DUA SATU

856 130 7
                                    

Tidak ada yang menyangka jika kejadian barusan adalah kunci dari sebuah pertikaian. 

Pasnya, pertikaian hati.

Mix sama sekali tidak ingat jika laki-laki yang dia temukan sedang berbicara di depan cermin penuh dengan ketidakpercayaan diri adalah seseorang yang sempat disinggung oleh teman baiknya beberapa waktu yang lalu. 

Karena awal perkenalan antara keduanya terjadi akibat Mix yang buta arah, lupa letak kantor si bapak Mark! Sehingga ketika keberuntungan datang pada dia, dengan sigap tanpa pandang bulu, Mix menggaet laki-laki tersebut untuk sekedar minta tolong diantarkan ke ruangan Mark dengan embel-embel dokter pribadi. Tidak tahu saja kalau di dalam ruangan sedang terjadi pergelutan hebat yang mungkin bisa membuat orang-orang luar jadi salah paham. Atau karena dia yang lemot.

Pada waktu yang bersamaan sebuah tragedi terjadi dan Mix seperti tidak bisa memposisikan diri. Mengajak Ford untuk pergi meninggalkan ruangan Mark yang sedang saling menatap Nanon dengan jarak wajah kurang dari satu jengkal. Mix lupa kalau eksistensi Ford itu sudah merubah pola pikir Mark yang selama ini jatuh cinta seperti orang bodoh pada Nanon.

Ford itu laki-laki yang dideskripsikan lain dari yang lain oleh seorang Mark Pakin. Ford itu yang mematahkan seluruh kesempurnaan Nanon dalam benak Mark. Ford itu yang sungguhan membuat Mark jadi kacau balau karena galau tapi tertutup denial.  Kenapa dia bisa lupa!

"Sebenarnya kalian tadi sedang apa sih? Apa sudah ditahap mau saling ciuman?" Mix dengan kedua mata bolak-balik menatap ke arah Mark dan Nanon bertanya. 

"Tidak sudi. Bagaimana bentukannya mencium Mark? Tidak pernah terlintas sama sekali di dalam benakku." Nanon yang pertama menjawab. Menggeser posisi duduk menjauhi Mark yang terlihat melirik tajam ke arahnya. 

Mendengus sebelum membalas, "Seperti tidak ada orang lain saja yang bisa dicium."

"Memangnya ada?" Nanon menimpali. Menyeringai tipis mengejek.

"Ada kalau usaha." Mark menyahut cepat.

Mix yang niat awal hanya sarkas tidak menyangka justru menyulut api peperangan pada dua temannya itu. Menjadi sedikit merasa tidak enak, meski begitu Mix tidak terlalu ambil pusing memilih kembali mengajukan pertanyaan, "Kalau begitu kenapa berada di posisi seperti itu? Bagaimana jika yang masuk bukan aku?"

"Tanyakan pada orang yang tidak bisa diprediksi ini kenapa sangat ingin tahu apa yang sedang terjadi pada kondisi keuanganku." 

"Oh, ya tapi  tadi kan yang masuk pertama memang bukan kau."

Nah!

Mix memegang tengkuk yang terasa menegang. Memejam sembari mengatur napas. Hitungan ketiga dia kembali melempar pertanyaan, "Jadi bukan karena ada hubungan spesial di antara kalian?" 

"Jelas tidak." 

"Aku sudah punya calon suami kalau kalian semua lupa."

Mix mengangguk seraya berdiri dari posisi awal. "Kalau begitu aku pamit menemui Ford terlebih dahulu. Aku perlu memberi gambaran penjelasan padanya. Aku takut dia salah paham." dia berkata memberitakan.

"Kenapa perlu memberitahu Ford? Ford bukan tipikal yang akan menyebar berita tidak penting." Mark menaikan sebelah alis bertanya. 

Pada waktu yang bersamaan Nanon seketika beringsut berdiri. Menendang tulang kering Mark seraya berkata, "Sial sial sial sialan, aku ikut Kak Mix!"

Keduanya tidak mengulur waktu lebih lama lagi kemudian berjalan bersamaan keluar ruangan meninggalkan Mark yang mengaduh kesakitan.


🔹🔸🔹

Nanon tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini dia merasa tidak enak pada Ford yang terlihat biasa-biasa saja. Tidak terlihat kepikiran, tidak ada keinginan untuk bertanya, hanya menjadi pribadi Ford seperti biasa dengan kemeja dan celana kadang hitam kadang putih, dan sedikit pelembap bibir untuk menghindari bibir pecah-pecah karena tinggal di ruangan ber-AC terlalu lama.

"Ford kau marah padaku?" Nanon bertanya pada Ford yang terlihat sudah beranjak dari kursi dengan tangan sibuk melepas id card dan memasukkan handphone ke dalam saku celana, sangat buru-buru sehingga Nanon berubah memilih mengikuti Ford yang mulai melangkah. "Ford?" Nanon sekali lagi bersuara mencoba menarik perhatian.

"Tidak kak. Kenapa aku harus marah padamu." Ford menjawab. Melewati pintu lift yang baru saja terbuka menampilkan Mark dengan penampilan berantakan terdiam beberapa saat memperhatikan arah langkah Ford.

"Sudah selesai rapat? Percuma balik sekarang. Ini jam istirahat siang. Semua orang dalam mode pesawat untuk permintaan-permintaanmu." Nanon yang melihat sahabatnya tentu menghentikan aktivitasnya terlebih dahulu untuk sekedar berbasa-basi, sebelum melempar salam perpisahan dan mengejar Ford yang sudah turun lewat tangga darurat.

"Ford, kita di lantai 17 yang benar saja mau turun dengan tangga." Nanon memrotes dengan langkah terburu-buru mengejar Ford yang sedikit jauh di depan. "Ford tunggu aku. Ya Tuhan, Ford... kenapa tidak naik lift saja." dia menambahkan.

"Kak Nanon ini jam istirahat, kalau mau membahas pekerjaan mungkin bisa nanti. Aku tidak mangkir dari pekerjaan. Aku cuma pergi istirahat seperti yang lainnya." Ford tanpa aba-aba menghentikan langkah. Menatap pada Nanon yang ikut berhenti. Keduanya terdiam saling tatap.

"Ford kau tidak sedang marah, kan?" Nanon memecah kesunyian.

"Aku tidak marah pada siapa pun kak. Aku tidak marah sama sekali. Apa aku terlihat seperti sedang marah?"

Nanon menggeleng.

"Ya karena aku tidak sedang marah." Ford menekankan. Memberi ruang pada Nanon yang terlihat masih ragu-ragu dengan jawabannya. 

"Kau baik-baik saja?" Nanon kembali bertanya.

"Aku baik-baik saja." Ford dengan seulas senyum menjawab sebelum beralih mengecek jam tangan dan berkata, "Kak Non, aku sedang buru-buru. Mungkin pertanyaan-pertanyaan lainnya bisa ditanyakan nanti lagi. Aku sarankan Kak Nanon naik lift. Jangan mengikutiku. Aku sedang ingin melakukan 5000 langkah sehat. Selamat makan siang ya. Aku duluan."

Nanon nice try kesekian kalinya dalam dua minggu penuh memilih menyerah. Mengikuti saran Ford untuk memakai lift. 

Sementara itu tepat di pintu tangga darurat lantai dasar, seseorang sudah berdiam. Dengan satu tangan berada di dalam kantong celana dan tangan lain mengurut dahi. Bersandar menikmati suara langkah kaki yang semakin terdengar keras, semakin dekat.

"Pak bos!"

Sudah dirinya duga.

"Ford, boleh aku ikut bermain dengan adik bayi?" yang dipanggil bos bertanya.

Ford, pemilik suara langkah kaki, menangguk kaku mengiyakan.

"Terima kasih." Mark berkata.

"Sama-sama, Pak." Ford membalas.

"Ford."

"Ya?"

"Apa kau baru saja potong? Apa aku boleh tahu tukang cukurnya? Aku suka potongan rambutmu. Terlihat menawan."

Mark menggigit bibirnya. Menatap pada Ford yang masih terdiam.

"Jika dua minggu menurut bapak adalah baru saja, berarti saya baru saja potong, Pak. Sayang sekali, tapi saya memotong rambut saya sendiri, Pak." Ford beberapa saat kemudian menjawab.

"O—oh... begitu." Mark menggaruk tengkuknya.

"Iya Pak." Ford mengiyakan.

"Ford." Mark sekali lagi memanggil.

"Iya, Pak."

"Tidak jadi. Bukan apa-apa. Ayo kita temui adik bayi." Mark berujar seraya mendorong pintu. 

"Baik, Pak. Terima kasih, Pak." Ford membalas. Mengucap terima kasih ketika Mark mempersilakan untuk dirinya melangkah keluar terlebih dahulu.

Bersambung.

Cup! Cup! Adik Bayi - MarkFordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang