Chapter 17

1.1K 49 1
                                    

Ternyata rumah duka sudah dipenuhi oleh banyak tamu saat rombongan dari sekolah tiba. Berbagai macam karangan bunga memenuhi seluruh ruangan didalam diluar rumah bahkan sepanjang jalan depan rumah. Mereka yang berseragam sekolah serta para guru berkumpul ditempat yang sama. Mrs. Walls sang kepala sekolah beserta wali kelas Ms. Margot menghampiri seorang wanita yang sedang duduk menangis. 

Wanita itu beranjak dari duduknya begitu melihat kedua wanita itu menghampirinya. Mereka langsung berangkulan. Tak ada satu katapun yang keluar dari keduanya, hanya airmata yang membanjiri kedua pipi mereka. Audrey sendiri tak bisa menghentikan air matanya melihat mereka menangis. Kemudian wanita itu, yang ternyata adalah ibunya Leo, memandang ke arah Audrey yang sedang duduk diantara murid lainnya. Audrey tersenyum samar saat wanita itu memandanginya. 

"Kamu Audrey?" Tanya wanita itu saat menghampirinya. Audrey mengangguk seraya menghapus airmata dipipinya.

"Saya maminya Leo." Kata wanita itu seraya tersenyum. Audrey balas tersenyum mengangguk.

"Ini kamu kan?" Tanya wanita itu sambil menunjukkan sebuah foto dilayar ponselnya. Foto dirinya bersama almarhum Leo ditaman, saat mereka sedang bersembunyi dipohon asoka. Audrey tersenyum saat melihat foto itu, ia tak percaya lelaki itu akan menaruh foto jelek itu di wallpaper ponselnya.

"Terimakasih sudah menjadi temannya ya." Ujar wanita itu seraya mengusap airmata yang mengalir deras. Wanita itu terisak dan memeluk Audrey. Keduanya akhirnya terisak bersamaan.

Leo mengakhiri hidupnya tadi malam dengan meminum pil tidur yang berlebihan. Tubuhnya diketahui sudah tak bernyawa saat satpam dirumah melihat lampu kamar tidur yang masih menyala pada jam satu pagi. Hal yang tak biasa dilakukan oleh anak majikannya itu membuat pak saptam memeriksa kamar almarhum dengan mengetuk pintu dan memanggil namanya, tetapi tak ada jawaban sama sekali. Pak satpam mencoba membuka pintu yang ternyata tak dikunci. Kejanggalan ini membuat lelaki yang sudah bekerja bertahun-tahun dengan keluarga almarhum terpaksa masuk kedalam kamar. Namun pak satpam menemukan tubuh Leo sudah membiru.

Audrey merasa menyesal, seharusnya ia lebih peka kalau hari itu Leo sedang bersedih. Siapa yang mengira lelaki yang suka membuat ulah konnyol itu akan mengakhiri hidupnya begitu saja. 

Tiba-tiba sebuah suara memanggil namanya. "Audrey?" 

Kepala Audrey menengadah. "Kevin?" 

Lelaki itu kemudian duduk disampingnya. "Kamu satu sekolah sama Leo?" 

"Satu kelas." Jawab Audrey. 

"I'm sorry." Ujar Kevin.

"Yeah, me too." Kata Audrey. 

"Kamu kenal Leo darimana?" Tanya Audrey basa-basi meskipun ia ingat almarhum Leo pernah menyebutkan dia mengenal lelaki itu dikomunitas hacker.

"Oh papa kenal sama orang tuanya almarhum." Jawab Kevin seraya melirik Audrey yang tak henti menghapus airmatanya dengan tisu yang sudah basah. 

"Sebentar." Kata Kevin meninggalkan gadis itu. Tak berapa lama kemudian Kevin kembali dengan kotak tisu. 

"Thanks." Ujar Audrey. Tanpa diduga tangan lelaki itu menyentuh wajahnya. Kevin mengambil gumpalan tisu dari wajahnya lalu menunjukkannya.

Audrey tersenyum. "Thanks." 

Audrey bangkit dari kursinya. "Aku pulang dulu ya." Katanya. 

"Kita pulang bareng aja." Balas Kevin. 

"Kamu sama papa kamu kan?" Tanya Audrey. 

"Nggak. Aku bawa mobil sendiri." Kata lelaki itu. Audreypun setuju untuk pulang bersama. 

* * *

Sejak pulang dari rumah duka Audrey tak bersamangat untuk melakukan apapun bahkan ia menolak bertemu kakaknya. Akhirnya Ema membiarkan gadis itu sendiri. Saat lelaki itu mengantar Audrey pulang kerumah, Kevin memberitahunya bahwa almarhum adalah teman dekatnya, diapun memahami kenapa gadis itu merasa terpukul.

"Drey, makan dulu ya." Kata Ema setelah mengetuk pintu dan tak ada jawaban dari dalam kamar. 

"Aku taro makananya didepan pintu ya." Katanya lagi. Masih tak ada jawaban. Diapun meninggalkan depan pintu kamar Audrey. 

Satu jam kemudian Ema mengecek makanan yang diletakkannya dipintu dan makanan itu masih tak tersentuh. Begitupun hingga tengah malam dan keesokan paginya. Audrey tak pergi kesekolah dan membuka pintunya sejak pulang kemarin. Akhirnya Ema memberitahu situasi Audrey ke mami dan papi. 

Papi mengetuk pintu kamar. "Drey, ini papi." Tak ada jawaban dari dalam kamar. 

"Papi mau sarapan sama kamu, boleh ya?" Katanya lagi. Beberapa menit kemudian pintu terbuka. Mami dan Audrey bernapas lega saat melihat papi masuk kekamar gadis itu. 

Papi mengambil tempat duduk disisi Audrey lalu memberikan croissant ke anak bungsunya. Audrey mengambil croissant itu dari tangan papi. Papi melirik anak gadisnya seraya menyisip kopi luwaknya. Tak ada kata-kata yang keluar dari keduanya. Setelah keduanya menghabiskan croissant mereka, papi melirik ke Audrey. 

"Satu lagi?" Tanya papi. Audrey mengangguk. 

Papi mengambil croissant lagi dari piring begitupun dengan Audrey. Mereka menikmati croissant dan kopi luwak dalam kesunyian. Setelah selesai papi menoleh ke Audrey. "Thank you udah nemenin papi sarapan." Lalu dia mencium kepala gadis itu kemudian keluar dari kamar. 

"Nanti biar papi yang temenin dia ngelunch." Katanya ke Ema. Ema memeluk papinya dengan erat. 

"Thank you so much papi!" Seru Ema. Dia begitu gembira papi  mau menyediakan waktu untuk Audrey yang sedang berduka. Meskipun papi bukanlah pria yang sempurna karena telah menodai pernikahannya dengan berselingkuh namun disisi lain ia bersyukur karena perselingkuhan itu menghasilkan adik perempuan yang cantik dan pintar dan Ema selalu bangga dengan adik perempuan satu-satunya itu, bukan dengan perselingkuhan papinya. Tentu saja perselingkuhan papinya tetap menjadi rahasia, hanya segelintir orang yang tahu bahwa Audrey bukanlah anak kandung mami. 

Hari itu Ema, papi dan mami memutuskan untuk dirumah saja hingga Audrey merasa lebih baik.

Didalam kamar Audrey masih memproses apa yang terjadi dengan Leo. Kenapa lelaki itu senekat itu, sedemikian terlukanyakah hatinya dengan perpisahan orang tuanya? Pasti menyakitkan memiliki orang tua yang tak pernah hadir untuk anaknya. Terlebih jika mereka memutuskan untuk berpisah. Tetapi haruskan mengakhiri hidupnya?

Audrey pernah merasakan luka yang sama, tak dicintai dan dibuang oleh ibu kandungnya sendiri tepat setelah melahirkan. Saat Audrey mengetahui kebenaran tentang ibu kandungnya, dunianya seperti runtuh, dirinya merasa tak berarti sedikitpun.

Ibu kandung macam apa yang tega menyerahkan bayinya begitu saja? Kenapa harus mengandungnya selama sembilan bulan kalau wanita itu berancana untuk membuangnya. Menyedihkan dan menyakitkan, dia hanyalah seorang anak haram dari hasil perselingkuhan papinya dengan rekan kerjanya dan wanita itu tak menginginkan anaknya. Pernah terpikir olehnya, apakah ibu kandungnya pernah sekali saja menyesali perbuatannya? 

Audrey mengeluh membayangkan itu. Saat ini Audrey tak peduli lagi, dia tak akan pernah memaafkan ibu kandungnya. Tak akan pernah. Audrey menghapus air matanya. Hidupnya tak seindah apa yang dilihat oleh orang dari luar. Anak dari keluarga Deni Wijoyo yang identitasnya dipalsukan sebagai anak kandung maminya demi menutupi hasil perselingkuhan papinya.  


* * *

BROKEN DREAMSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang