Bab22_Kepergian Erza

12 23 11
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Akhirnya kembali lagi nulis.

Apa kabar kalian?

Jangan lupa vote & komentarnya, teman.☺️

Untukmu, Kapten.

Setelah kehilangan kamu, aku merasa kehilangan semuanya. Jatuh tersungkur dalam kesepian terbelenggu dalam hati hancur lebur.

Senyumanku, kebahagiaanku, keceriaanku seperti semanis cokelat katamu. Tapi menurut aku, bahagiaku hanya sebuah dusta. Cokelat itu manis tapi jika memakannya berlebihan semuanya terasa pahit. Kamu hanya tertipu oleh senyumanku, Kapten.

Bagaimana aku bisa mengakhiri kesedihan ini, Kapten. Katamu di dunia fana ini tak ada yang abadi termasuk kesedihan dan luka hati, lantas kenapa aku terus-terusan larut dalam sedih. Sebelumnya aku pernah berhasil mengakhiri kesedihan ini dengan caraku sendiri dan sedikit bantuan kamu pula, tapi kamu sendiri yang menghantarkan aku ke tepi jurang membuat aku jatuh tersungkur menyiksa relung hati.

Di saat hati terluka, kali ini tidak ada lagi kamu yang selalu membuatku semakin bangkit dari tempat yang benar-benar rasanya ingin menyerah. Kamu selalu bilang; “Saf, di dunia ini tak ada yang abadi kamu pasti sembuh, kamu nggak akan terusan-terusan terluka, dan kamu pasti bahagia. Bukankah dunia ini berputar? Walau kita hidup hanya sementara, Tuhan pasti adil Safa.”

Tidak ada lagi kamu yang selalu membuat bibir ini tersenyum, sebab di saat aku menangis ketika teringat Daffa, hanya ada kamu satu-satunya orang yang menemani sepanjang waktu menghibur hal-hal yang membuat aku lupa mengenai sang masa lalu.

Tidak ada lagi sapaan selamat pagi, sore, dan malam, selain Daffa yang mengucapkan itu hanya kamu satu-satunya lelaki yang selalu ada dalam hidup aku. Kapan pun, jam berapapun itu kamu selalu menyempatkan waktu hanya untuk sebuah kata kabar.

Tidak ada lagi nama yang selalu aku sebut di setiap waktu dengan sebutan Kapten Erza Dameer Ghaazi. Kamu tahu arti di balik nama indah itu? Kamu adalah seorang perwira tinggi yang kerjanya penuh perjuangan untuk negara termasuk perjuangan untuk mendapatkan cinta aku.

Aku akan merindukan semua itu, Kapten. Kini yang tersisa hanya ucapan selamat tinggal darimu yang masih membekas dalam sanubari. Terakhir kali sebelum pergi kamu bilang; “Waktu aku untuk menunggumu sudah habis dan aku harus pergi. Aku sudah menemukan gadis sepertimu, Saf. Kamu juga udah ada Daffa, 'kan? Jadi biarkan aku pergi agar tidak menghalangi langkah bahagia kamu dengan Daffa.”

Entah seberapa air mata merembes keluar ketika menulis semburat surat untuk kamu, rasanya aku ingin menyerah keluar dari zona menyakitkan penuh lara ini, sebab tak ada satupun harapan yang aku minta semuanya terlalu menyakitkan.

Cinta Yang Telah Usai (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang