05

197 7 4
                                    

Ketika aku menatapmu, wajahmu bagaikan galaksi bintang kejora tersembunyi

Meski perasaan yang berdebar-debar ini tak diketahui, tak apa untuk menjelajahinya.


Hari demi hari berlalu, dan tanpa terasa telah genap dua bulan Eve memulai tahun keduanya di kelas reguler yang telah di acak agar para anak kelas unggulan menyebar secara merata. Eve amat bersyukur karena ia terpilih masuk ke kelas 2-7. Tak masalah soal ini kelas terbelakang atau kelas terakhir dengan rata-rata rendah, ia sama sekali tidak peduli. Toh, tak ada juga orang yang berani berbicara padanya atau menghasutnya untuk pindah kelas dengan alasan “untuk kebaikan anda”. Ia sempat dengar kabar bahwa alasan ia berada di kelas ini juga karena hasil undi yang di dapat Shoose-sensei saat pembagian anak kelas unggulan ke kelas reguler. Hanya dengan alasan itu saja, sudah cukup untuk Eve menaruh rasa hormat yang luar biasa pada guru itu dan tangannya yang terberkati.

Seperti kemarin, Eve di kursinya akan menyimak kehebohan kelasnya yang di penuhi anak-anak riang dan menikmati waktu sekolah bersama teman-teman. Ada beberapa perubahan yang amat disyukuri Eve, salah satunya adalah beberapa anak kelas mulai mengajaknya bicara selain Sou dan kawan-kawannya yang sering seenak jidat meminta membantu mengisi PR yang lupa mereka kerjakan semalam dengan berbagai alasan. Pagi ini pun, Naruse dan Meychan sudah merampok kursi Sou dan Sekihan di depannya dan membuka buku untuk meminta bantuan.

“Wahai baginda yang tampan rupawan, tolong bantu hambamu ini ya? sumpah, ini beneran lupa, lho!” Pinta Naruse.

Eve mengangkat satu alisnya. “Berarti sebelumnya sengaja gak di kerjakan?”

“Gak gitu baginda! Yang waktu itu aku juga lupa," kilah Naruse.

“Aku juga sama kayak Naruse, kok! Ini beneran lupa juga!” Sahut Meychan.

Sebenarnya Eve mau saja membantu menjawab sampai soal terakhir. Tapi kalau terus di ladeni begini nanti malah jadi kebiasaan. Jadi, ia mencoba memikirkan cara lain dan keputusan jatuh pada memberikan buku catatannya.

“Coba kalian cari rumusnya disini. kalau sudah nanti kucek lagi jawaban kalian, gimana?” Tawar Eve.

“OKE, SIP!!” Naruse menerima catatan dengan sukacita. “GAS, MEYCHAN!!”

“GAS!!”

Mereka kembali ke kursi lain dan mulai membuka buku catatan Eve. Ini jugalah hal yang membuat Eve makin betah tinggal di kelas ini. Di kelas unggulan sebelumnya, bukan sekali dua kali ada anak yang menganggap dirinya tinggi, kemudian menyepelekan tugas sekolah dan dengan lagaknya yang sok berkuasa menindas anak yang lemah untuk dimintai mengerjakan tugasnya. Dengan alasan sederhana itu, Eve menjadi sosok yang tak bisa di goyahkan agar tidak di ganggu dan menjadi korban seperti itu. Ia juga takkan mungkin bisa membantu karena itu artinya dirinya juga akan menjadi target pembullyan yang tidak semestinya di dapatkan.

Eve tidak bermaksud jahat dengan tidak peduli. Ia hanya ingin melindungi diri dan meminimalisir penambahan masalah hidupnya. Ia hanya bertindak realistis.

“Pagi!”

Sepasang manik Eve berbinar menangkap bariton riang khas Sou dari pintu kelas. Anak-anak sekelas membalas sapaan sahut menyahut hingga Sou sampai di kursinya. Menggantung tas di sisi meja, Sou tersenyum lebar. “Pagi, Eve-san!”

Eve mengangguk dan membalas senyum tipis. “Pagi juga, Sou.”

“BAGINDA! NOMOR LIMA INI GIMANA?” Rengek Naruse dari belakang Sou, di susul Meychan yang tampaknya sudah putus asa. Eve dan Sou saling bertukar pandang sebelum kemudian terkekeh bersama. Sou bangkit dari kursinya dan menghampiri dua sohibnya itu.

Outsider || SouEveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang