Chapter 18

1.1K 51 0
                                    

Sudah dua hari Audrey absen dari sekolah dan ia masih tak mau keluar dari kamarnya. Papi, mami dan Ema mau tak mau ikutan absen dari pekerjaan mereka. Dan selama dua hari ini papi membawakan sarapan, makan siang dan malam. Masih tak ada percakapan diantara keduanya saat makan. Selesai makan, papi akan mencium kening Audrey lalu meninggalkan gadis itu bersama Rocky. Mungkin itulah yang Audrey harapkan, perhatian tanpa kata-kata. 

"Paling nggak dia masih mau makan." Kata mami. Ema setuju dengan ucapan maminya. Mengerikan sekali jika kejadian tiga tahun lalu di Los Angeles harus terulang kembali. Kejadian saat Audrey mengetahui kebenaran kisah tentang ibunya. Gadis itu harus dibawa keruang darurat karena denyut nadinya yang semakin lemah dan tubuhnya yang tak mau memproses makanan yang masuk melalui infus. Tidak hanya itu, Audrey juga harus berada dalam pengawasan ketat karena dianggap apa yang dilakukannya adalah sebagai percobaan bunuh diri. Tak ada satupun orang yang tidur nyenyak selama gadis itu berada dirumah sakit. Bahkan Heri, kakak lelaki Ema yang berada di Inggris datang dan menemani hingga gades itu sembuh total, fisik dan mental. 

Karena Audrey masih tidak mau menemui siapapun selain papi, Ema memutuskan untuk menikmati cuaca siang hari ini untuk berjemur ditepi kolam, karena ia percaya sinar matahari bukan hanya meningkatkan imunitas tetapi juga mampu membuat suasana hati lebih bahagia.

"Seharusnya anak itu berjemur supaya bisa berubah moodnya." Batin Ema seraya mencibir seorang diri.

Dari kejauhan si mbok terlihat tergopoh-gopoh menghampiri Ema. 

"Non, ada tamu." Ema menoleh ke wanita bertubuh gempal itu

"Siapa mbok?" 

"Nggak ngasih tau non. Katanya mau ketemu non Ema."

Ema merenung sesaat. Siapa gerangan yang mencari dirinya sampai kerumah dan tanpa janjian lebih dulu.

"Mungkinkah dia .. Oh my god, nggak mungkin dia."  Bisik Ema. Dua hari lalu dia mengirimkan pesan ke Heri tentang kondisi Audrey. Lelaki itu pasti khawatir dengan adiknya. Belum ada satupun pegawai dirumah yang tahu bahwa majikannya memiliki anak lelaki. 

"Oke. Sebentar saya keluar mbok." Ujar Ema lalu dia mengenakan jubah mandinya dan berjalan kearah keruang tamu. Ema mempercepat langkahnya begitu melihat lelaki yang sedang duduk diruang tamu. 

"Heri, my brother! What a surprise!" Teriak Ema seraya merentangkan kedua tangannya. Lelaki itu tersenyum lebar dan berjalan kearah Ema. Untuk beberapa saat keduanya berpelukan erat.

"Udah seabad kita nggak ketemu." Bisik Ema masih merangkul kakak lelaki nomor satunya. 

"Seabad atau dua abad?" Balas Heri tersenyum tak kalah dramatisnya. 

"Ayo gua antar kekamar." Kata Ema dengan tangan masih menggelayut dilengan Heri.

"Dimana ODREY?" Tanya Heri. Mendengar nama panggilan kesayangan Audrey disebut Ema mencibir.

"Itu alasan lo datang kesini kan? Ingat, lo punya adik dua bukan satu." Katanya bersungut. 

Heri tersenyum mendengar ucapan Ema, diapun memeluk gadis itu. "Mana mungkin gua lupa punya adik yang bawel begini."

Keduanya langsung melangkah kelantai atas menuju kamar Audrey. Sesampainya didepan kamar gadis itu, Heri mengetuk pintu. "Drey, ini kakak. Buka pintunya sayang."

Didalam kamar Audrey terkejut mendengar suara yang begitu dikenalinya, gadis itu langsung bangun dari pembaringannya mengambil posisi duduk, ia menunggu beberapa sesaat untuk memastikan mendengar suara itu sekali lagi.

"Drey, ini kakak, sayang." Suara itu terdengar lagi dari balik pintu. 

Audrey langsung beranjak dari tempat tidurnya dan membuka pintu. "Kakak!" Diapun langsung merangkulnya, memeluknya erat dan menangis. 

BROKEN DREAMSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang