Bab29_Dear Daffa

14 14 3
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bismillah lanjut lagi

Apa kabar semua?

Teruntuk kamu Daffa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Teruntuk kamu Daffa.

Untukmu masih tetap untukmu, Daf. Apa kabar di sana? Aku baik, Daf. Kamu tau nggak? Aku bukan lagi gadis kecil cengeng yang suka menangis, tapi gadis yang di paksa kuat atas kepergianmu. Seolah semesta mengajarkanku untuk lebih sabar lagi.

Sekarang aku jadi penulis, Daf. Tapi, bukan penulis handal, aku hanya seorang penulis amatiran yang selalu menuliskan sesuatu apa yang menurutku menyenangkan. Jadi, tolong jangan ganggu biarkan aku berkarya sesukaku, Daf.

Bagaimana denganmu, Daf? Hari-harinya menyenangkan, ya, di sana? Bagaimana kabar wanita yang terakhir bersamamu? Baik-baik aja, kan, Daf? Aku harap begitu. Sudah dapat restu belum dari mamah tercintamu? Aku harap sudah.

Setelah kita memutuskan jalan masing-masing, tidak saling sapa, tidak saling mencari, tahukah kamu, Daf? Aku merindukanmu. Sesekali aku sering melihatmu tersenyum di balik video yang di unggah temanmu, walau tak bisa kulihat nyata. Tapi, bisa kupastikan kamu telah jauh bahagia di sana.

Aku sangat bahagia kala itu, hanya bersamamu lah yang paling bahagia. Tapi itu semua menjadi kesebalikannya, paling sangat sedih di saat kamu memutuskan mengakhiri. Memang bukan kamu yang sepenuhnya salah, tapi akulah yang salah. Karena sikap protektif yang berlebihan, tapi di sisi lain kamu juga yang mengantarkan luka hati untuk aku. Selang beberapa lama kita berpisah, kamu sudah lebih dulu menjalin kisah dengan pasangan baru, yang membuat mendung di mata dan batin terpuruk pilu.

Saat itu aku berusaha menguatkan diri sendiri. Menghibur diri dalam sepi, tersenyum di atas kepedihan di saat kamu menumpahkan kebahagiaan bersama kekasih baru, membuat aku cemburu pilu dalam hati kian memburu.

Awalnya aku merasa cemburu, sakit hati, air mata dalam keheningan malam hari menetes melintasi pipi, ingatanku selalu mengenang masa-masa konyol bersamamu, mengenang sapaan malam sebelum tidur, mengenang sapaan pagi setelah bangun, mengenang setiap janji-janjimu yang telah sirna.

Kamu selalu melekat dalam pikiran melayang-layang memenuhi otak tak pernah hilang. Begitu sulit melupakan sosok kamu, serta segala kenangannya tak semudah saat aku menerima cintamu dulu. Aku tak sanggup lagi menahan rasa sakit. Aku tak ingin terus larut dalam kesedihan.

Daf, aku dulu selalu menjadikanmu sosok paling istimewa,  yang mampu menggantikan sosok ayah yang telah tiada. Kamu seseorang yang selalu memberi kebahagiaan sederhana. Bahkan aku selalu menganggapmu cinta terakhirku. Tak lupa pula namamu selalu kuselipkan dalam untaian do'a, dan tak jarang pun aku selalu mendo'akan yang terbaik untukmu.

Kamu berhasil membuat aku jatuh hati pada pandangan pertama, yang mampu membawa separuh hatiku kedalam ruang hatimu. Terkadang tentang cerita-cerita indah yang kamu berikan, seringkali membuatku merindu. Bahkan, rasa takut kehilangan tak ingin ditinggalkan. Aku pernah merasakan itu, Daf. Meski aku tahu saat itu cintamu bukan sepenuhnya untukku. Aku terlalu ambisi untuk memilikimu seutuhnya.

Daf, dulu semuanya terkesan begitu sangat menyenangkan. Hati ini terasa begitu melayang-layang di angkasa, seakan dunia ini milik kita berdua. Bahkan aku pernah bermimpi dan berangan-angan indahnya hari tua.

Dulu, aku pernah merasa jadi perempuan yang paling bahagia. Merasa jadi wanita yang paling sempurna, dengan caramu yang menjadikanku wanita utama yang di dicintai, dan mencintai. Pernah merasakan dirindukan dan merindukan. Aku pernah merasakan dikhawatirkan, dipedulikan, diperhatikan. Itu telah aku rasakan sebelum semuanya sirna.

Saat itu aku terlalu senang. Hingga akhirnya aku lupa kalau sikap manusia itu dapat berubah-ubah, yang tadinya senang menjadi sedih, yang tadinya cinta menjadi benci, yang tadinya bahagia menjadi duka, yang tadinya datang menjadi pergi. Aku lupa di setiap pertemuan itu pasti ada perpisahan. Dan bahwa di setiap perjalanan yang di lalui sewaktu-waktu pasti berubah, menjadikannya cerita indah itu cepat usai. Seperti kini, cinta kita telah usai, Daf.

Saat itu, masih sulit pula untuk kupercaya kalau kamu telah jauh pergi, Daf, yang aku ingat dari ucapan terakhirmu adalah kepergianmu atas perpisahan terakhirmu. Andai aku tahu itu adalah hari terakhirmu di hati, mungkin aku akan melakukan berbagai cara untuk tetap abadi dan tak akan membiarkanmu pergi. Namun, itu hanya mimpi. Mustahil cerita kita akan utuh kembali, dan mustahil cinta kita akan abadi menetap di hati.

Segala harapan-harapan untuk terus bersama menjelma dalam mimpi burukku. Kalau rencana-rencana kita dulu itu hanya sebuah angan-angan semata, mustahil akan menjadi kenyataan indah di suatu hari nanti.

Cukup empat tahun sudah cerita kita terkubur bersama kenangan tak bersuara, seakan tak mau lagi di jamah atau di tata. Padahal dulu kita sama-sama tahu, di mana kita berada, di mana pertama kali kita berjumpa.

Dan nomer mana yang sering di pakai untuk berkabar, bahkan sering di pakai untuk bercanda gurau setiap hari, seakan semua itu tak lagi istimewa. Karena status kita tak lagi bersama. Hati kita tak lagi bersama-sama.

Daf, setelah empat tahun kita jalin asmara walaupun pernah di pisahkan dulu oleh luka. Aku selalu merindu. Sungguh, menyebalkan terkadang ada rasa rindu melanda yang tiba-tiba datang. Semoga bahagia selalu yang kamu rasa selamanya, ya, Daf. Tanpa ada sedikit pun luka yang menoreh hatimu, atau jangan pernah sekalipun kamu lukai hati wanita lain, biarkan aku saja yang dulu sempat kamu lukai.

Aku titip sebaris demi baris kalimat ini walau tak bermakna, kutitip sepenggal kenangan meski sudah lupa. Tak begitu banyak hal yang ingin kujelaskan, aku hanya sedang terluka dan butuh ketenangan. Jadi, jangan menyapa lagi jika hanya menambah luka dan memperdalam kenangan.

Mungkin ini adalah detik-detik menuju bab terakhir. Pasti banyak yang kecewa. Sebab, pameran utama telah benar-benar memilih jalan masing-masing. Cerita kita sad ending, Daf, berkahir dengan perpisahan yang tak diinginkan. Tapi, aku tak bisa berbuat apa-apa, apalagi merubah alurnya. Maaf, mungkin di cerita selanjutnya tidak ada lagi nama kamu yang tertera di sana. Namun, kamu tetap ada jadi Daffa paling istimewa di cerita sebelumnya.

Terima kasih telah membuatku merasakan jatuh cinta pada sosokmu, dengan memberi kebahagiaan yang pernah ada hingga kini ceritanya telah sirna begitu saja.

Terima kasih telah memberi cerita indah yang di bumbui dengan berbagai berliku-liku rintangan. Pahit manis semua sudah kita lewati, hingga akhirnya berakhir dengan perpisahan yang tak bisa menjadi pilihan.

Terima kasih sudah pernah hadir pada sepenggal kisah yang masih terukir. Tentang kita ternyata hanya sebatas cerita. Dan kini, aku akan menyimpannya di bagian memori paling utama, dengan judul kita 'Cinta Yang Telah Usai'.

Safa Durratul Jinan

28-Februari-2023

Cinta Yang Telah Usai (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang