Pria dengan kulit tan, berbalut jaket kulit hitam yang sangat terlihat tampan itu kini hanya mampu terdiam menatap seseorang itu yang berlari menjauhi pekarangan kostan tersebut.
Keraguan menghampirinya, keraguan yang menghasutnya bahwa seharusnya ia tak begini.
Maka lantas daripada itu ia melangkahkan kakinya menuju arah yang sama dimana pria nya dulu melangkah pergi. Kaki yang semula berjalan itu kini mulai melangkah lebih cepat, langkah cepat yang akhirnya menjadi lari. Berlari ia mengejar sang mantan terindah.
Awalnya ia tak mampu meraih tangan itu, namun kala sebuah kata terucap dari bibirnya "Tunggu!" tubuh itu berhenti dan Haikal berhasil menangkap pergelangan tangan si pria mungil yang masih berderai air mata.
Nafas terengah terdengar silih berganti, keduanya terengah akibat dari cepatnya laju langkah kaki mereka yang menjauhi satu sama lain.
Haikal menatap dalam netra sejuk itu dengan sebuah tatapan kasihan, sebuah tatapan yang mengisyaratkan sebuah luka yang dalam terpampang kini di depan kedua bola mata Haikal dengan sangat amat jelas dan kentara. Ia ingin melepas namun tak bisa, mempertahankan pun tak mampu, Haikal berada di ambang pilihan.
Seperti contoh kamu memegang bunga mawar, dia cantik memang namun semakin lama kau menggenggam tangkai berdurinya semakin sakit juga yang kau rasakan, tapi membuangnya pun bukanlah pilihan bagus.
Di satu sisi ia sudah mulai membuka akses bagi orang lain, namun sisi satu hatinya yang lain tak rela melepaskan.
Lantas dengan kurang ajarnya orang itu; Haikal.
Memeluk erat sang mantan terindah, seperti seseorang yang tak akan pernah berjumpa lagi, Haikal memeluk Rendy dengan begitu kuat, erat dan enggan untuk melepaskan, seolah Rendy adalah barang mudah pecah yang harus ia jaga setengah mati.
Masa menuju dewasanya ia habiskan bersama pria ini, apakah benar semudah itu untuk melupakan?
"Hi.." seorang pria berponi menyapa seorang berambut cepak dengan kulit yang sangat putih sedang duduk di salah satu kursi pohon beringin di belakang sekolah itu. Sejujurnya wilayah ini lumayan menyeramkan, terdapat bagunan kosong yang sudah tak berpenghuni di samping pohon beringin yang sangat besar dan menjulang tinggi.
Tapi anehnya anak ini terlihat sangat betah dibawah pohon beringin ini, yang mana konon katanya tempat ini di penuhi beberapa hantu, tapi tampaknya dia tidak menggubris hal itu sama sekali, terlihat dari sikapnya yang acuh tak acuh duduk tenang di bawah pohon beringin.
Tapi pria tan tersebut tetap duduk di samping pria yang masih asik membaca bukunya yang terlihat sangat fokus, "ekhem!"
Pria itu menoleh. Yes berhasil! "Emm gue Haikal, lo?" Haikal sok basa basi kepada pria imut disana, pria itu mengernyitkan dahinya tak senang, seraya menatap wajah pria asing di hadapannya dan tangan terulur pria itu, dengan bergantian.
Tak ada balasan jabatan tangan apapun pria itu menjawab, "Rendy."
"Oh.. Rendy toh," mengangguk-angguk Haikal seraya ia duduk sedikit mundur menyender di pohon beringin itu, "Lucu ya namanya..... kek orangnya," modus Haikal sambil tersenyum lebar menatap puja si pria imut.
Pria itu yang kini sudah kita ketahui bernama Rendy, terlihat semakin terganggu atas kehadiran Haikal.
____________
Satu tahun berlalu kini dua orang yang berkenalan di bawah sebuah pohon beringin kini sedang duduk berdua di bawah pohon yang sama, namun bedanya di wajah pria imut yang kita kenal sebagai Rendy itu ada sekilas senyum tipis, saat melihat kotak makan di pangkuannya, sebuah bento khas anak kecil, sebuah bento yang seseorang berikan untuknya, padahal dia sudah duduk di bangku SMA.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIS FLAWS
FanfictionMalik Arkan Nugraha sang pria tunawicara, yang selalu mendapat perilaku buruk dari orang di sekitarnya. Harus menjadi pasangan Haikal Chandra Wijaya hanya karena sebuah obsesi orang tuanya. Sakit Kecewa Takut Putus asa Menjadi satu dalam diri Malik...