Pagi hari datang, cahaya matahari menembus gorden hijau putih sebuah kamar ICU, cahayanya semakin memenuhi ruangan itu pagi ini. Seorang pemuda baru saja bangun dari masa kritisnya, Haikal ia merasakan sakit yang amat luar biasa di seluruh tubuhnya, apalagi di sekitar bahu kanan.
Dia menoleh menatap bahunya yang terbalut perban, bagian sana yang terasa sangat kebas mendominasi.
Tak ada siapapun disini yang bisa ia mintai tolong, maka dengan refleks dia pun menekan tombol perawat, menandakan bahwa ia sudah sadar dan membutuhkan bantuan. Setelah mengecek keadaan Haikal yang apakah masih perlu melanjutkan perawatannya di ruangan ICU atau tidak, sang perawat itu pun keluar ruangan.
Dan karena hasil yang dikeluarkan adalah normal, jadi lah dia kini bisa di pindahkan ke ruang rawat inap biasa, untuk perawatan lebih lanjut, karena tidak ada indikasi membahayakan lagi, bersamaan dengan Joan dan Jafar yang datang ke rumah sakit.
Sedangkan Kian dan Thian masih dalam pemeriksaan lanjut untuk membantu investigasi tim kepolisian.
Dan kini Haikal sudah berada di ruang rawat inap kelas 2, dia bersama pasien lain yang baru saja melakukan operasi ringan. "Beruntung lu ada temen Kal, di ruangan ini." Joan berujar sembari tangannya menaruh buah tangan di atas meja makan rumah sakit.
Haikal hanya menatap Joan tanpa minat.
"Iya Kal, btw ini baju lu gue simpen sini ya," Ujar Jafar seraya merapikan barang kebutuhan Haikal selama di rumah sakit tadi ke dalam loker rumah sakit, "hmm thanks ya," balas Haikal dengan suara yang serak.
Terlihat wajah pucat penuh lebam itu sedikit tersenyum sebelum berucap, "Malik mana?", Joan yang sedang memainkan ponselnya langsung mendongak. "Oh dia masih di ruang ICU."
"Anterin gue ke sana." Haikal langsung mencoba turun dari ranjang rumah sakit membuat Joan dan Jafar panik secara bersamaan, "eh buset sabar dulu dong," cegah Joan.
Haikal mengerutkan dahinya tak suka mendengar jawaban Joan, "Malik belum bisa di jenguk."
"Lah kenapa, kan gue ga dari luar rumah sakit," Haikal kembali membantah saat Joan berusaha menahannya yang ingin berdiri turun dari ranjang rumah sakit.
"Haish bukan gitu, lu bentar lagi di cek suster, tunggu bentar napa." Dan melihat Joan yang memaksa nya untuk kembali duduk, lantas Haikal pun hanya mampu terdiam dan kembali ke ranjangnya lagi.
Karena jujur bahu nya masih terasa sangat amat sakit, di tambah dengan memar di hampir seluruh wajahnya juga masih terasa sangat menyakitkan.
Haikal baru saja di cek oleh suster tadi, untuk penjelasan perawatan kelanjutan yang harus Haikal lakukan dan larangan apa saja pasca operasi pengangkatan peluru nya itu, dan kini Haikal sedang makan, makan siangnya.
"Malik di ruangan mana?" Tanya Haikal di sela-sela kunyahannya, "ruang ICU 3 sih tadi kata mas Damar," balas Joan, Haikal pun mengangguk, "Nanti anterin gue kesana."
"Iya, eh tapi lu dianter si Jafar ya, gue ngurus gladi resik festival dulu."
"Oh ok."
"Far, jagain tuh."
"Iya bang." Dan Joan pun keluar ruangan dengan agak terburu-buru karena tim nya sudah menerornya dengan telepon.
"Jafar, lo udah kasih tau mas Damar?" Jafar yang sedang memainkan ponselnya pun mendongak, dia mengangguk lucu sebagai jawaban sudah, "Kak Thian yang kasih tau."
Haikal mengangguk, lalu ia kembali melanjutkan makannya, "mm Kal, gue mau nanya deh, Malik kok bisa ketemu? kak Thian ga kasih tau gue," Jafar sengaja berbisik agar Haikal tidak tersinggung oleh ucapannya. Haikal yang sedang mengunyah mendengar pertanyaan itu lantas terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIS FLAWS
FanfictionMalik Arkan Nugraha sang pria tunawicara, yang selalu mendapat perilaku buruk dari orang di sekitarnya. Harus menjadi pasangan Haikal Chandra Wijaya hanya karena sebuah obsesi orang tuanya. Sakit Kecewa Takut Putus asa Menjadi satu dalam diri Malik...