Bab17_Dibalik Luka

16 28 6
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillah lanjut lagi

Pasrah, sebab manusia hanya bisa berencana dan selebihnya Allah yang mengatur semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pasrah, sebab manusia hanya bisa berencana dan selebihnya Allah yang mengatur semuanya. Jika memang kita ditakdirkan untuk bersama Allah akan menggerakkan hati kita untuk menuju ke arah yang sama.
~Erza~

“Safa?” sapanya.

Ini adalah ke dua kalinya kapten Erza datang ke caffe menemui Safa pada sore hari. Erza masih mengenakan seragam loreng hijau ciri khas seorang tentara, muka lusuh penuh peluh, penampilan agak sedikit kusut.
Namun, itu tak menjadikan sebagai masalah, kapten Erza tampak masih terlihat berkarisma walau guratan rasa lelah terpapar di wajahnya.

Safa menyunggingkan senyuman walaupun sebenarnya guratan-guratan luka hati masih terasa pedih. Ia tak menyangka kedekatan ini akan terus berlanjut hingga pada titik pertengahan bulan ke sepuluh 2019, padahal waktu itu sudah mengusirnya untuk jauhin. Sebab hati ini masih belum bisa menerima orang baru. Ia hanya tak ingin melukai hati kapten Erza yang kian hari berharap Safa menjadi pendamping hidupnya.

Safa mempersilahkan kapten Erza duduk di hadapan. Kursi yang di pilih bagian belakang dekat tembok berlukis cinta. Ia sengaja memilih bagian paling belakang, sebab tempat ternyaman menurut Safa, angin sejuk, di tambah jarang ada orang.

Aroma petrikor menguar, Safa menghirup udara segar. Suasana cukup hening tak begitu ramai hanya satu dua tiga orang yang mengunjungi caffe.

Ke duanya saling diam cukup lama tak ada percakapan yang memulai. Safa semakin di buat bingung dengan pertemuan ke dua ini. Hati semakin gelisah takut kapten Erza menanyakan tentang hal-hal di bulan kemarin mengenai jawaban atas ke siapan hati.

Safa tidak tahu harus memulai pembicaraannya dari mana semua tampak masih terasa asing. Erza orang baru yang dua bulan lalu masuk menyelusup, tak mudah baginya seakrab bersama Daffa.

Suasana caffe masih terasa hening, tiba-tiba pelayan caffe datang membawakan dua minuman yang tadi di pesankan kapten Erza. Sebenarnya Safa tak menginginkan apa-apa tapi kapten Erza sudah terlanjur memesankan. 

“Tujuan kamu mengajak aku datang ke sini mau apa?” tanya Safa di sela keheningan.

Tampak kapten Erza menghembuskan napas panjang, lalu meneguk sedikit minuman yang di pesan. Guratan-guratan wajahnya yang tampan memancarkan aura ke seriusan mengenai hal di bulan kemarin lalu.

“Nggak apa-apa, sih, hanya ingin bertemu aja, Safa. Aku juga tau kok kalau kamu memang belum siap untuk di ajak menikah?”

Safa menghela napas lega, kapten Erza datang hanya ingin menemui bukan menagih jawaban.

Kapten Erza paham akan luka hati yang di miliki Safa cukup pedih belum mampu menampung lelaki manapun untuk berlabuh ke dalam hatinya.

“Iya kapten. Aku memang belum siap, tak mudah bagiku untuk jatuh cinta secepat itu kepada orang asing seperti kamu.”

Cinta Yang Telah Usai (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang