tidak curiga. Seperti bukan hanya sekedar teman biasa. Dia jadi uring-uringan sendiri. Apakah dia keduluan?

Dan tidak butuh lama-lama curiga. Benar saja!

Nanon tidak bohong mengenalkan teman makan siangnya itu sebagai seorang yang terkasih. Mark bisa apa?

Mundur.

Mark tidak kuat berlama-lama. Tentu saja dia buru-buru mengakhiri makan siang itu dengan dalih migrain kambuh, harus pulang untuk ambil obat. Begitulah dia mencoba lari dari satu masalah yang merenggut sebagian besar perasaan.

Kemudian Mark dengan niat baru untuk mengistirahatkan tubuh barang satu jam sebelum balik ke kantor sepertinya hanya berakhir menjadi wacana. Karena kenyataannya, kamar bukan tempat aman untuk mencari ketenangan. Mark justru semakin emosional setibanya di rumah. Tidak dengan salam pembuka atau pun pendahuluan, Ibu benar-benar meninggalkan trauma emosi mendalam sedetik keduanya saling tatap.

Obsesinya pada adik bayi...

Mark jadi kesulitan menarik napas untuk melegakan dada. Dia serasa sedang dijatuhi hukuman berlipat.

"Benar-benar sial." Mark berkata kemudian menghela. Kepalanya jadi pening karena pikiran bercabang!

Proposal pengajuan dana barusan dikirimkan kepadanya lewat email. Ada beberapa bagian yang menurutnya kurang sempurna. Sementara dari layar ipad Mark sedang berusaha menelaah laporan bulanan dari seluruh divisi. Mengecek dengan teliti untuk setiap perkembangan yang sudah dicapai dari masing-masing substansi.

"Seperti akan meledak. Benar-benar meledak." Mark mengeluh seraya membanting tubuh pada sandaran kursi dengan kuat. Dia memejam sekilas kemudian menoleh ke arah jendela. Memperhatikan lampu sorot yang menembus gelapnya langit malam. Bangunan-bangunan pencakar langit terlihat berpendar akibat daya lampu.

Malam ternyata sudah tiba.

Mark beralih melirik jam tangannya dengan dahi mengerut dan mata menyipit. Sangat serius sebelum memilih memundurkan kursi dan berdiri. Sudah hampir jam sebelas malam. Pantas!

Dia harus mencari kasur untuk tiduran. Dia butuh menjernihkan pikiran sebelum lanjut bekerja.

Mark meraih handphone serta kunci mobil yang disimpan dalam laci meja. Berjalan melewati sofa di tengah ruangan sembari menyambar jas yang tersampir di pojok bufet dekat pintu. Mark mendorong pelan pintu ruangan. Melangkah menuruni tangga sebelum melewati meja sekertaris yang berada di sudut kiri jalan menuju ruangannya. Dia memutar tubuh untuk sekedar mengecek seisi kantor yang sudah gelap tanda tidak ada lagi orang-orang yang berseliweran di sana. Ketika dia berniat melanjutkan langkah, sebersit kejanggalan membuatnya kembali berbalik untuk mengecek ulang.

Kantornya benar-benar gelap, tapi kenapa rasanya ada yang hinggap?

Mark menggelengkan kepala kuat. Menampar ringan pipi kirinya, seperti meyakinkan diri jika kewarasannya masihlah berada di sana. Ini bukan tipuan pikirannya, kan? Kenapa sedikit mengerikan.

Tapi Mark gatal penasaran.

Sehingga dia mulai melangkah. Mendekat ke sumber penasarannya. Sedikit berjingkat agar tidak menarik perhatian. Mengernyit sesaat.

Eh?

"Ford?" Mark bersuara. Menyentuhkan diri pada punggung orang yang dia sebut.

Masih terpegang. Bukan ilusi semata. Ini manusia nyata!

Mark buru-buru menyalakan senter handphone untuk memperjelas dugaannya. "Ford? Ford kau tidur?" Mark pelan-pelan menggoyangkan tubuh Ford yang tak kunjung merespon.

"Ford? H—hei... sudah jam sebelas. Sudah hampir 6 jam dari jam pulang kantor. Ford, bangun..." Mark memerintah.

"Hmm..." Ford menggumam.

"Ford, ayo pulang." Mark sekali lagi mengajak. Menggoyangkan tubuh Ford lebih kencang dari sebelumnya agar Ford segera sadar.

"Tidak kuat, Pak..." Ford bersuara.

"Apanya yang tidak kuat?" Mark bertanya.

"Seperti ditusuk-tusuk." Ford menjelaskan. Tubuhnya bergerak semakin meringkuk.

"Hah?" Mark kebingungan.

Apa benar-benar ada setan? Kenapa Ford seperti ditusuk-tusuk?!

Bersambung.

Cup! Cup! Adik Bayi - MarkFordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang