02

77 7 0
                                    

Aku tak ingin memikirkannya. Aku hanya ingin menjadi bodoh. Aku takkan pernah bisa menjadi siapa pun

Mendongakkan kepala, Eve menatap angka yang tertera pada plakat yang menggantung di atas pintu. Memastikan ia tidak salah kelas, ia menggeser pintu dan melangkah masuk.

Tahun ini, ia naik kelas dengan baik. Tentu dengan hasil yang biasa ia dapat dan diinginkan keluarganya. Berjalan menuju kursi yang berada paling ujung dekat jendela, ia menarik kursi dan menggantung tas di sisi meja. Baru saja duduk, ia di kejutkan oleh ujung jari telunjuk seseorang yang mengetuk mejanya.

"Aku baru melihatmu, kau kelas mana sebelumnya?" Sapa pemuda itu ramah.

Mengerjap sesaat, Eve menjawab datar. "... Aku kelas 1-4"

"Wah, kelas unggulan! Siapa namamu?"

"Ev—" Eve mengulang kalimatnya. "Kurowa Eve."

"Hee ... jadi itu kamu ya?" Pemuda riang itu menopang pipinya yang agak tembam. "Eve-san imut ya!"

Huh? Manik aqua itu membola. Menatap kaget si pemuda yang kini terkekeh di kursinya.

"Maaf, maaf. Namaku Sou." Ia menyodorkan tangan, mengajak bersalaman. "Mohon bantuannya ya, Eve-san."

Membalas salam agak canggung, ia jabat tangan dan dengan hati-hati melirik kearah Sou yang kini melenggang pergi dan berbalas sapa dengan siswa yang lain. Pemuda riang tampaknya tidak kesulitan untuk beradaptasi, melihat bagaimana ia dalam sekejap di kerumuni anak-anak lain sambil mengobrol tentang drama ataupun kegiatan saat liburan semester lalu. Mengalihkan pandang, Eve menatap kearah jendela dan menghela napas kecil. Percuma jika ia merasa iri pada Sou, pada akhirnya semua juga akan berjalan seperti sebelumnya. Bukan sekali dua kali ada yang menyapanya ramah untuk kemudian esoknya mulai menatapnya dengan pandangan penuh maksud.

Sou pasti juga ...

"Eve-san!"

"!?"

Eve menoleh cepat ke sumber panggilan dan makin terkejut dengan Sou yang memegang dua buah handphone model terbaru di masing-masing tangan.

"Coba tebak, yang mana yang tiruan?"

Masih agak bingung dengan situasi, Eve menunjuk sisi kanan dan tersentak kaget gara-gara pekikan Sou. "YES! AKU MENANG KAN!?"

"DIH, CURANG!"

Sou bangkit dari kursinya, menghindari teman-temannya yang masih berkumpul di mejanya. Sebagai gantinya, Sou berdiri di belakang kursi Eve. "Gak curang, dong! Kan, kamu gak bilang kalau gak boleh tanya orang lain!"

"Heh, Sou! Handphone di tanganmu itu dari perusahaan Kurowa, bodoh. wajar kalau tuan muda itu tahu!" sembur si teman.

"Eh?" Sou membalik handphone. "Masa iya!?"

Salah satu murid di kursi Sou menyapa sopan. "Maaf ya, tuan muda. Dia mungkin tidak mengenal anda, jadi—"

Eve tidak membalas. Hanya mengangguk kecil tanpa menoleh ke siswa tersebut. Namun lagi-lagi, Sou mengejutkannya.

"Apa? Emang Eve-san kenapa?" Sou mengerjap bingung. "Kok kalian jadi segan gitu?"

"Ish, kau ini—!!" Dua atau tiga anak siswa itu buru-buru menarik Sou dan menjauh dari deretan meja. Yang Eve yakin mereka pasti akan menjabarkan tentang dirinya pada anak itu.

Agak di sayangkan sebenarnya, ia pikir mungkin tahun ini ia akan memiliki teman yang bisa di ajak ngobrol. Tapi sepertinya harapannya terlalu tinggi.

Outsider || SouEveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang